47

2.7K 108 39
                                    

" Aku hanya punya satu ecoding. Jadi kalian pilih siapa yang mau diselamatkan terlebih dahulu."

"Tidak bisa, kau harus menyelamatkan keduanya dokter"

"Aku berharap bisa membunuh kalian. Aku terpaksa melakukan semua ini karena kakakmu. Kamu harus ingat karena terpaksa"

"Romi benar-benar brengsek. Lain waktu bila ada kesempatan aku pasti akan membunuhnya."

"Simpan saja kemarahanmu itu untuk menyelamatkan kedua orangtuamu dev"

Devon menggebrak meja dihadapan rania yang duduk lemas. Rania seakan tidak memiliki ketakutan apapun dengan kemarahan devon yang ada didepan nya. Rania masih merasa berada diatas angin, walaupun dia tak tahu dengan nasibnya nanti.

Devon yang masih muda, masih gampang tersulut emosi dan cenderung tidak berpikir panjang dalam berbuat. Devon selalu menuruti keinginannya tanpa mempertimbangkan dampak perbuatannya.

"Lalu siapa yang terlebih dahulu ? Pikirkan baik-baik ! Aku menunggumu dev, sebaiknya rundingkan dulu dengan kakakmu."

Devon melangkah keluar menemui keluarganya.
Kesal bercampur cemas. Bingung apa yang harus dilakukan untuk membebaskan kedua orang tuanya. Dia ingin mereka bangga terhadap dirinya. Berbagai cara dia lakukan agar terlihat dianggap sebagai anak oleh orangtuanya. Terlebih dihadapan daddy nya. Selama ini hanya kakaknya yang terlihat lebih dimata mereka. Terlihat sempurna dan tak satupun cela diri kakaknya.

"Apa yang dikatakannya dev?"

"Wanita itu benar-benar tidak bisa diandalkan dad"

Devon menghembuskan nafasnya dengan berat.

"Biar kakakmu yang bicara dengan dokter itu. Mereka berteman sangat baik. Semoga saja ada jalan untuknya."

"Terserah"
Devon berucap kesal sambil berjalan keluar namun langkahnya terhenti oleh ucapan marcel

"Apa yang membuatmu kesal hingga berucap seperti itu didepanku?"

Devon hanya berdiri memaku tanpa berkata apapun. Pandangannya menajam kedepan.
Marcel berdiri dari duduknya berjalan mendekati putranya itu.

"Aku tahu dev. Kamu iri dengan kakakmu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu. Dia sangat menyayangimu. Dia bahkan mempercepat pertemuannya dengan Petrov karena mencemaskanmu. Dia sangat sedih melihat kau terluka. Setiap saat dia selalu menanyakan keadaanmu. Aku berharap kau menyayanginya, bagaimanapun juga dia kakakmu."

Wajah devon terlihat merasa bersalah mendengar penjelasan marcel. Dia merasa bersalah karena kakaknya ternyata begitu memperhatikannya.

"Dev.. Daddy juga bangga padamu. Meskipun daddy sering memarahimu, karena aku ingin kamu dewasa dan tidak kekanak-kanakan. Kelak bila aku dan mommy mu sudah tiada kalian harus saling menyayangi."

"Maafkan aku dad."

Devon memeluk marcel dengan erat. Marcel sangat memahami isi hati putranya itu. Marcelpun memeluk erat putranya seraya menepuk pelan pundaknya.

"Hei.. Apa aku melewatkan sesuatu disini?"
Suara sarah mengendurkan pelukan mereka.

"Tidak ada. Dari mana saja kamu? Kau sangat suka berkeliaran seenaknya." Marcel mulai dengan suara ketusnya.

"Aku...hanya berjalan-jalan disekitar sini saja, lagi pula ada banyak guard disini. Jadi aku rasa semua akan aman-aman saja."

"Mom, sepertinya dia sangat mencemaskanmu."
Devon menjahili wanita didepannya.

Marcel menyuruh mereka duduk diberanda samping rumah.
Sebuah taman yang tak begitu luas terhampar dihadapan mereka, suasana asri nan sejuk menghipnotis mereka. Ternyata disisi kebengisan marcel terlihat ada sisi baiknya juga. Mungkin karena dikepalanya tertanam sesuatu yang bisa meledak kapan saja. Bahkan nyawanya akan melayang dalam sekejab saja.

My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang