Cuaca dingin sama sekali tak mengurangi antusias Hinata. Tak ada yang tahu apa yang tengah dipikirkan oleh gadis itu, namun di raut wajahnya terlukis jelas kegembiraan. Dia berjalan cuek sembari mendengarkan musik dari ipodnya. Sesekali terdengar bunyi suara datar dari bibirnya saat dia menirukan nada yang keluar dari mini ipod tersebut.
Hinata melangkah pasti memasuki halaman sebuah gedung apartemen yang tampak biasa-biasa saja. Karena sudah tahu alamat yang akan ditujunya, Hinata berlalu tanpa acuh melewati meja resepsionis.
Setibanya di depan pintu apartemen yang dia cari Hinata mengetuk keras pintunya padahal bel masing berfungsi. "Sakimo, apa kau di dalam?"
"Sebaiknya kau pulang, Hinata! Sebelum kutarik badanmu menjadi lebih panjang." teriak seorang gadis dari dalam.
"Yasudah! Aku pulang. Lain kali jangan mencariku lagi saat kau dikejar-kejar para bodyguard lintah darat kemarin. Aku tidak akan meminjamkan setengah yen pun padamu. Kau dengar, kan? Aku serius."
"Aku hanya bercanda, masuk saja. Pintunya tidak dikunci." dari dalam gadis bernama Sakura itu berteriak lagi."
Makanya, jangan macam-macam denganku. Batin Hinata berteriang girang sebab berhasil mengerjai Sakura dan gadis itupun segera masuk ke dalam apartemen temannya itu. "Sedang apa kau, Sakura?" ucap Hinata berbasa-basi begitu menjumpai temannya sedang duduk manis di depan sebuah TV layar datar.
Berbanding terbalik dengan bagian luar gedung apartemen yang terlihat standar dan sederhana, ternyata di dalam ruang apartemen diisi dengan barang-barang elit. "Untuk apa kau tinggal di komplek apartemen sederhana?"
"Aku sengaja bersembunyi. Tak ada yang akan curiga kalau aku tinggal di sini."
"Tapi itu sungguh jauh berbeda dari selera dan gayamu, benar kan? Lihat saja ruanganmu ini, Inilah gayamu yang sesungguhnya. Hinata mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang tampak eksklusif karena dipenuhi oleh barang-barang berkelas dan pasti mahal. Hinata hapal betul barang-barang yang dilihatnya. Sebagian darinya terdapat juga di mansion mewah milik keluarga Hinata.
"Memang." Sakura mengambil napas perlahan. "Aku sudah terbiasa dengan tempat ini. Cukup nyaman kurasa. Kenapa kau datang kemari?"
"Aku merasa bosan, dan kau juga tahu kan. Hanya kau satu-satunya orang yang ku kenal di kota ini. Keadaan kita juga hampir sama memprihatinkannya." Hinata mengambil duduk di depan Sakura.
"Jelas berbeda, Hinata. Kau memiliki keluarga yang begitu peduli padamu. Sedangkan aku? Orang tuaku hanya setahun sekali datang mengunjungiku. Mereka bahkan pernah hanya mengirimkan surat. Ini jaman apa memangnya, sekedar video call untuk memastikan kondisiku saja tidak pernah mereka lakukan. Alasan-alasan klasik yang mereka lontarkan membuatku mual saat mendengarnya."
"Sekarang kupikir akupun sama denganmu. Kuakui mereka menyayangiku, selalu memberikan apa yang kumau dan belum pernah menolaknya. Tapi berbeda dengan beberapa hari yang lalu. Ayah marah sekali padaku. Seumur-umur itu kemarahan terbesar Ayah yang yang pernah kulihat."
"Pasti ada alasannya kenapa dia marah padamu."
"Ini semua memang salahku." raut wajah Hinata berubah menyesal. Hidup enak yang kudapat membuatku lupa bagaimana sulitnya perjuangan orang tuaku hingga keluargaku bisa menjadi seperti sekarang ini. Aku tak punya hal apapun yang bisa kubanggakan dan Ayah mulai merasa kecewa. Dia berpikir bahwa dialah yang tidak becus dalam mendidikku." jelas Hinata.
"Lalu, kenapa kau kabur?"
"Ayah menerima lamaran seorang pria kaya untukku."
"Kau menolaknya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving with OCD Guy ✓
RomanceSiapa yang bisa menolak jika harus dihadapkan pada suatu kelainan aneh. Mengidap misofobia bukanlah keinginan Naruto. Tentu saja hal ini sangat mengganggu dan bertolak belakang dengan pekerjaan yang tengah dirinya geluti. Berkutat dengan kamera, lam...