2. Putri Buku?

169 39 4
                                    

Zaraa menaiki tangga sekolah dengan santai, tetapi pemandangan yang dilihatnya setelah itu benar-benar membuatnya bertanya-tanya. Jam hampir menunjukkan pukul tujuh, tetapi semua siswa masih diluar kelas masing masing. Ada yang duduk di depan pintu, berdiri melihat lantai bawah, bermain handphone, dan merumpi.

"Leha, ini ada apa? " tanya Zaraa saat melihat sahabatnya berdiri lesu di depan pintu.

"Semua pintu kelas masih ditutup, kata Pak Satpam kuncinya hilang." Leha menjelaskan apa yang terjadi.

"Sekarang masih dicari pak satpam. Kita disuruh nunggu di aula sebenarnya, tapi banyak yang masih disini, tuh!" lanjutnya sambil menyapu pandangan ke beberapa penjuru sekolah.

"Ada-ada aja. " Zaraa menghela nafasnya sambil melangkah pergi dengan tas ransel di punggungnya.

"Mau kemana, Zar?" tanya Leha.

"Perpustakaan, disini hanya buang-buang waktu saja. Kamu mau ikut?"

"Nanti gue susul, tapi bersama Rara. Dia masih ke toilet, gue disuruh nunggu tadi. Lo duluan aja! "

"Baiklah."

•••

"Ayo dikit lagi, Bid!" sorak Dika menyemangati Abid yang sebentar lagi memenangkan catur. Dia sejak tadi unggul jauh dari Iqbal. Seperti biasa, kalau urusan game dia suka unggul.

"Eh Dika, lo bisa diam nggak? Jangan ganggu konsentrasi gue," gerutu Iqbal mendengar Dika yang sejak tadi terus berkicau. Mendukung Abid pula. Padahal tanpa didukung cowok itu pasti menang.

"Iya-iya, maaf, Bang Iqbal." Dika menahan tawa dengan panggilan yang dia buat. "Oke, lanjutkan!"

"Tenang aja, Bal. Belum selesai kok, lo belum kalah," bisik Abid memberi semangat Iqbal, membuat dua manusia yang mendengar terheran-heran. Biasanya Abid selalu bertingkah sombong dan tidak mengasihani lawan main sama sekali. Sedangkan sekarang, memberi semangat rival mainnya.

Sorot mata Abid kini beralih kepada sosok gadis yang berjalan di koridor dengan senyum ramahnya, tanpa sadar dia segera bangun dari tempat duduknya. Membuat Dika dan Iqbal sedikit terkejut dan bertanya-tanya.

"Eh, Bro, mau kemana?" tanya Dika kepada Abid yang tiba-tiba melangkah pergi. Meninggalkan permainan yang belum selesai.

"Kalian lanjutkan saja, gue ada urusan," jawabnya yang sudah berjalan menjauh.

"Ta—tapi kenapa? Aneh banget, kerasukan apa tuh bocah?" tanya Dika. Iqbal hanya mengangkat kedua bahu. Tidak tahu juga.

Selama ini Abid tidak pernah meninggalkan game atau permainan yang dia mulai dari awal sebelum selesai, apalagi sekarang dia hampir menang. Karena itu adalah hobi sekaligus dunianya. Sekarang sepertinya ada yang lebih penting dari itu.

Langkah dia menuju kepada seorang gadis dengan beberapa buku yang berada di tangannya. Siapa lagi kalau bukan Zaraa. Satu-satunya murid SMA Islam Al Azhar yang sering terlihat dengan buku dalam genggamannya.

"Zaraa ..., " panggil Abid yang berjalan beberapa langkah jauh di belakang.

"Zaraa ... Tunggu aku."

"Kamu tidak mendengarku?" Tidak ada respon dari Zaraa membuat Abid berlari sampai langkah mereka sejajar. Padahal biasanya cowok itu malas berlari.

Tabir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang