Part 35

3K 424 124
                                    

Pukul 20.00

Aku tersenyum miris lalu meraih ponselku untuk kembali menelponnya. Tak ada sahutan dari seberang sana.

Apa Nuca mengingkari janjinya lagi?

Kenapa ia tidak mengangkat telponku?

Aku berusaha untuk mempercayainya tapi mengapa rasanya terlalu sulit?

Kenapa batinku memaksaku untuk menyadari jika ternyata Nuca lebih memilih Lyo?

Aku lelah Nuca, aku lelah.

Ku pejamkan kelopak mataku berusaha untuk mengusir segala beban yang bertumpang tindih dalam kepalaku.

Degh!

Dada kiriku terasa begitu sakit. Sakit yang sudah beberapa waktu ini tak ku rasakan lagi.

Ya tuhan, kenapa harus sekarang?

Segera ku tarik laci di sebelah tempat tidurku untuk mencari obatku. Kenapa tidak ada disana?

Dengan langkah terseok-seok aku mencari ke laci lainnya di meja belajarku. Obatku juga tidak ada disana.

Aku menekan pelipisku mencoba untuk mengingat dimana aku menaruhnya.

Di lemari pakaianku!

Ku buka lemari itu dengan gusar lalu mengobrak abrik seluruh pakaianku. Sampai akhirnya aku menemukan obatku.

Setelah mendapatkannya aku pun menelan beberapa butir obat tanpa peduli takarannya.

Napasku perlahan kembali normal. Ku tegakkan pandanganku, mendekati kaca rias yang tak jauh dari tempatku berdiri sembari melihat buliran keringat yang membasahi dahiku.

Sakit itu samar-samar menghilang.

"Ra?" Panggil seseorang dari luar kamarku.

Nuca. Itu suara Nuca.

Ceklek

"Ra, maaf aku telat. Tadi jalanan macet banget. Kenapa berantakan Ra?" Nuca memperhatikan kamarku yang sekarang seperti kapal pecah.

Ku kepalkan tanganku sendiri. Ingin sekali rasanya aku mengusir Nuca dari hadapanku. Bagaimana bisa ia tidak memberiku kabar sama sekali dan membiarkanku menunggu tanpa kepastian?!

Aku pun memalingkan wajahku ke arahnya.

Tunggu.

Nuca kenapa?

Mataku menyipit saat menyadari wajah Nuca yang terlihat begitu pucat.

"Aku lari kesini, mobilnya aku tinggal, aku suruh om Maman yang ambil, karena jalan yang biasanya aku lewatin macet total," ucapnya sebelum aku sempat mengajukan pertanyaan.

Rasa marahku sirna seketika saat mendengar penjelasannya.

Aku pun melangkah untuk mendekatinya.

Ku peluk erat tubuhnya tanpa menyalahkannya.
"Pasti capek yah?"

"Nggak Ra."

"Maaf gara-gara ga mau bikin aku kecewa kamu jadi lari-lari kesini."

Sejujurnya aku ingin meminta maaf karena sudah berpikiran buruk tentangnya.

"Aku ngelakuin ini untuk diri aku sendiri."

"Untuk diri kamu sendiri?"

"Seperti yang aku bilang, Raja bukan apa-apa tanpa mahkotanya."

Aku terhenyak. "Iya Nuca. Makasih udah ngelakuin ini buat diri kamu sendiri," aku pun melepaskan pelukan kami. "Kalo gitu kita jalan ke taman komplek aja yuk?"

Unlove you Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang