Setelah pengakuan Billar hari itu, Dinda tidak pernah mau menemuinya lagi.
Billar : " Dinda jika kamu baca pesanku ini, tolong baca dengan senyuman kecil diwajah kamu. Aku minta maaf sudah menutupi hal ini dari kamu. Aku tahu ini berat untuk kamu bisa menerima. Dan sekarang Aku ingin hari – hari mu bisa berjalan lagi seperti biasanya, anggap saja aku tak pernah singgah di kehidupan kamu. Namun jangan pernah memintaku untuk menghilangkan perasaan ini, aku tak bisa dan aku tak akan sanggup. Biarkan aku mencintaimu lagi dalam diam seperti yang selama ini aku lakukan."
Setelah mengirim pesan tersebut, Billar bukan semakin tenang melepaskan namun malah semakin perih yang ia rasakan. Ia seperti kehilangan separuh dari hatinya.
Papa : " Billar, kamu kenapa ?ada masalah ? Papa lihat dari tadi kamu mondar – mandir gelisah"
Billar : " Biasa Pah, Cuma masalah kerjaan kok "
Papa : " Kalau ada apa – apa cerita sama Papa, siapa tau Papa bisa bantu kasih solusi "
Billar : " Iya Pah, tapi ini Billar coba selesaikan sendiri dulu. Papa belum tidur ? "
Papa : " Belum, gimana kemarin waktu di Surabaya? Bi Niah & Pak Imam sehat – sehat kan ? "
Billar : " Baik kok Pah.. "
Papa : "Syukur lah kalau gitu, bulan depan mungkin Papa mau kesana sama Mama kamu "
Billar : " Ada acara disana Pah ?"
Papa : " Mama kamu kangen katanya sama Surabaya, mau kamu ikut ?"
Billar : " Belum tahu Pah, lihat sikon besok "
Papa : " Ya udah Papa istirahat dulu Ya, kamu juga istirahat "
Pagi harinya Billar mencoba datang ke Kantornya tetapi Dinda selalu menghindar.
Hingga pada suatu hari Billar memberanikan diri untuk datang ke rumah Dinda untuk menemuinya.
Billar : " Assalamualaikum tante "
Mami : " Waalaikumsalam Nak Billar, silahkan masuk.. duduk dulu.. mau ketemu Dinda ya ? sebentar tante panggilin ya "
Billar : " Iya Tante, tapi tante boleh Billar bicara sebentar dengan Tante?ada yang mau billar sampein ke Tante "
Mami : " Mengenai permasalahan kamu dengan Dinda yang kemarin ?"
Billar : " Iya tante"
Mami : " Dinda sudah cerita kok ke Tante... Nak Billar, sedikitpun tante tidak merasa dendam atas peristiwa di masa lalu itu, Tante sudah mengikhlaskan semuanya "
Billar : " Billar & Keluarga bener – bener minta maaf Tante, Billar tidak menyangka jika Dinda ternyata masih berat untuk melupakan hal itu"
Mami : " Memang Dinda sangat disayang oleh Papanya, yang paling dekat dengan Papanya jika dibandingkan dengan ke 3 kakaknya jadi itu mungkin yang membuat Dinda sampai sekarang masih belum bisa menerima. Sebentar tante panggilkan Dinda ya, siapa tau dia sudah mau menemui kamu "
Dindapun menunggu di ruang tamu.
Mami : " Dinda, ada Nak Billar di depan, keluar dulu "
Dinda : " Dinda lagi sibuk Mi"
Mami : " Kamu gak boleh gitu Nak, lupakan kenangan buruk itu. Kamu harus bisa memaafkan. Papamu pasti sedih jika tahu ternyata Putri cantiknya masih selalu saja menyimpan dendam"
Dinda : " Kasih Dinda waktu untuk sendiri Mi "
Mami pun memandang Dinda kemudian pergi meninggalkan kamar.
Mami : " Nak Billar tante minta maaf, sepertinya Dinda masih belum bisa menerima penjelasan dari kamu kemarin. Tante sudah coba bujuk dia tapi katanya ingin sendiri dulu "
Billar : " Iya tante, saya yang salah. Saya minta maaf ke Tante dan Dinda mengenai hal ini, harusnya dari awal saya jujur ke Dinda dan Tante "
Mami : " Tante mengerti maksud kamu Nak, beri waktu Dinda untuk sendiri dulu ya. Semoga beberapa hari lagi perasaan dia bisa kembali lagi seperti semula "
Billar : " Iya tante mudah – mudahan.. kalau begitu Billar pamit pulang ya tante. Salam untuk Dinda ya tante. Assalamualaikum "
Mami : " Iya pasti Tante sampein. Hati – hati dijalan ya. Waalaikumsalam"
Sampai di rumah, Billar masih terus berfikir bagaimana cara agar Dinda bisa memaafkannya. Dia tidak pernah mengira jika Dinda akan semarah ini kepadanya. Harapannya untuk hidup bersama Dinda untuk selamanya yang sedikit lagi bisa terwujud saat ini harus berbalik.
Jika ingin mengingat lagi ke belakang sebetulnya sudah dari lama Billar menaruh hati pada Dinda, lebih tepatnya sejak Bangku SMA. Walaupun mereka berdua beda sekolah tetapi setiap hari Billar selalu menyempatkan waktu untuk menjaga Dinda. Di pagi hari pada saat berangkat sekolah diam – diam dia selalu mengikuti Dinda dari kejauhan, begitupun saat jam pulang sekolah. Seakan dia ingin memastikan bahwa masa depannya dalam keadaan baik – baik saja.
Mencintai dalam diam itu memang sakit, tetapi lebih sakit lagi adalah melihat harapan yang sudah ada didepan mata tapi dalam waktu sekejap menjauh seperti tak terlihat.
