" Kebersamaan kita begitu singkat, sedangkan engkau bersamanya mungkin bisa lebih lama, aku cukup bahagia walaupun dengan sedikit luka. "
-Abid El Adnan-
---------
"Aku mengerti Abid, aku nggak terluka, dan Zaraamu ini akan selalu percaya kepadamu." Zaraa melupakan dulu bagaimana keadaan hatinya setelah mendengar kenyataan ini, sekarang dia hanya ingin menguatkan Abid.
"Makasih, Zaraa, dan cukup untuk air mata yang kemarin dan hari ini, berjanjilah untuk tidak menangis lagi."
"Iya, sekarang kita pulang, ya!"
Abid mengangguk pelan dan memberikan senyuman hangat untuk Zaraa, senyuman yang telah lama Zaraa rindukan, senyuman yang belum tentu bisa Zaraa lihat lagi.
•••
Ketua kelas IPA 2 memimpin warming up di lapangan sebelum Pak Hari, selaku guru olahraga datang. Hari Rabu adalah jadwal olahraga untuk Zaraa dan teman-temannya. Dari kejauhan, Pak Hari datang bersama segerembolan anak IPA 6, itu kelas Lidya, benar, Zaraa melihat Lidya di sana.
"Hari ini, bapak dan guru olahraga lainnya ada rapat, jadi tidak bisa mendampingi kalian, bapak ingin kalian bertanding kasti, akan ada dua grub, yaitu dari kelas IPA 2 dan IPA 6." Setelah menyampaikan tugas untuk muridnya, Pak Hari meninggalkan lapangan.
Masing-masing kelas melakukan diskusi untuk mengetahui siapa saja yang ikut.
"Zaraa, lo ikut kan?" tanya Reno sebagai ketua kelas. Bagi Zaraa, olahraga adalah kegiatan paling membosankan, lebih baik membaca buku di perpustakaan daripada harus berpanas-panasan di lapangan, bukan karena dia khawatir dengan kulit putihnya, tetapi memang dia malas dari dulu.
"Nggak deh, aku jadi penonton aja, ya?"
"Kebiasaan, ayolah Zaraa, nanti lo bisa istirahat kalau lelah," bujuk Rara.
"Bukan masalah lelahnya, Ra. Aku tidak pandai bermain kasti, nanti kalau gara-gara aku, kalian kalah bagaimana? pokoknya nggak mau."
"Ternyata orang yang katanya juara kelas, bisa cemen juga," ucap Lidya sinis. Seharusnya Lidya berkumpul bersama kelompoknya, bukan datang ke sana untuk mencari masalah.
"Eh, parasit! diam lo!" bentak Rara.
"Siapa yang bicara dengan lo, sih, Ra."
"Lalu itu apa?"
Lidya berdiri di hadapan Zaraa, memandangnya dengan tatapan tajam.
"Jika benar lo bukan pengecut, gue tunggu di pertandingan," ucap Lidya sinis dan berbalik menuju kelompoknya.
"Gimana?" tanya Leha.
"Iya aku ikut."
"Nah, ini baru Zaraa, bukan pengecut, selalu berani," puji Rara.
Pertandingan dimulai, yang berjaga pertama adalah kelas IPA 2, Rara berdiri di belakang pemukul, untuk bagian ini, Rara yang paling ahli dalam menangkap dan melempar bola kecil. Zaraa berjaga di dekat pos pertama, dan Leha berjaga di dekat pos ketiga. Semua penjaga berpencar dengan memilih tempat yang biasa menjadi sasaran pelemparan bola. Setelah pemukulan keenam, sekarang giliran Lidya yang melakukannya, dia memegang tongkat pemukul. Rara yang melihat Lidya, tersenyum sinis, membuat satu ide muncul di pikirannya secara tiba-tiba. Sudah lama Rara merasa kesal dengan orang itu.
Lidya berkonsentrasi mengamati arah bola yang telah dilemparkan oleh pelempar bola.
"Lidya, ada Abid," teriak Rara dari belakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/215779758-288-k507219.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabir [END]
Teen FictionSebuah prinsip yang sudah mendarah daging pada diri Zaraa Keyra, membuatnya berpikir bahwa dia akan terhindar dari hitam dan putihnya jatuh cinta. Semula, di usia remaja dia hanya ingin fokus mengejar cita-cita dan menebar kebaikan. Namun, ternyata...