" Mungkin tidak akan ada luka yang tercipta. Ketika hati ini belum menemukanmu sebagai tempat berlabuh rasa cinta yang satu dan tak terganti. Karena pada kenyataanya, aku meragukan kesetiaan yang kamu miliki."
-Zaraa Keyra
——————
Senin pagi kembali menyapa, cahaya mentari mulai terlihat bersama kabut yang menyelimuti setiap koridor SMA Islam Al Azhar, embun pagi itu memang terasa kehadirannya. Masih cukup pagi, terlihat Abid memasuki gerbang sekolah bersama motornya, hawa dingin menjulur ke seluruh tubuhnya. Setelah menempatkan motor di tempat parkir. Abid menuntun langkahnya menuju kelas IPA 2. Tentu saja untuk menemui Zaraa.
Abid menghentikan langkahnya tepat di depan pintu, mengamati sesosok manusia yang cukup familiar. Dia menghembus nafas pelan, sedikit kecewa karena seseorang yang dicarinya tidak ada. Yang tertangkap oleh kedua matanya hanya ada Rara di sana. Gadis itu terlihat sibuk menyalin buku catatan Fisika. Walaupun begitu, ekor matanya dapat menangkap keberadaan seseorang yang dia kenal di ambang pintu.
"Lo mau tetap di sana sampai Zaraa datang?" sindir Rara. Sekali-kali melirik gerak-gerik Abid.
"Daripada lo diam di sana. Keburu tumbuh akar. Ke sini aja bantu gue!" lanjut Rara seperti perintah, tanpa menatap ke objek yang menjadi sasaran ucapannya.
Tanpa berniat membantu Rara, Abid melangkah masuk ke dalam. Mengamati keadaan sekitar, masih sepi. Semangat untuk menemui sosok yang menjadi alasan dibalik rasa rindu yang mulai tumbuh subur, membuatnya datang pagi-pagi.
Berangkat lebih awal memang butuh perjuangan bagi cowok yang suka datang bersamaan bel masuk berbunyi. Dalam sebulan tidak pernah nihil mendapat hukuman dengan sebab terlambat. Bagi siswa dan siswi yang rajin datang pagi buta entah untuk tujuan apa, pasti melihat perubahan yang terjadi pada Abid. Saat melihat sosok itu berjalan santai dari tempat parkir, lalu menelusuri koridor dengan santai dan tampang seceria mentari yang mulai bersinar dari ufuk timur.
Ditariknya satu bangku di sebelah Rara. Mengambil duduk sambil meletakkan tas ransel di atas meja. Pandangannya menyapu ke seluruh sisi ruangan. Bersih dan rapi. Abid menyunggingkan senyum, ikut merasakan kenyamanan yang dirasakan Zaraa saat belajar berjam-jam di kelas ini.
Terakhir, dia menatap Rara yang terus menggerakkan pena dengan lincah. Sambil membaca deretan angka dan kalimat singkat di buku catatan yang dia pinjam dari temannya. "Zaraa belum datang?"
"Lihat tas nya ada nggak?" balas Rara tanpa mengalihkan tatapan ke sumber suara.
Abid beralih meneliti kursi di depannya, yang dia yakini sebagai tempat duduk Zaraa. "Nggak ada."
"Jadi?"
"Tumben nggak dateng lebih awal, lo nggak berangkat bareng dia?" tanya Abid penasaran.
Ini memang baru pertama kalinya dia datang ke kelas lain untuk mencari Zaraa. Tidak tahu pasti jam berapa gadis itu datang dan bagaimana dia datang. Yang dia ketahui hanya satu info dari Dika bahwa Zaraa suka datang pagi-pagi sekali.
"Mungkin dateng bareng Leha, kalau sama gue beda arah rumah."
"Emang tiap hari sama Leha?"
"Nggak tiap hari," jawab Rara sambil menutup kedua buku tulis di hadapannya. Akhirnya selesai juga homework yang menjadi alasan Rara berangkat lebih awal.
Kemarin dia tidak ada waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah. Ada acara keluarga di rumah yang membuat dia ikut andil mengambil peran. Jika hanya mengurung di kamar, walaupun duduk di meja belajar untuk mengerjakan homework. Sudah pasti selanjutnya akan ada objek gosip baru dari beberapa kerabat golongan ibu-ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabir [END]
Teen FictionSebuah prinsip yang sudah mendarah daging pada diri Zaraa Keyra, membuatnya berpikir bahwa dia akan terhindar dari hitam dan putihnya jatuh cinta. Semula, di usia remaja dia hanya ingin fokus mengejar cita-cita dan menebar kebaikan. Namun, ternyata...