"Tidak inginkah kamu menjelaskan kepadaku apa yang terjadi, semua perubahan yang kulihat padamu jelas mengatakan bahwa kamu tidak baik-baik saja, Abid. Dan itu melukaiku."
-Zaraa Keyra
-------
Abid memasuki kelasnya tanpa singgah dulu di kelas Zaraa, pagi itu wajahnya tampak murung. Bahkan untuk sebuah senyuman kecil tidak ada. Dika yang bersandar di ambang pintu bersama Iqbal tidak juga dia sapa.
Abid meletakkan tas ransel hitamnya di lorong meja. Lalu menidurkan kepala di atas lipatan kedua tangan tanpa berbicara dengan siapa pun. Semua penghuni kelas yang menyadari perubahan itu hanya memberi tatapan heran.
Ini untuk pertama kalinya mereka melihat ekspresi datar sosok yang masih memakai hodie hijau army. Tanpa semangat sedikit pun. Namun, tidak mengubah wujud asli ketampanannya.
"Bal, itu Abid kenapa? Aneh banget," tanya Dika sambil melirik ke dalam kelas, tepatnya pada sosok yang menjadi bahan pembicaraan mereka.
"Hem ... diputusin pacar mungkin," jawab Iqbal asal, memasang senyum ramah untuk menyapa kaum hawa yang melintas di depan kelas.
"Ngawur lo, punya pacar aja nggak." Dika mengusap pelan wajah Iqbal yang tidak kunjung berkedip melihat Rara dari kejauhan yang tengah berjalan sendiri menuju kelasnya.
"Kebiasaan, natapnya nggak usah gitu juga."
"Astaga, Dika! Dia itu benar-benar cantik." Iqbal menatap Dika masih dengan mata yang berbinar. "Walaupun lebih cantik pacar Abid, sih."
"Maksud lo, Zaraa?" tanya Dika setelah berpikir sekilas.
Iqbal mengangguk yakin. "Siapa lagi? Lo tahu, 'kan? Cowok itu baru jatuh cinta sekali."
"Kalau masalah cinta, nggak perlu diragukan lagi. Tapi mereka belum jadian. Mungkin nggak akan jadian. Dia anak baik-baik, salihah juga."
"Apa dia lagi ada masalah sama Zaraa, ya?" tebak Iqbal sambil mengetuk-ngetuk dagu dengan jari telunjuk.
"Entahlah, Bal. Kita tanya langsung aja ke dia, daripada nebak nggak jelas begini," ajak Dika seraya berjalan memasuki kelas bersama Iqbal yang mengekorinya. Abid masih tidak mengubah posisi awal.
"Bid, lo baik-baik aja, 'kan?" tanya Iqbal sambil memutar balik kursi yang ada di depan meja Abid, lalu mengambil duduk di sana.
Yang ditanya tetap diam."Muka kusut begitu, lo bilang baik-baik saja?" tanya Dika heran.
"Gue itu positive thinking, siapa tahu dia hanya ngantuk atau kecapekan," jawab Iqbal dengan tampang tak berdosa.
Dika menghembuskan napas pelan, lalu kembali menatap Abid lekat. Melihat sosok di hadapannya tetap bungkam tanpa mengangkat kepala dari posisi tertunduk, membuat mereka ragu untuk kembali bertanya dan menebak-nebak lebih banyak lagi.
Maafin gue, belum bisa cerita, batin Abid.
•••
"Zaraa, lo nggak ke kantin?" tanya Leha melihat Zaraa masih sibuk dengan bukunya, padahal waktu istirahat telah tiba.
"Iya Zar, ayolah ke kantin dulu, bacanya bisa dilajutkan nanti, 'kan?" bujuk Rara.
Zaraa tersenyum walaupun terasa kaku. "Iya, nanti aku ke kantin, tapi nunggu-"
"Zar, udahlah, lupain Abid. Dia nggak akan datang. Ayolah!" ucap Leha kesal, menyebut nama cowok yang membuatnya menggerutu tadi pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabir [END]
Teen FictionSebuah prinsip yang sudah mendarah daging pada diri Zaraa Keyra, membuatnya berpikir bahwa dia akan terhindar dari hitam dan putihnya jatuh cinta. Semula, di usia remaja dia hanya ingin fokus mengejar cita-cita dan menebar kebaikan. Namun, ternyata...