"Menyakitkan memang, saat keadaan memaksa kita untuk berpura-pura. Aku sanggup. Tetapi, tidak jika cintamu juga hanya sebuah drama."
-Abid El Adnan
--------
Senja yang berangsur surut hendak berganti dengan gelapnya langit malam. Sorot lampu yang memancar diberbagai sudut rumah mewah berdominasi warna kuning, menemani dua remaja yang tengah menanti kedatangan seseorang di gazebo taman.
"Assalamu'alaikum, maaf, lama ya, nunggu aku?" Gadis yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Dengan gamis warna navy dan hijab pashmina hitam, wajah cantik natural itu terlihat meneduhkan mata.
"Wa'alaikumsalam," jawab Leha dan Rara.
"Ukhti cantik banget deh, kalau aja ada Abid di sini, pasti dia serasa di surga tuh. Soalnya ada bidadari," goda Rara yang masih menatap kagum gadis yang baru datang itu.
"Betul tuh, habis ibadah ya, Zar? pantas saja muka lo kayak bersinar gitu." Leha meneliti setiap inci muka gadis yang tersenyum manis mendengar celotehan dua sahabatnya.
"Tentu aja habis ibadah. Kan sekarang waktu shalat maghrib. Kalian belum shalat?" tanya Zaraa sambil ikut duduk bersama Leha dan Rara di lantai gazebo yang berbalut karpet.
"Udah, tadi Rara shalat di rumah gue," jawab Leha sambil memberi Zaraa segelas green tea.
"Makasih." Zaraa mengambil segelas green tea dan meminum setengahnya. "Ya udah, kita mulai sekarang ngerjakan tugasnya."
"Lo emang nggak capek? baru dateng loh, Zar," sahut Rara.
Setelah mendapat tugas kelompok tadi pagi yaitu membuat makalah resensi cerpen. Zaraa mengajak dua anggota lain sekaligus sahabatnya itu mengerjakan di rumah Leha. Awalnya kedua gadis itu menolak, karena deadline masih lama. Tetapi, begitulah Zaraa. Selalu ingin segera menyelesaikan tugasnya. Sebelum menghadapi kesibukan yang mungkin terjadi di hari-hari yang akan datang.
"Nggak, udah biasa juga. Nggak baik menunda pekerjaan." Zaraa mengeluarkan tiga buku antalogi cerpen dari tas ranselnya. "Ini buat kalian, cari aja satu cerpen yang kalian suka. Lalu buat resensinya. Kalau bingung, lihat contoh di buku paket Bahasa Indonesia."
Leha dan Rara mengangguk mengerti sambil mengambil satu buku yang diserahkan oleh Zaraa. Kemudian membuka lembar demi lembar isi buku dan mencari cerpen yang akan diresensi.
Sepuluh menit berlalu, kini mereka mulai mengetik resensi cerpen bagian masing-masing di laptop.
"Nanti kalau udah, pindah ke laptop aku. Untuk bagian makalah yang lain biar aku saja," ucap Zaraa.
"Siap. Nanti gue sama Rara yang nge-print."
Zaraa tersenyum senang. Kemudian melanjutkan aktivitasnya. Semua anggota sudah mendapat peran. Jadi, tidak ada yang namanya tugas kelompok, tetapi hanya dibebankan kepada satu orang.
"Besok kayaknya jamkos, deh," ucap Rara tiba-tiba.
"Lo tahu darimana?" tanya Leha.
"Besok kan H-1 lomba drama anak-anak PMR. Kita pasti disuruh membersihkan kelas atau membantu persiapan yang lain. Biasanya guru-guru juga rapat." Rara memberi penjelasan. Mengingat setiap aktivitas yang terjadi pada umumnya sebelum ada event di sekolah mereka.
"Asyik dong, kalau benar begitu. Ya udah, lanjut besok aja buat resensinya, ya Zar?" Leha yang sudah mulai bosan dengan tugas berusaha membujuk Zaraa.
"Iya, Zar. Ayolah, mending kita pergi beli makanan. Gue laper, nih. Pengen nasi goreng," desak Rara mendukung usaha Leha.
"Nggak ada besok-besok, ya. Selesaikan sekarang," jawab Zaraa tegas. Padahal dia juga tergoda dengan nasi goreng. Rara tahu aja kalau itu makanan favorit Zaraa. Sejak siang, memang gadis itu belum makan. Tetapi, tugas selalu yang utama saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabir [END]
Teen FictionSebuah prinsip yang sudah mendarah daging pada diri Zaraa Keyra, membuatnya berpikir bahwa dia akan terhindar dari hitam dan putihnya jatuh cinta. Semula, di usia remaja dia hanya ingin fokus mengejar cita-cita dan menebar kebaikan. Namun, ternyata...