Perkataan terakhir dari Keisya seakan menamparku. Apakah sebercanda itu cintaku ini untuknya sehingga dia ingin mempermainkan perasaanku? Apa rasa sukaku yang tulus selama 10 tahun ini terlihat lucu baginya?
Aku akan lebih menerima jika apa yang terjadi antara aku adan Nuca semalam adalah sebuah perpisahan yang tulus darinya daripada aku harus menerima sebuah perasaan pura-pura yang berusaha ia tunjukkan padaku.
***
"Nih," seseorang menyodorkan segelas susu khas Lembang padaku.
Aku segera membalikkan tubuhku untuk menjauh saat menyadari orang itu adalah Nuca.
Aku terus berjalan tanpa menggubrisnya, tapi aku mampu mendengar langkah yang terus mengikuti.
"Jangan ikutin aku!" tegasku.
Nuca hanya diam sambil menatapku.
Aku melanjutkan langkahku, namun ia tetap mengikuti.
"Udah aku bilang jangan ikutin aku!"
"Kamu kenapa?"
"Segitu bercandanya aku buat kamu?"
"Maksud kamu apa?"
"Sampe kamu bilang ke semua orang kamu cuma mau mainin aku?"
Nuca mengerutkan dahinya. "Aku ga ngerti apa yang kamu bicarain."
Kenapa dia selalu bersikap seperti tidak ada yang terjadi setelah menyakitiku? Dia tau aku sangat menyukainya, dan selamanya akan seperti itu. Tapi kenapa sikapnya kemarin seakan membuatku berpikir kalau ia membuka cela hatinya yang selama ini tertutup untukku.
Nuca melangkahkan kakinya mendekatiku.
"Jangan mendekat," desisku lirih.
"Kamu kenapa, Ra?" Nuca tetap melangkah mendekatiku.
Ku rasakan air mata yang mulai menggenang di kedua sudut mataku.
"Karena kalo kamu terus ngikutin aku.."
aku menggantungkan kalimatku, ku rasakan sudut bibirku yang mulai turun karena menahan isak tangis yang sebentar lagi akan pecah,
"... aku bakal ngerasa ada harapan buat aku."Nuca pun berhenti melangkah.
Aku menundukkan kepalaku. Rasanya sakit sekali jika aku terus menahannya sesak yang ada di dadaku ini.
Dengan cepat, aku pun berlalu, meninggalkan Nuca yang masih berdiam diri menatap kepergianku.***
"Ra, kamu mau kemana?" Tanya Sam saat aku baru saja turun dari bus.
"Balik ke kamar."
"Loh, kamu ga mau ikut liat sunset di tebing keraton?"
"Aku cuma mau ngambil obat bentar."
"Mau aku temenin?"
"Ga usah, bentar doang."
"Yaudah, aku tunggu disini yah," ucapnya lalu hanya kubalas dengan anggukan kecil.
Aku berjalan menuju villa, sembari terus menelpon Keisya yang sedari tadi tidak kelihatan.
"Kemana sih?" Gerutuku saat hanya mendapatkan sambutan dari operator.
Aku pun menyalakan lampu kamar lalu mencari botol obatku. Setelah mendapatkannya, aku segera bergegas keluar, karena tidak ingin ketinggalan bus ke tebing keraton.
"Tapi, Nuc.." samar-samar aku mendengar suara Keisya dan Nuca dari balkon.
Aku mengernyitkan dahiku. Kenapa Keisya ada disini? Bukannya siap-siap mau pergi?
Perlahan aku melangkah menuju sumber suara yang kian jelas tertangkap oleh pendengaranku.
"Tapi aku suka sama kamu."
Pikiranku mulai bercabang. Kenapa Keisya disini? Kenapa Nuca juga berada disini? Apa yang mereka bicarakan? Dan ratusan tanda tanya yang merasuki pikiranku.
Sampai akhirnya ku lihat mereka yang tengah berdebat, entah apa yang didebatkan.
Nuca pun membalikkan tubuhnya, sedetik kemudian Keisya memeluknya dari belakang.
Degh!
Kejadian itu seakan menghantam dadaku dengan keras. Kurasakan air mata yang seketika terjatuh membasahi pipiku.
Sahabatku sendiri.
Melakukan itu?
Tiba-tiba ku rasakan sebuah tangan yang menutup mataku agar tidak melihat pemandangan yang menyakitkan itu.
"Kita pergi dari sini," bisik seseorang yang menutup mataku itu. Sam.
"Tiara?" Panggil Nuca.
"Lepasin Kei!"Aku hanya menuruti Sam yang kemudian mengarahkan tubuhku untuk meninggalkan tempat itu.
"Tiara.." Nuca terus memanggil namaku.
"Tiara!" Hingga akhirnya Nuca berhasil menarik tanganku.
Bugh!
Sam memukul keras wajah Nuca.
"Gue udah peringatin lo kemarin! Anjing lo!"Nuca meringis kesakitan sembari menghapus darah segar yang keluar dari ujung bibirnya akibat pukulan keras Sam. Ia tak membalas pukulan itu lalu kembali berjalan ke arahku.
"Tiara dengerin aku."
Aku hanya diam. Menatapnya dan Keisya secara bergantian. Yang ku pikirkan saat ini adalah rasa tidak percaya. Aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat. Aku tidak percaya dengan apa yang mereka katakan.
Kau tau bagaimana rasanya dikhianati oleh dua orang yang paling kau cintai? Hancur!
Begitulah perasaanku saat ini.
"Kenapa aku harus dengerin penjelasan kamu? Aku bahkan bukan siapa-siapa kamu," ucapku yang berusaha untuk menahan air mataku. Aku tidak ingin terlihat lemah, walaupun hatiku sangat rapuh sekali saat ini.
"Ra, aku cuma —"
Aku memejamkan mataku lalu mengangkat tanganku, mengisyaratkannya untuk berhenti berbicara.
"Aku mau pergi dari sini, Sam," ucapku pada Sam yang kemudian merangkul tubuhku untuk meninggalkan mereka berdua.
Setiap kali merasa lelah dan mencoba pergi, hatiku selalu menuntunku kembali padanya.
Tanpa aku sadari bahwa sebenarnya aku hanya menyiksa diri...
Aku lupa.. Tujuan dari cinta itu hanya satu, yaitu untuk membahagiakan
Dan jika nyatanya yang ku temukan bukanlah kebahagiaan, sederhananya itu bukan cinta.Jangan lupa tinggalkan vote dan komen setelah membaca. 1 vote dan 1 komen dari kalian sangat berarti buat aku nyelesaiin cerita ini.❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlove you
RomanceDingin. Kasar. Berhati batu. Begitulah caraku menggambarkan Giannuca. 10 tahun sudah aku menyukainya secara sepihak. Sampai akhirnya aku merasa, haruskah aku menyerah? Haruskah aku membiarkannya pergi? Semuanya terjawab saat aku mengetahui alasan me...