"Kamu tahu aku hanya bisa menjaga satu cinta. Kamu juga tahu untuk siapa cinta itu."
-Zaraa Keyra
-------
"Lo suka sama Zaraa?"
Deg
Terjawab sudah setiap tanda tanya yang berasal dari kegelisahan Rio saat Abid memintanya untuk datang di sini. Di antara pohon trembesi yang tumbuh di sepanjang tepi lapangan. Sangat rindang hingga mampu menyalurkan keteduhan dari sengatan matahari di siang hari. Mengalirkan kesejukan bagi setiap orang yang membutuhkan sandaran ketika melepas penat. Biasanya setiap orang pergi ke sana untuk menikmati keindahan sorot matahari menjelang senja yang menyelinap di balik ranting-rantingnya yang rimbun. Tetapi semua itu tidak berlaku untuk dua orang yang sedang bersitegang demi sebuah titik terang.
"Lo sendiri gimana?" tanya Rio balik. Dia berusaha bersikap setenang mungkin.
"Lo tahu jawabannya, Kak." Abid tidak lagi bersikap tenang dengan nada lirihnya. "Bisa nggak? kalau ditanya jangan balik nanya."
"Untuk apa lo tahu? itu urusan gue. Dan tidak semua orang berhak tau dengan perasaan gue."
"Perkataan lo itu udah menjawab semuanya." Abid membalikkan badan berniat untuk pergi.
"Terus lo mau apa?" tanya Rio membuat Abid mengurungkan niatnya.
Masih dengan posisi yang sama, tanpa berhadapan dengan lawan bicaranya. "Lo yakin ingin tahu apa mau gue? Gue minta lo, lupakan Zaraa. Dia hanya cinta sama gue. Dan gue nggak suka lo terlalu deket sama dia."
"Dulu lo minta gue untuk menjaga Zaraa. Seakan lo serahin Zaraa ke gue. Walaupun lo tahu, dia sama sekali bukan milik lo. Dan sekarang lo dengan seenak hati bilang apa tadi?" Rio menaikkan sebelah alisnya. Menjeda ucapannya. "Munafik!"
"Jaga mulut lo!" Abid menarik kerah kemeja seragam Rio. Tidak ada lagi keinginan untuk meredam emosinya. Cara bicara dengan baik yang diajarkan oleh Zaraa selama ini telah menguap entah kemana. Abid lupa siapa lawan bicaranya. Kakak kelas sekaligus ketua dalam organisasi yang diikutinya tidak bisa menjadi alasan untuk bersikap sopan.
"Dasar egois. Lo bukannya udah pacaran sama Lidya? terus kenapa lo repot-repot ngurusin gue sama Zaraa. Peduli? kemana rasa peduli itu saat Zaraa terluka karena perbuatan lo. Bahkan dia hanya diam. Menyimpan lukanya dengan baik. Dan saat itu yang di sisinya hanya gue. Bukan lo."
Abid memejamkan mata. Merasakan tamparan tersirat pada relung hati yang membuat dadanya terasa sesak. Dia tahu apa yang dikatakan Rio benar. Dia benar-benar tidak pantas. Kehadirannya hanya membuat luka. Merenggut kebahagiaan Zaraa yang mungkin bisa dia dapatkan dari pria lain. Tapi dia terlalu lemah. Lemah dengan rasa cemburu yang dia sendiri tidak memiliki hak untuk itu.
Setelah sedikit mampu mengontrol emosinya. Dia tidak mau bersuara lagi. Memilih pergi tanpa tahu apa yang harus dia lakukan setelah itu. Namun, sebelum mencapai langkah sejarak satu meter. Perkataan Rio berhasil menjatuhkan hati yang sebenarnya hampir mencapai dasar. Sebeluk akhirnya hancur.
"Iya, gue suka sama dia. Bukan hanya lo yang bisa memberikan cinta untuknya. Dan bukan hanya lo yang berhak berjuang untuk mendapatkannya." Suara tegas tanpa ada kebohongan yang terlihat terucap dari mulut Rio. Bersama dengan langkahnya yang beranjak pergi mendahului Abid yang masih mematung.
Bugh
"Argh ...."
"ABID!" teriak seseorang yang seketika berlari saat melihat rintihan yang seakan mengiris hatinya, setelah satu pukulan dengan tangan terkepal mendarat keras di salah satu batang pohon yang berdiri tegak. Dengan ujung paku yang sedikit menyembul keluar, tepat di tempat pendaratan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabir [END]
Teen FictionSebuah prinsip yang sudah mendarah daging pada diri Zaraa Keyra, membuatnya berpikir bahwa dia akan terhindar dari hitam dan putihnya jatuh cinta. Semula, di usia remaja dia hanya ingin fokus mengejar cita-cita dan menebar kebaikan. Namun, ternyata...