11. Tahu Diri

46 3 0
                                        

"Dia yang lebih baik untukmu. Bukan aku."

-Abid El Adnan

-----

"ABID, TURUN DULU! MAKAN MALAM." Teriakan Jenny dari lantai bawah tidak membuat Abid beranjak pergi. Dia kehilangan selera makan di rumah, semenjak Lidya menginap di sana. Kehadiran Lidya tidak akan mengurangi cinta Abid untuk Zaraa sedikitpun, bahkan semakin hari rasa itu semakin besar.

"Kak, gue aja yang panggil Abid," tawar Lidya.

"Okey," jawab Jenny disertai anggukan pelan. Lidya menaiki tangga dengan bersemangat untuk menuju kamar Abid, biasanya kalau Lidya ke sana pasti diusir oleh pemiliknya. Karena menurut Abid, kamar adalah rumah kecil ternyamannya yang tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang.

Keberanian Lidya menurun ketika mengingat bahwa Abid tidak pernah mau membuka pintu itu seperti yang sudah berkali-kali terjadi sebelumnya. Bahkan Abid selalu mengusirnya dengan berbagai alasan yang dia lontarkan, mulai dari kalimat paling halus sampai kasar saat Lidya masih nekat mau masuk. Lidya menyandarkan kepalanya membelakangi pintu Abid, menghela nafas pelan. Dia sudah menyerah karena usahanya kali ini juga tidak akan berhasil. Saat hendak menegakkan tubuhnya dan kembali ke meja makan, dia kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke belakang sampai pintu kamar Abid terbuka, "Pintunya tidak dikunci."

Lidya mencoba berdiri walaupun tubuhnya masih terasa pegal. Pandanganya menyebar di setiap sudut kamar Abid yang tertata rapi. Banyak foto Abid bersama keluarganya terpajang di dinding. Ada juga lukisan tentang alam yang sangat indah. Dia sangat heran ketika melihat meja belajar Abid juga tertata rapi, banyak buku di sana. Sekarang Abid memang tidak seperti dulu. Sebelum kenal Zaraa, untuk mengerjakan PR saja dia sangat malas. Apalagi banyak membaca seperti sekarang. Tentu saja, dia tidak mungkin bangga dengan kemalasannya sedangkan orang yang dia cintai kebalikannya.

Lidya berjalan mendekati meja belajar, di sana masih ada buku yang terbuka, Abid baru belajar? pikir Lidya.

Lidya berinisiatif melihat pelajaran apa yang baru saja dipelajari Abid, diraihlah buku itu dan Lidya menyadari ada benda datar persegi yang sejak tadi berada di bawah buku itu. Ternyata itu adalah sebuah foto, yang membuat Lidya tidak mood saat melihatnya. Dengan perasaan kesal Lidya berniat keluar dari sana, namun dia mengurungkan niat itu, ketika teringat tujuan awal datang ke sana untuk mengajak Abid ke meja makan, dan sekarang dia belum menemukannya. Dengan malas, Lidya menuju rooftop kamar Abid. Benar, di sana terlihat Abid yang duduk bersila menatap langit, sambil memikirkan sesuatu dengan serius, sampai tidak menyadari kedatangan Lidya.

"Abid, di tunggu papa di meja makan, lo harus makan!" ujar Lidya lirih.

Abid yang mengenal suara itu seketika menoleh, Lidya takut Abid akan memarahi dan mengusirnya. Abid memang marah, tetapi tidak sampai mengeluarkan kata-kata kasar, "Lo saja yang makan, gue nggak lapar."

"Jangan menolak, Bid. Ini perintah Papa."

"Nanti gue makan sendiri, sekarang lo bisa kembali ke meja makan, jangan pernah ke sini lagi." Abid kembali dalam pikirannya sendiri dan berpaling dari Lidya.

Lidya yang mendengar pengusiran Abid secara halus memilih pergi daripada nanti diusir secara kasar. Dia kembali melewati meja belajar Abid dan melihat foto tadi, "Apa sih yang istimewa dari Zaraa? sampai saat lo belajar, foto itu tetap bersama lo."

Setelah makan malam bersama berakhir tanpa Abid, Lidya kembali ke kamarnya untuk mengerjakan PR. Daniel, papa Abid yang sering sibuk tentu pergi ke ruang kerja. Sedangkan Jenny mengambil piring kosong yang masih bersih dan mengambil makanan untuk Abid. Dia tahu berada dimana anak itu sekarang, tetapi tidak dengan  alasan yang membuat dia tidak mau ikut makan malam akhir-akhir ini. Selama ini dia dan papanya membiarkan Abid melakukan yang dia suka. Karena mereka pikir Abid sudah dewasa dan memiliki masalah sendiri. Malam ini Jenny mencoba mengetahui apa yang terjadi dengan adik kesayangannya.

Tabir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang