Setibanya Naru di UAA, kantor agensi yang menaungi karier keartisannya, ia turun dari sedan BMWi8 putih miliknya dengan gagah, menapaki ubin-ubin dari area parkir menuju ke dalam gedung. Penampilannya trendi, dia selalu memukau, menjadi hiburan mahal bagi siapa pun yang melihatnya.Naru berusaha tenang meskipun ia risih, Konohamaru sialan! Otaknya masih terus mengumpati ketidakberadaan asisten pribadinya tersebut. Hal biasa memang berhadapan dengan orang-orang di tempat umum atau khusus seperti ini, tapi akan berbeda bila kau pengidap misofobia. Tanpa Konohamaru, Naru merasa sedang berusaha mati-matian melawan marabahaya yang siap mengancam hidupnya.
Ketua Mei meneleponnya tadi malam, jika bukan perihal penting, King Naru pasti berpikir ulang untuk datang ke sini. Dia cukup memahami sifat pimpinan agensi tersebut, apalagi Ketua Mei sangat mengenal Naru begitupun masalah mysophobia yang ia derita.
Naru sampai di depan kotak lift. Ia memakai sarung tangannya sebelum menekan tombol, beruntung tak banyak orang yang turut masuk ke dalam. Hanya seorang cleaning service pria yang terlihat membawa ember berisi air berikut alat pelnya. Naru langsung berbalik membelakangi si cleaning service. Pria itu mendengus seraya menggerutu layaknya orang bisu, ia menahan suaranya. Bunyi denting lift membuat Naru menghela satu kali napas panjang. Ia lega, lalu keluar mengambil arah berbeda dari cleaning service yang sudah lebih dulu berlalu.
.
.
."Di mana Konohamaru?" Ketua Mei membuka obrolan. Dia dan Naru duduk berhadapan di antara meja kayu jati bundar berukuran besar. Sembari bersandar pada kursi, wanita hampir paruh baya itu mengamati Naru.
"Dia meminta cuti dan Itachi mengizinkan." ia menjawab seadanya, raut kesal di wajahnya pun masih jelas terlihat.
"Sebaiknya kau pertimbangkan lagi usul yang kukatakan tempo hari, mencoba terapi lalu terbebas dari penyakit anehmu itu. Apa kau tidak mau? Pikirkan lagi, demi masa depan karirmu," ujar Ketua Mei. "Tsuba...!" teriaknya dengan lembut, memanggil pria yang berada di balik pintu ruangan.
"Iya, Nyonya." sahut pria yang berprofesi sebagai office boy tersebut setelah masuk ke ruangan.
"Tsuba, tolong bawakan minum untuk kami, ya." titah Ketua Mei, tuturnya ramah, ia mengulas senyum tipis di wajahnya yang masih tetap cantik. "Kau minum apa?" ia melirik Naru yang tampak melamun.
"Air mineral saja." jawabnya setelah menengadah."
"Secangkir espreso dan sebotol air mineral dingin."
"Baik, Nyonya." jawab si office boy sembari membungkuk, ia keluar dan segera memenuhi perintah bos besarnya tadi.
"Minggu depan syutingnya dimulai, seluruh tim akan ke Seoul. Persiapkan dirimu, takutnya kau tidak nyaman di sana. Tapi, jangan sampai orang-orang memperhatikanmu secara berlebihan, itu juga tidak bagus. Bisa saja mereka justru lebih tertarik dengan masalah pribadi atau karena melihat gerak-gerikmu yang berbeda, menjadi kesempatan bagi pihak tak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan. Pada saat itu mereka akan terus mencari informasi sekecil apa pun menyangkut dirimu, kau harus berhati-hati."
Naru gelisah, pria itu memijit-mijit dahinya yang mulai terasa pening. "Kenapa harus di sana?" ia mengimbuhkan protesnya pada Ketua Mei.
"Ini bukan kuasaku. Produser dan sutradara yang menentukan," jawab Mei sekenanya. Ia lalu mengamati Naru sambil menumpukan kedua tangannya di atas meja. "Masuklah!" serunya saat mendengar suara ketukan pintu. "Terimakasih ya, Tsuba." ucap Ketua Mei padanya karena sudah menghidangkan minuman ke atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving with OCD Guy ✓
Roman d'amourSiapa yang bisa menolak jika harus dihadapkan pada suatu kelainan aneh. Mengidap misofobia bukanlah keinginan Naruto. Tentu saja hal ini sangat mengganggu dan bertolak belakang dengan pekerjaan yang tengah dirinya geluti. Berkutat dengan kamera, lam...