"Ra, udah siap belum?" Tanya ibuku yang sudah berdiri di ambang pintu dengan kopernya.
"Bentar ma," ucapku yang tergesa-gesa menarik zipper koperku.
Berhubung semesterku telah usai, aku dan ibuku akan mengunjungi ayah yang sedang bertugas di Kuala Lumpur. Hampir 5 bulan aku tidak bertemu dengannya dan jujur saja aku sangat merindukannya.
Oh ya, ngomong-ngomong soal orangtua, aku tidak pernah memperkenalkan mereka. Nama ibuku Yolanda, ayahku Pandu. Ayahku adalah arsitek yang lumayan dikenal di Kuala Lumpur, makanya ia seringkali pulang pergi Jakarta - KL sejak aku kecil.
Aku pun beranjak keluar kamar menuju mobilku.
Saat sudah berada di mobil, tak lupa aku memberikan kabar kepada Nuca.
"Nuca, aku baru mau jalan ke bandara. Sampe ketemu minggu depan yah, jangan rindu."
Ku tekan tombol kirim.
Jangan rindu? Bukankah aku yang akan merindukannya? Sebenarnya aku cukup sedih meninggalkan Nuca walaupun hanya 1 minggu. Kau tau sendiri aku bahkan baru saja berbaikkan dengannya setelah berbulan-bulan jauh darinya.
Ah, Nuca. Kenapa ia tidak membalas pesanku?
Aku takut jika ia tiba-tiba kembali berubah tanpa alasan.
Bagaimana jika yang kemarin itu hanya karena ia ingin menghiburku?***
"Ra, ayok! Udah mau take off!" Ujar ibuku seakan menyuruhku untuk cepat karena memang kami sedikit terlambat.
Aku pun menyerahkan pasporku kepada petugas imigrasi lalu melangkahkan kaki terburu-buru menuju pesawat kami.
"Ma, kok kursi kita pisah?" Tanyaku saat kami tengah mencari tempat duduk sesuai dengan yang tertera pada boarding pass.
"Udah duduk sana cepet, yang lain juga pada mau duduk."
Aku pun mendudukan diriku di sebelah seorang laki-laki yang memakai masker dan topi hitam.
Mengerikan sekali harus duduk bersebelahan dengan orang asing.
Setelah menyamankan diri di kursi, aku pun kembali berkutat pada ponselku, setidaknya sebelum kami benar-benar take off, ku harap Nuca membalas pesanku.
Tapi ternyata nihil, ia hanya membacanya. Menyebalkan!
"Hati-hati di jalan yah, Ra," bisik laki-laki yang berada di sebelahku.
Dengan cepat aku memperhatikan orang itu.
"Nuca?!" Pekikku yang membuat semua orang disana memusatkan perhatian padaku.
"Sstt!" Nuca menempelkan telunjuknya di bibirku.
Sesaat kemudian ia menujukan jempolnya kepada ibuku yang duduk bersebrangan dengan kami.
"Berhasil tan!"Ibuku pun juga membalasnya dengan jempol.
Bahkan ibuku mengetahuinya? Dasar menyebalkan!
"Kalian ngerjain aku?"
"Kaget ga?"
"Ih nyebelin!" Aku mencubit lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlove you
RomanceDingin. Kasar. Berhati batu. Begitulah caraku menggambarkan Giannuca. 10 tahun sudah aku menyukainya secara sepihak. Sampai akhirnya aku merasa, haruskah aku menyerah? Haruskah aku membiarkannya pergi? Semuanya terjawab saat aku mengetahui alasan me...