4. Keyakinan Cinta

97 20 2
                                    

"Ku tahu langkah kita tidak akan selalu sama. Namun, keyakinan cinta ini kelak akan membawamu selalu kembali kepadaku. "

-Abid El Adnan

------

Zaraa masih sibuk dengan buku-buku yang berada dihadapannya. Kedua tangan itu begitu cepat menggerakkan pena dalam genggamannya. Sambil berpikir, soal demi soal terjawab dengan lancar. Tidak tampak ada kesulitan di raut wajah cantik itu. Tugas fisika yang kehadirannya sangat tidak diharapkan oleh kebanyakan siswa-siswi itu tidak berhasil membuatnya kesulitan.

Setelah semua beres, Zaraa bangkit dari ruang belajarnya. Mengambil tas ransel, kemudian memasukkan kamus kesayangannya dan bergegas keluar. Malam ini Leha dan Rara mengajaknya ke Bazar Buku. Begitu pintu terbuka, sosok pria yang sangat dicintainya telah berdiri di depan pintu.

"Abah!" sapa Zaraa dengan senyum manis nan anggun.

"Zaraa sudah sampai apa materi kursus yang kemarin?"

"Sampai tanda I'rob, Bah."

"Sudah faham?"

"Alhamdulillah, sudah."

"Sip, Abah bangga dengan Zaraa." Attar mengusap puncak kepala putrinya yang terbalut hijab pashmina warna butter.

Senyum bahagia Attar seperti energi cahaya yang selalu menerangi pikiran Zaraa. Semenjak sang Bunda telah pergi meninggalkan mereka untuk selamanya, Attar harus menjadi single parents. Walaupun begitu, dia tetap berhasil mendidik Zaraa dengan baik dan membekalinya dengan ilmu-ilmu penting dalam agama.

Seperti kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Abah Zaraa yang setiap hari mengajar Bahasa Arab di MTs Islam Al Azhar, sudah tidak diragukan lagi ilmunya. Tentu kemampuan berpikirnya tidak jauh beda dengan Zaraa. Bahkan anak tunggalnya itu bisa dikatakan lebih jenius dari abahnya yang semakin bertambah usia.

" Zaraa mau keluar?"

"Iya, ke Bazar Buku bersama Leha dan Rara."

"Ingin beli buku?"

"Iya Bah."

Attar membalikkan badan dan kembali menuju ke kamarnya. Meninggalkan Zaraa yang belum sempat berpamitan. Langkah Attar semakin jauh dari pandangan Zaraa. Zaraa mulai gelisah. Apakah abahnya melarang dia keluar? Meninggalkannya begitu saja, kenapa? Zaraa mengalihkan pandangan ke bawah dan mencoba berpikir positif.

Tiba-tiba sebuah tangan menggapai tangan Zaraa yang terasa dingin. Gadis itu mendongak.

"Beli buku yang Zaraa suka!"
Sontak matanya beralih ke depan. Kini senyum manis Zaraa kembali terbentuk karena merasa lega. Attar memberikan sejumlah uang untuknya. Zaraa baru tersadar, dirinya lupa mengambil uang di dompet kamarnya. Beruntung Attar memberikan uang itu untuknya.

"Syukron, Abah. Zaraa pergi dulu, Abah baik-baik saja di rumah, gih!

•••

Banyak gerombolan pelajar memasuki Balai Rakyat, mulai dari pelajar SD, SMP, SMA, bahkan para Mahasiswa ikut meramaikan. Termasuk Zaraa, Leha, dan Rara. Malam itu adalah pembukaan Bazar Buku yang digelar di sana. Hiasan lampu-lampu beraneka warna menghiasi atap ruangan dan panggung utama. Rangkain bunga-bunga dari jenis yang berbeda menambah kesan romantis yang hanya bisa dirasakan oleh para bucin yang tersebar dari sabang sampai merauke.

Mata Zaraa terbuka lebar penuh rasa kagum, menatap banyak buku tertata rapi di rak dengan bermacam-macam cover dengan warna yang berbeda.

Sedangkan pandangan Leha dan Rara terus berputar menyapu ke setiap sudut ruangan, barangkali dia menemukan cowok yang telah membuat perjanjian tempo hari.

Tabir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang