Merupakan salah satu aktor kenamaan di UAA agensi. King Naru dikenal karena ketampanan dan bakat drama yang luar biasa. Setiap drama yang ia bawakan selalu dapat menghibur pula meninggalkan kesan istimewa bagi para penonton. Orang-orang dari semua kalangan senantiasa menunggu acara TV si bintang bersinar yang namanya kian meroket tersebut.
Naru sangat menyukai spageti bersama secangkir teh hangat. Lelaki berpenampilan bersih juga rapi itu hobi sekali membaca majalah dan mendengar musik-musik jaz. Cocok dengan kepribadiannya yang tenang, tak banyak bicara namun sekaligus hangat dalam satu waktu. Banyak hal menjadi favorit si aktor tampan. Tapi ada pula beberapa perkara yang justru teramat ia benci, yaitu berbohong dan kepura-puraan. Terbiasa melakukan segalanya sepenuh hati, membuat Naru enggan membenarkan alasan apa pun yang mendasari seseorang sampai berbuat tidak jujur, sungguh sebentuk pemikiran nan absolut.
Mengenakan kimono berwarna biru tua, begitu selesai mandi Naru berbaring di atas ranjang berikut kedua tangan merentang. Pandangan lelaki itu fokus pada plavon berwarna keemasan yang menghiasi langit-langit kamar. Matanya nyaris terpejam andai suara Hinata tak menyapa telinga.
Naru melirik, mendapati perempuan itu berjalan hendak ke kamar. Namun masih di depan pintu, ia memutar langkah untuk lebih dahulu ke kamar mandi guna membersihkan diri."Tunggu ya, aku mandi dulu. Hanya sebentar," ucap Hinata saat ia menoleh singkat pada Naru. Sedangkan lelaki itu memberi respon seadanya tanpa kata, menyambut dengan kernyit di dahi.
Dalam lima belas menit kemudian, Hinata keluar dari kamar mandi. Ia memakai kimono berwarna oren pastel dan rambutnya yang basah masih dibalut handuk. Langkah perempuan itu terhenti begitu melihat Naru berada di dapur, sedang mengambil minuman di kulkas. Ia mendekati, lalu bicara, "Bukankah tadinya kau ingin tidur? Kenapa tidak jadi?"
Napas kelegaan terdengar dari mulut Naru saat air mineral dingin itu membasahi tenggorokannya. "Kau yang memintaku menunggumu selesai mandi," jawab Naru dan ia beringsut akan ke ruang TV, disusul Hinata yang turut berjalan di belakangnya.
"Ya Tuhan, aku lupa sudah mengatakan itu padamu." Hinata mendesah pelan sebelum melanjutkan kalimatnya, "Naru, ada yang ingin ku..." kata-kata Hinata mendadak terhenti tatkala untuk yang kedua kalinya, lagi-lagi kaki perempuan itu tersandung oleh karpet.
Baru saja Naru menoleh, Hinata justru hilang keseimbangan hingga keduanya mendarat di atas sofa. Suatu peristiwa tidak disangka-sangka kini menimpa sejoli tersebut. Posisi yang tampak intim karena Hinata berada di atas tubuh Naru, mereka menempel tanpa disengaja sehingga keduanya sontak terbelalak ketika benda hangat nan lembut di wajah mereka juga turut saling menempel.
Cukup lama keduanya bertahan dalam keadaan tersebut, sampai Naru menundukkan pandangannya, namun yang ia dapat adalah kemolekan belahan dada Hinata. Terang saja, ia baru selesai mandi dan memang belum mengenakan apa pun selain kimono yang menyelimuti tubuhnya. Dengan reflek Hinata menarik kedua tangan dari pundak Naru kala menyadari mata lelaki itu tertuju ke sana, begitupun Naru yang cepat-cepat mengalihkan wajahnya karena malu.
"Maaf, aku tidak sengaja," ucap Naru ragu-ragu. Ia belum berani menatap wajah Hinata.
"Tidak, itu bukan salahmu. Harusnya aku yang minta maaf. Kakiku tersangkut di permadani ini," sanggah Hinata seraya mengibas-ngibaskan kedua tangannya. Ia memperhatikan Naru yang masih saja memalingkan wajah darinya, lalu bertanya, "K-kau tidak apa-apa 'kan? Ciuman itu... hanya kecelakaan. Aku tidak berencana mengerjaimu, sungguh. Aku benar-benar tak menduga bisa terjadi."
Pengumuman Hinata barusan membuat Naru terperangah, lelaki itu melongo diam. Ia menyentuh bibirnya kemudian menyadari satu hal, dalam rongga mulut banyak bakteri Streptococus mutan, Streptococus sanguinis, S. Viridans,
Staphylococcus sp dan Lactobacillus sp. Jika berpindah dari tempat asalnya maka bakteri-bakteri itu bisa menjadi penyakit. Streptococus mutan dan Streptococus sanguinis, itu penyebab gigi berlubang. "Tidak!" Naru histeris singkat, ia melirik bingung pada Hinata sebelum akhirnya pingsan."Astaga, kenapa dia?" Hinata tak kalah terkejutnya. Ia spontan mendekat, menepuk-nepuk pipi Naru untuk membangunkan lelaki itu. Peluh dingin muncul di dahinya membuat Hinata semakin heran. "Dia seperti ketakutan, tapi apa?" pikiran Hinata melayang-layang, memutar lagi peristiwa yang telah ia lewati selama berada di dekat si rubah seksi ini. Tak berselang lama Hinata mengambil ponselnya sekejap ke dalam kamar dan langsung kembali ke ruang TV. Ia membaringkan tubuh Naru kemudian duduk di tepi sofa.
Perempuan itu tampak sedang mencari informasi dengan membrowsing internet. Begitu apa yang ia cari muncul di layar ponselnya, raut wajah Hinata berubah masam. Ia mengamati Naru dengan kesal seraya mencebikkan bibir. "Dasar pemburu kuman! Kau pikir mulutku beracun? Aku sudah menyikat gigiku. Asal kau tahu saja, gigiku adalah yang terbaik di antara keluargaku." Hinata menggerutu sejenak ketika pada akhirnya ia memandang iba wajah Naru. "Berarti baru pertama kali bagimu, ya? Tapi aku pun sama, itu ciuman pertamaku dan kau malah pingsan," gerutu Hinata. Ia beranjak untuk mengambil handuk bersih berikut minyak angin di dalam tasnya.
Beberapa menit kembali, Hinata menghela napas berat, ia menyeka perlahan keringat di dahi Naru. Berlanjut ia membuka tutup minyak angin sebelum mendekatkan ke hidungnya. Tak sampai lima menit, tampak Naru merespons hingga dia mengerjap-ngerjapkan kelopak mata. Terjadi untuk kesekian kalinya, ia terperanjat lalu beringsut ke lengan sofa. "Kau!" ucapnya kaku.
"Ambil ini!" seru Hinata seraya memberikan minyak angin itu kepada Naru. Ia berbalik berencana ke kamar guna mengenakan pakaian. Tapi rasa kesal masih menguasainya, ia lantas kembali menoleh lalu mengumpat, "Aku tidak kotor sampai kau pingsan hanya karena sentuhanku, aku juga bukan sumber penyakit seperti yang kau pikirkan."
Kening Naru mengerut, ia hanya mengamati Hinata dengan wajah kusut. "Kenapa dia? Apa dia marah karena aku tak sengaja melihat itunya?"
▪▪▪
"Kou, bagaimana? Sudah ada perkembangan?" setelah menyesap perlahan kopinya, wanita cantik berambut sekelam malam itu mengumumkan pada salah seorang pengawalnya.
"Maaf, nyonya. Kami belum menemukan tanda-tanda keberadaan Nona Hinata. Aku sudah mengerahkan seluruh anak buahku. Tapi mereka belum juga dapat memberikan informasi." lelaki itu menjawab tenang, wajahnya tertunduk.
Berdeham anggun, Hyuga Hannaeri menggulir pandangan ke semua pengawalnya. "Lihat ini! " serunya sembari meletakkan beberapa lembar foto ke atas meja. "Aku mendapatkan foto itu dari pria yang kusewa sebagai mata-mata." nada suaranya terdengar lembut dan tegas secara bersamaan.
Sedangkan si pengawal, mengambil hati-hati salah satu foto tersebut. Dengan wajah bingung Kou berkata, "Tapi siapa perempuan ini, Nyonya? Apa dia mata-mata yang anda sewa?"
Hannaeri mendesah pelan, "Kau sungguh tidak mengenalnya?" tanya wanita itu serius. Namun semua pengawalnya di sana, tak satu pun dapat memahami apa maksud dari si Nyonya besar. "Dia Hinata, putriku?"
Semua pengawal saling melempar pandangan penuh tanya, kemudian mengambil foto-foto lain yang ada. Memperhatikan lekat-lekat sosok perempuan di dalam potret. "Kalau diamati, perempuan ini begitu mirip dengan Nona Hinata, Nyonya."
"Bodoh! Dia memang Nona Hinata." Kou menyerukan saat salah seorang temannya belum juga menyadari.
"Jadi kalian sudah mengerti 'kan? Cari putriku sampai dapat. Aku kehilangan jejak, terakhir kalinya orang suruhanku mengatakan kalau putriku berada di Tokyo. Tapi sudah dalam beberapa hari ini dia tidak menemukan keberadaannya. Kalian harus bergerak cepat, beritahu aku informasi sekecil apa pun," titah Hannaeri dengan jelas.
"Baik, Nyonya." Kou menjawab singkat sembari mengangguk. Berakhir ia dan teman-temannya bersama langkah penuh keyakinan pergi dari ruang pribadi nyonya mereka.
"Suamiku, akan kuberi kau pelajaran jika terjadi sesuatu pada putriku."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving with OCD Guy ✓
Lãng mạnSiapa yang bisa menolak jika harus dihadapkan pada suatu kelainan aneh. Mengidap misofobia bukanlah keinginan Naruto. Tentu saja hal ini sangat mengganggu dan bertolak belakang dengan pekerjaan yang tengah dirinya geluti. Berkutat dengan kamera, lam...