(6)

86 10 0
                                    


William membawa Mio ke sebuah kamar rawat milik seseorang. Di dalamnya, terdapat seorang gadis yang sedang tertidur dengan nyenyaknya.

"Ini adalah kamar Adikku, dia sudah tertidur saat aku baru saja meninggalkan ruangan." Ia mengatakan demikian sambil membuka jendela agar udara masuk.

"Anu... William, kenapa kau tiba-tiba membawaku kemari? Apa karena kita sudah pernah bertemu sebelumnya?" Mio akhirnya mengeluarkan suaranya semenjak lama hanya terdiam.

"Sebelumnya?" William terlihat kebingungan dengan maksud pertanyaan Mio. "Mio, kurasa kita baru bertemu hari ini."

"Begitu?" Sahut Mio. Tunggu dulu. Mana mungkin? Jelas-jelas itu dia. Gumam Mio. Ingatan mengenai wajah dan detail pemuda ini. Suaranya pun sama, meski cara bicaranya yang sedikit berbeda. Tapi, apa bedanya? Mio semakin pusing memikirkan hal tersebut.

"Mungkin... Mio hanya salah orang saja. Dimana... Dimana kau bertemu dengan orang yang katamu mirip denganku itu?"

Mio menoleh ke arah William. "Kemarin pagi, di kereta subway menuju Hellsalem's Lot."

"Begitu ya? Pagi itu... Aku sedang bersama Adikku disini. Aku tidak pernah menaiki subway itu kemarin maupun minggu-minggu ini."

Mio menundukkan kepalanya. Begitu ya, pikirnya demikian. Saat ini, Mio sedang tidak bisa memikirkan hal lain. Entah apa penyebabnya, seketika ia tidak merasakan apa-apa dan hanya bergumam kenapa aku ada disini? Kenapa aku harus disini? Aku sendirian dan takut! Fakta mengenai kepergian orangtuanya, Mio tidak lagi mengeluarkan air matanya. Hatinya mati dan tatapannya kosong.

"Pasti sulit ya, ditinggal oleh orang yang kita cintai. Aku mengerti perasaan itu. Makanya aku membawamu kemari begitu tahu kau juga termasuk salah satu korban dari ledakan yang terjadi malam tadi."

"Malam tadi?"

"Eh? Mio tidak tahu soal waktu kejadiannya? Malam tadi, tepat ketika seluruh pegawai akan pulang gedung itu meledak hebat... Maaf, aku malah membahasnya sekarang." Jelas William. Ia terlihat panik malah membahas kronologi asli dari kejadian padahal dilihat dari reaksinya, Mio tidak tahu apa-apa dan terlihat tidak ingin mengetahui apa-apa.

"Tidak apa... Lanjutkan saja."

"Tidak, maafkan aku Mio."

Mio menundukkan kepalanya. Ah kejadiannya tadi malam ya? Begitu rupanya...

"Mio, maukah kau menemaniku? Ah tidak, maksudku ikutlah denganku." Ucap William.

"Eh?"

Belum sempat Mio menjawab, pemuda bermata biru cerah itu telah menarik tangannya.

"Ayolah, ayolah..."

Tak bisa berkelit. Lagipula Mio juga tidak punya alasan apa-apa untuk menolak.

***

Rupanya William mengajak Mio menuju sebuah kafe yang terletak di tengah-tengah kota Hellsalem's Lot. Semakin ia memasuki wilayah kota, Mio semakin banyak melihat makhluk aneh yang benar-benar diluar logika manusia. Rasanya, sama seperti melihat mereka sedang ber-cosplay.

Kafe Diannes Diner. Ruangannya bebentuk memanjang dengan arsitektur yang nyaman dan menenangkan.

"Kau lapar, Mio?" Tanya William. Mereka berdua sudah duduk berhadapan di sebuah bangku dekat dengan jendela.

Hendaknya, Mio akan menggeleng. Ia tidak mungkin membiarkan orang yang baru dikenalnya malah akan membelikan makanan baginya. Tapi, perutnya berkata lain.

Tales of Lost ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang