Hinata adalah gadis periang, walau agak manja. Parasnya tidaklah cantik seperti perempuan-perempuan lain. Ia berbeda, Hinata memiliki sesuatu pada dirinya. Sebuah pesona alami, mampu menyebabkan orang-orang terpukau terlalu dalam. Berasal dari keluarga kaya raya tak pula membawa dia pada sifat angkuh atau mempergunakan posisinya demi memperoleh segala kemudahan. Pasalnya sang ayah punya peraturan tegas terhadap Hinata, termasuk alasan atas keberadaan dirinya sekarang ini. Dia merupakan sosok perempuan dengan kehidupan serba mewah dan sedang berupaya mendapatkan pengakuan dari keluarga besarnya, terutama ayah.
Menyembunyikan rapat-rapat kebenaran identitasnya, tentu semua itu tidak mudah bagi Hinata. Menyesuaikan diri dengan cara menutup manners yang semula membentuk kepribadian. Belum lagi menghapus ciri-ciri menonjol dalam fisik, mulai dari mengecat rambut sampai mengubah seluruh penampilan atau cara berpakaian pun ia perbuat, totalitas demi tercapainya tujuan.
Penyamaran apik pastilah menipu penglihatan, tak terkecuali bagi Naru. Lelaki berpenampilan klimis tersebut sama sekali tak menyadari hal mencurigakan apa pun pada Hinata. Bahkan semenjak kedatangannya yang tak biasa, ia menganggap bahwa Hinata benar sedang tersesat dan hanya membutuhkan pekerjaan. Entah apa yang akan terjadi, andai dia tahu fakta tentang perempuan itu.
▪▪▪
"Aku mau keluar bersama anak-anak, kau tidak ikut?" imbuh Hinata selagi Naru menikmati waktu luangnya membaca majalah, "Yang kaulakukan sangat membosankan. Sebelum shooting dimulai, lebih baik kita berjalan-jalan. Apa bagusnya seharian cuma berada di kamar?"
Lelaki itu mendongak, mengamati Hinata. Tak lama ia mendengkus lalu menjawab, "Tidak, aku di sini saja."
"Ayolah... kita akan cari tempat-tempat yang cocok untukmu," timpal Hinata lagi. Namun Naru belum terlihat berminat akan ajakannya. "Sekalian kau coba membiasakan diri di lingkungan ini, mau ya?"
Naru mendengkus, lalu mengamatinya sekali lagi. "Hanya sebentar, setengah jam."
"Ya, ya, baiklah," sahut Hinata. Dia mandi saja bisa dua jam, diajak keluar mintanya setengah jam. Dasar pemburu kuman! "Sanitizer-nya simpan di sakumu."
Lelaki itu tetap bergeming saat mengambil sanitizer dari tangan Hinata, kemudian berjalan ke kamar mandi untuk mencuci tangannya terlebih dahulu di wastafel. "Tadi selesai sarapan, kau sudah mencuci tanganmu 'kan? Baru lima belas menit berlalu, tapi kau mencucinya lagi. Lama-lama kulitmu bisa menipis." Hinata berujar begitu saat ia menyusul lelaki itu ke wastafel. "Lihat! Sampai mengeriput loh."
"Ayo!" seru Naru setelah ia melempar handuk ke dalam keranjang di bawah wastafel.
▪▪▪
"Kiba, kau menghalangiku." Lee menggerutu seraya menarik lengan Kiba saat lelaki itu berjalan beriringan dengan Sakura.
"Jangan mengacau, Lee!" seru Kiba sembari mendelik tajam. "Dari tadi kau terus saja berisik, nanti bos bisa marah."
"Makanya jangan dekat-dekat dengan Sakura. Kau jalan di depan, biar aku yang bersama sakura." Lee bersungut-sungut, menunjukkan muka masamnya sambil masih berusaha menggeser Kiba.
"Ya Tuhan, kenapa aku selalu berhadapan dengan pria-pria bodoh semacam ini? Sadako jauh lebih beruntung, meskipun si tampan itu agak aneh," keluh Sakura sembari memperhatikan gelagat Kiba dan Lee. Ia mulai kesal saat kedua lelaki itu saling mendorong satu sama lain. Sakura mengembus kuat napasnya, batas kesabaran habis dan ia langsung menghardik, "Hei, kalian berdua! Menjauh dariku! Biarkan aku berjalan dengan tenang di sini, kalian pindah ke depan atau ke belakang, tidak ada yang boleh berjalan di sampingku, mengerti? Minggir!" Baik Kiba maupun Lee hanya bisa melongo diam, Sakura sangat mengerikan saat mengamuk, menyebabkan mereka bahkan tak punya nyali untuk menjawab. Berlanjut keduanya mengalah dan mundur empat langkah ke belakang.
Sungai Yangjaecheon, dengan panjang yang diperkirakan mencapai lebih dari lima belas kilometer, sungai ini adalah salah satu anak sungai di Sungai Hangang. Berasal dari pegunungan Cheonggyeosan dan Gwanaksan, airnya mengalir melalui wilayah Gwacheon ke Gangnam. Terdapat jalan kecil dan jalan yang membentang dari Dogok-dong ke Daechi-dong di sepanjang Sungai Yangjaecheon.
Jalur di Sungai Yangjaechon merupakan tempat yang tepat untuk berkendara karena jalan dilapisi oleh sekitar 830 pohon metasequoia yang megah. Ada pula jalan setapak yang membentang di sepanjang tepi sungai, orang-orang menyebutnya sebagai streetlight walk. Daerah ini pula adalah sebuah tempat kencan yang sangat populer bagi masyarakat, karena pepohonan yang diterangi lampu jalan memberi suasana romantis nan mengagumkan. Area Yangjaecheon Stream Trail adalah sebuah jalur untuk bersepeda. Jalur tersebut membentang di sepanjang jalan dari Gwacheon ke Gangnam.
"Tempatnya asyik, ya? Kau suka?" tanya Hinata seraya memiringkan sedikit kepalanya, menatap dengan semringah wajah tampan si pemburu kuman.
"Uhm, lumayan. Belum ramai orang-orang, jadi tidak masalah untukku." Naru mengangguk dengan bibir berlipat sehingga memperlihatkan kembali kedua lesung pipinya.
"Jangan lakukan itu di tempat umum." kata Hinata, mengundang kernyit di dahi Naru.
"Melakukan apa?"
"Kau menggigit bibir, itu membuatmu tiga kali lipat lebih tampan. Kalau orang lain yang melihat, terus mereka terpesona lalu mendekatimu. Kau juga yang repot 'kan?"
Naru berusaha tetap tenang ketika mendengar pernyataan Hinata tadi, lelaki itu mengalihkan pandangannya ke sisi lain seraya senyum-senyum sipu dalam diam. Tak lama ia berdeham lalu mengatakan, "Aku ingin ke sana, melihat sungai dari jarak dekat," ucap Naru asal, dengan wajah biasa-biasa saja. Padahal di dalam hati, rasa senang menggodanya.
"Nako! Hei, Nako!" Kiba berteriak memanggilnya. Lelaki berambut cokelat itu, mempercepat langkah mendekati Hinata. Tangannya merangkul bebas pundak Hinata selagi ia mengajak perempuan itu untuk duduk di bangku kayu yang terletak di sisi kanan. "Ayo, duduklah sebentar. Apa kau tidak lelah? Kita sudah berjalan jauh." Kiba menarik-narik kausnya karena merasa gerah.
Iris safir biru terbelalak, Naru refleks menjauhkan tubuhnya dari Kiba. Ia bahkan tersandung ke belakang akibat bergerak secara tiba-tiba.
"Bos, kau kenapa?" tanya Kiba polos. Selaras dengan benaknya yang memang tak mengetahui perihal apa pun tentang Naru. "Hati-hati, bos. Kau pun lelah 'kan? Sudahlah, kita semua harus duduk. Ayo, bos!" tutur Kiba mencoba menarik lengan Naru, tapi lelaki itu langsung beringsut menjauhkan diri. Segera ia mengeluarkan sanitizer, lalu menjeprat seluruh tubuhnya, tak ketinggalan pula dengan Kiba.
"Naru, cukup! Kau membuatnya susah bernapas." Hinata berujar, tak tega menyaksikan Kiba yang terbatuk-batuk sembari mengibas-ngibaskan kedua tangan. "Dia bisa pingsan, Naru!" kata Hinata lagi, agak menekan nada suaranya.
"Kau tahu berapa jumlah bakteri yang hinggap di dalam cairan keringat?" Naru bersedekap di hadapan Kiba setelah menyimpan kembali sanitizer-nya ke saku celana.
"Apa yang kau semprotkan tadi, bos? Rasanya pahit." Kiba berkata ketika ia merasakan aneh di tenggorokannya, seolah ia ingin memuntahkannya saat itu juga.
"Naru, kau tidak bisa melakukan itu padanya. Itu berlebihan Naru. Kalau dia..."
"Dia tidak akan mati hanya karena cairan pembersih. Tapi dia bisa saja sakit karena bakteri." Naru menjawab ketus kemudian melanjutkan langkahnya.
"Tolong maafkan dia ya, Kiba. Sebenarnya dia tidak bermaksud untuk sengaja melakukan itu," ucap Hinata menyesal, kemudian menyusul langkah si pemburu kuman. "Naru, tunggu! Dengarkan aku dulu."
"Tidak mau, kau di sana saja bersama mereka," kata Naru sewot ketika Hinata sudah berada di dekatnya.
"Kiba itu yang juga akan ikut membantumu, dia asistenmu juga 'kan? Ramahlah sedikit, mereka orang-orang yang baik." Hinata menuturkan hati-hati dengan nada suara halus.
"Kau lupa kalau aku tidak terbiasa dengan yang kotor-kotor? Dia penuh keringat. Ah... aku baru ingat. Tadi dia merangkulmu 'kan? Pakai ini, bersihkan sendiri. Keringatnya sudah menempel di tubuhmu." Naru menyerahkan sanitizer ke tangan Hinata sebelum mendahului perempuan itu, membawa kekesalan di wajahnya.
Hinata mendesah pelan, ia menatap heran sanitizer di tangannya kemudian memandang punggung Naru yang kian menjauh. "Dia itu kenapa, sih?"
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving with OCD Guy ✓
RomanceSiapa yang bisa menolak jika harus dihadapkan pada suatu kelainan aneh. Mengidap misofobia bukanlah keinginan Naruto. Tentu saja hal ini sangat mengganggu dan bertolak belakang dengan pekerjaan yang tengah dirinya geluti. Berkutat dengan kamera, lam...