21. Ada Hubungan Apa?

41 2 0
                                    

" Sekuat apapun usaha untuk mengikhlaskanmu. Selalu ada kata gagal di sana. Karena kehadiran dia. Memangnya dia siapa?"

-Abid El Adnan

-------

"Sejauh apa persiapannya?" tanya Rio pada semua anggotanya yang ada di ruangan itu. Sesuai dengan pengumuman yang dia sampaikan di jam istirahat. Sepulang sekolah, semua pengurus PMR diwajibkan berkumpul untuk membahas persiapan lomba.

"Untuk kostum sudah siap, Kak!" tanya salah satu anggota yang bertugas mengurus perlengkapan kostum untuk drama.

"Bagus, yang lain?" tanya Rio penuh semangat.

"Untuk perlengkapan panggung yang nyiapin siapa?" tanya Lidya yang sudah stay disamping pacarnya. Gadis itu memang licik jika tentang hubungan yang ingin dia dapatkan. Sangat berambisi. Di luar itu, dia adalah orang yang tanggung jawab dengan tugas yang orang lain percayakan padanya. Apalagi urusan organisasi yang dia tekuni. Oleh karena itu, dulu Lidya sangat bersemangat mengajak Abid untuk ikut juga bersamanya saat masa pendaftaran anggota baru PMR.

Walaupun tidak sepintar Zaraa, kemampuan Lidya saat mengikuti pelajaran di kelas cukup normal. Tidak terlalu pintar dan tidak terlalu bodoh. Bahkan untuk membolos dan bermalas-malasan tidak dia lakukan.

Saat tidak ada pelajaran di kelas, dia akan keluar untuk mencari Abid. Jika tidak, dia hanya diam di kelas memainkan handphone dan sedikit mengobrol dengan teman sebangkunya. Hanya dia satu-satunya teman yang bisa akrab dengan gadis itu. Walaupun hanya saat di dalam kelas.

"Gue yang tanggung jawab." Ananta tersenyum lebar. "Tenang aja, H-1 sudah terpasang total."

"Sip, yang lain?" Rio terus menanyakan satu persatu, sejauh mana persiapan yang dilakukan oleh setiap anggota dengan tugasnya masing-masing. Sambil sesekali melirik data persiapan lomba yang tersusun rapi di buku catatan yang dia pegang.

Rasa puas menyeruak ke dalam dada laki-laki itu. Begitu mendengar jawaban dari setiap anggota yang hadir. Sangat matang dan sesuai harapan.

Namun, Rio kembali teringat perkataan Ananta tadi di jam istirahat. Seketika dia nampak kembali serius. Tentu dengan senyuman yang telah memudar. "Untuk pemeran bagaimana, sudah hafal teksnya?"

Semua yang mendengar suara tegas itu terdiam, melirik satu sama lain. Menyalurkan isyarat melalui pandangan mata yang saling memerintah untuk menjadi wakil bicara yang menjawab pertanyaan Rio.

Rio menghela nafas pelan. Tadi dia sudah merasa puas dengan semua yang dilakukan anggotanya. Tetapi melihat mereka yang menjadi pemeran dalam drama tetap diam. Sudah mengubah rasa itu bercampur dengan sedikit rasa kecewa.

Bahkan anggota lain yang tidak mendapat bagian utama itu, juga ikut tenggelam dalam kesunyian.

"Oke, nggak apa-apa. Latihannya-" Rio seketika mengalihkan pandangan ke sumber suara yang telah memotong perkataannya.

"Gue siap latihan, Kak." Suara lantang terdengar dari salah satu anggota yang sedari tadi diam. "Tanpa membawa teks," lanjutnya.

"Gue juga, Kak." Gadis yang sedari tadi duduk tepat di samping cowok itu ikut menyuarakan kejujuran.

"Abid dan Lidya saja sudah siap, tentu kita semua siap, Kak. Teks yang harus kami pahami tidak lebih banyak dari mereka." Lontaran kalimat itu kembali mengukir senyum lega bagi sang ketua PMR.

"Nah, lagipula lo tuh aneh, Rio. Kenapa juga lo tanya tentang persiapan dialog. Itu paling mudah. Lo harus percaya sama kesungguhan dan usaha mereka." Ananta mengubah suasana tegang tadi menjadi kembali penuh senyum dan canda tawa, sampai Rio menutup rapat hari ini.

Tabir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang