25. Persiapan Lomba

51 2 0
                                    

"Kamu memang hebat. Menutup rapat sebuah rasa, hingga tak terlihat. Namun, kenapa perhatianmu padanya terasa nyata, hingga pemilik cinta di hatimu lah yang tersiksa."

- Abid El Adnan

-------

"Trotoar sama dengan رَصِيْف. Kalau polisi شُرْطَة. Pohon شَجَرَة. Gedung بِنَاء." Zaraa terus berdendang dengan penuh semangat. Senyum tetap terulas menghiasi wajah cantiknya. Dengan alis tebal dan celak mata hitam pekat yang menghias bagian bawah mata, gadis berseragam pramuka lengkap dengan hijab cokelat menampilkan wajah cerah yang memancar sempurna.

Di atas motor scoopy hitam yang senantiasa mengiringi perjalanan menuju sekolah setiap pagi, Zaraa selalu berusaha menikmati proses yang berhubungan dengan pendidikannya. Dia tetap bisa fokus menelusuri jalan raya, walaupun mulut itu terus bergerak mengeluarkan suara lirih. Mengingat bahasa arab dari setiap objek yang berhasil ditangkap sepasang mata milik Zaraa di sepanjang perjalanan.

Tanpa menekan rem kanan maupun kiri, tiba-tiba motor Zaraa berhenti di tengah jalan. Saat sekitar seratus meter lagi seharusnya dia sudah berada di lingkungan sekolah.

Panik. Rasa itu menyelimuti pikiran dan perasaan Zaraa. Degup jantung mulai beritme kencang. Keseluruhan permukaan kulit mendadak dingin. Kedua bola matanya membulat sempurna saat melihat jarum pada spidometer menunjuk titik terendah.

Dengan cekatan, Zaraa menepikan motor. Dia menyesali perbuatannya yang ceroboh. Lupa mengecek isi bensin sebelum berangkat. Tidak seperti biasa, tadi pagi dia terlalu bersemangat untuk menutup rapat luka di hati.

"Astaghfirullah, nggak ada yang jualan bensin eceran di sekitar sini," keluh Zaraa dengan suara serak, mengingat dia hafal betul setiap tempat di kedua sisi jalan raya yang sering dilalui itu.

"Aku nggak akan pernah mau telat. Tapi bagaimana ini?" tanya Zaraa pada diri sendiri.

Pandangan Zaraa menyapu keadaan di sekitar. Barangkali menemukan seseorang yang dia kenal untuk membantunya. Apa pun caranya akan dia lakukan selama tetap di jalan yang benar.

"Nggak ada cara lain, aku harus jalan kaki dan menuntun motor ini." Zaraa menghela nafas panjang, lalu mulai menjalankan cara satu- satunya.

Zaraa terus berjalan dengan kedua tangan berada di stir motor. Doa tidak berhenti dia panjatkan, semoga ada bantuan dan tidak telat datang.

Langkah Zaraa terhenti saat sebuah mobil honda jazz putih berhenti di depannya. Gadis itu menyipitkan kedua mata. Bertanya-tanya siapa pemilik mobil yang tidak dia kenali.

Pertanyaan Zaraa akan segera terjawab saat pintu mobil bagian kemudi terbuka. Sesosok manusia berjenis kelamin laki-laki keluar dari sana, memakai seragam yang sama dengan Zaraa. Dia berjalan mendekati Zaraa dengan tergesa.

"Kak Rio?" panggil Zaraa tak bersemangat.

"Zar, kenapa dengan motor lo?" tanyanya penuh rasa khawatir.

"Kehabisan bensin, Kak. Aku lupa meriksa tadi pagi," jawab Zaraa lesu. "Ya udah, aku pergi dulu ya, Kak. takut telat."

"Masih cukup jauh, Zar. Sepuluh menit lagi bel masuk." Rio mencoba mencegah Zaraa.

"Itu ada tukang parkir, tunggu di sini, ya. Gue titipin dulu motor lo di sana. Nanti lo bareng gue," ucap Rio tak terbantah.

"Tapi, Kak-" ucapan Zaraa terhenti saat Rio mengambil alih motor miliknya dan menuntun ke tempat parkir yang dia tunjuk tadi.

•••

Hampir semua tatapan siswa dan siswi yang berada di sekitar tempat parkir tertuju pada satu titik. Di sana, kakak kelas yang namanya cukup populer dengan jabatan dan rupa cukup menawan, keluar dari mobil bersama cewek kelas sepuluh berpenampilan anggun dengan hijab dan wajah cantiknya.

Tabir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang