Chapter 29

1K 225 137
                                    

Bila King Naru telah menunjukkan jati dirinya sebagai seorang aktor kenamaan di Tokyo, maka sepasang mata terpejam pula tak dapat melewatkan pesona si rubah seksi. Daya tariknya terlampau kuat, hingga setiap wanita tak kuasa untuk rela melepas kemilau tampannya. Lihat saja penampilan dia sekarang, mengenakan kaus slimfit berwarna abu-abu, berpaduan dengan celana denim dan blazer tanpa lengan berwarna hitam. Terang saja dia teramat pantas sebagai sosok yang kerap dikagumi.

 Selagi menunggu Hinata, ia pun duduk bersandar di sofa di ruang tamu. Tangannya memutar-mutar topi berbahan jerami yang tempo hari sempat ia beli di toko suvenir. Untung saja Hinata tidak membuat dirinya menunggu lama. Tanpa bersuara perempuan itu kini sudah berada di hadapan Naru, namun ia belum menyadari. Lantas Hinata pun berdeham pelan, kemudian mengatur posisinya agar terlihat anggun.

"Bagaimana penampilanku?" tanya Hinata saat atensi Naru sudah teralihkan ke dirinya. Lelaki itu menatap dengan saksama, boleh  jadi ia tengah terpikat akan kemolekan HInata.

"Kau berbeda, tadinya kupikir tidak akan sebagus ini. Tapi ternyata kau sangat cantik," puji Naru enteng tanpa melepas pandangannya dari Hinata.

"Sudah, jangan melihatku terus. Kau bisa terlambat jika kita tidak pergi sekarang." Hinata berterus terang dengan gelagat malu-malu.

"Baiklah tuan putri Nako, ayo." Naru memakai topi, kemudian merapikan sebentar blazernya. Ia menggamit pergelangan tangan Hinata dan menariknya perlahan. Bukan mengikuti pergerakan Naru Hinata justru terpaku melihat lelaki itu. "Ada apa?" tanya Naru.

"Aku suka penampilanmu. Kau sungguh tampan."

"Nako, aku tidak akan terkejut hanya karena kau memuji atau mengagumiku sampai sehebat itu. Aku memang sudah tampan sejak lahir, jadi kau tidak perlu heran," sahut Naru santai mengabaikan Hinata yang kini cemberut dan mencebikkan bibirnya.

"Aku menyesal mengatakannya tadi."

"Apa yang kau ucapkan tidak bisa ditarik lagi. Harusnya kau bangga karena kekasihmu ini tampan. Memangnya siapa lagi yang harus senang kalau bukan kekasihku sendiri," imbuh Naru selagi ia menuntun Hinata sampai ke dalam mobil.

"Iya, tampan. Tapi kau juga menyebalkan," rengek Hinata disambut tawa ringan oleh Naru.

"Kau saja yang belum tahu. Aku ini golongan pria yang selalu dirindukan kaum wanita."

"Masih juga terlalu percaya diri."

"Aku serius, Nako." Naru melepas senyum menawan di wajahnya sebelum menarik persneling, lalu mobil pun melaju menyisakan suara deram sesaat.

"Tapi Naru..." ucapan Hinata tertahan. Ia melirik sejenak kemudian memandang ke depan. "Apa kau tidak malu memiliki kekasih sepertiku?"

"Apa salahnya? Kau cantik, baik, ya walau pun sedikit cerewet dan aku sempat kesal padamu... tak jadi masalah. Mungkin ini yang dinamakan cinta," jawab Naru sambil sesekali menoleh pada Hinata.

"Aku tidak memikirkan perihal yang kau katakan. Seorang aktor terkenal menjalin hubungan dengan asisten? Ayolah, aku sendiri terkadang masih merasa konyol. Belum lagi menghadapi sekumpulan fangirl-mu. Tak bisa dibayangkan bagaimana besarnya kebencian mereka terhadapku, yang jelas saat orang-orang tahu bahwa Miya Hanako menjalin hubungan dengan Namikaze Naruto... detik itu juga di seluruh penjuru Tokyo akan tersebar berita hangat tentang kita."

"Kau takut?" tanya Naru seraya membelai halus pipi Hinata.

"Ehm... mungkin karena hal ini baru bagiku, aku jadi agak gugup. Walau sebenarnya lebih mencemaskan kariermu, apa kata mereka nanti bila sudah tahu?"

"Entah, aku tidak pernah menduga itu, Nako. Bagiku asalkan nyaman, siapa pun dirimu tidak penting lagi."

"Kau akan tetap mencintaiku?"

Loving with OCD Guy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang