1. Hujan Masih Air

260 45 4
                                        

Hari baru dimulai, pagi itu di SMA Islam Al Azhar diadakan kerja bakti membersihkan dan menata ruang kelas, setelah kemarin ada acara peringatan hari Pahlawan di halaman sekolah. Semua murid sibuk dengan aktivitas masing-masing.

"Untuk anak laki-laki langsung saja mengambil kursi di halaman depan dan bawa ke kelas kalian. Anak perempuan bisa membersihkan kelas atau merapikan tanaman di depan kelas!" perintah guru pembina.

"Zaraa, ikut gue membersihkan taman bunga di depan, yuk! Sudah banyak daun kering yang gugur." Leha yang sedang berdiri di depan kelas, setelah mendengar pengumuman langsung meraih lengan sahabatnya yang tengah fokus membaca buku Kamus Bahasa Arab.

"Yuk! ajak Rara juga, ya!" jawab Zaraa sambil menutup buku yang baru saja dibaca lalu menaruhnya di kursi tempat dia duduk. Gadis yang di buku absennya tertera nama Zaraa Keyra itu segera beranjak dari kursi hitam panjang yang terbuat dari besi, untuk menerima ajakan sahabatnya, Leha Shivanya.

Pagi itu awan mulai mendung menutupi langit sekolah mereka. Namun, semangat siswa dan siswi dalam kerja bakti masih menyala terang. Karena adanya kerja bakti membuat pelajaran di kelas ditiadakan. Bukankah itu yang disukai kebanyakan murid?

"Sepertinya mau hujan, deh. Langitnya sudah mulai mendung," ucap Zaraa sambil menata pot bunga pada tempat yang seharusnya. "Lebih baik segera kita selesaikan."

"Aduh ... nggak usah buru-buru, Zar. Bukankah lebih asyik saat hujan?" ucap Rara sambil tetap santai memunguti dedaunan kering di pot bunga lalu memasukkannya di tong sampah. Sahabat Zaraa yang satu ini sangat hiperaktif dan banyak bicara. Dia yang sering membuat suasana persahabatan mereka lebih berwarna. Suka dipanggil Rara, padahal nama itu tidak tercantum dalam nama lengkapnya, Eisha Humaira.

"Apanya yang asyik, kalau hujannya deras nanti kita basah gimana? Seragamnya masih dipakai loh besok," sahut Zaraa bingung, entah apa yang dipikirkan oleh si Rara.

"Nanti kalau hujan deras pasti disuruh berhenti dulu, kan. Kita tinggal menikmati setiap rintik hujan yang katanya selalu membawa kenangan, " ucap Rara sambil memandang langit luas yang menujukkan warna kelabu.

"Kenangan apa emang? " tanya Zaraa pura-pura penasaran.

"Genangan maksudnya. Hehehe," cengir Rara.

Tik!

Setetes demi tetes air mulai terjun dari langit. Membuat pola polkadot pada hijab setiap siswi yang belum berteduh. Tidak lama kemudian, hujan turun dengan deras. Spontan semua siswa dan siswi berhamburan menghindar dari air hujan. Ada yang masuk kelas, berdiri di teras, atau pergi ke tempat lain yang beratap.

"Alhamdulillah hujan masih air, " celetuk Leha.

"Bukankah udah dari sono-nya ? Dasar konyol! " sahut Rara menatap aneh.

"Iya, tapi gue seneng aja kalau hujannya masih air. Kalian tahu kenapa? Karena selama hujan masih air, cinta gue sama dia belum berakhir, " ucap Leha sambil menadahkan telapak tangan di bawah rintik hujan.

"Maksud kamu selamanya gitu?" tebak Zaraa.

"Nah, itu tahu," jawab Leha puas.

"Dia siapa sih, Le?" tanya Rara.

"Itu si bad boy tampan yang ada di buku novel."

"Astaga! kirain orang beneran. Lo bener-bener, ya, Le. Halu aja terus," ujar Rara kesal. Dia kadang lupa, kalau Leha adalah pecinta novel dan suka halu bersama dunia orange.

Disisi lain, ketika semua murid beristirahat dengan tenang sambil menikmati air hujan yang jatuh berkali-kali, seorang siswa yang kegantenganya diakui banyak orang mulai beraksi seperti biasa, membuat onar. Kali ini dia dengan santainya memercikkan air hujan kepada teman perempuannya yang berdiri di teras menghirup aroma hujan yang sangat segar.

Tabir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang