ska·la n 1 garis atau titik tanda yang berderet-deret dan sebagainya yang sama jarak antaranya, dipakai untuk mengukur, seperti pada termometer, gelas pengukur barang cair; 2 lajur yang dipakai untuk menentukan tingkatan atau banyaknya sesuatu (seperti pada peraturan gaji dan pada daftar bunga uang); 3 perbandingan ukuran besarnya gambar dan sebagainya dengan keadaan yang sebenarnya: peta -- 1:10.000 (maksudnya 1 cm pada peta itu dalam keadaan yang sebenarnya 10.000 x 1 cm);
.
."Apa yang bisa saya harapkan dari kamu?"
Nadin tersenyum tipis, lantas bergerak menuju ransel yang sengaja ia lepas sebentar. Ia mengeluarkan jenis senapan pendeknya atau bisa di sebut sebagai pistol. Ia hanya membawa beberapa senjata, itupun hanya atas perintah atasannya."Mungkin saya tidak sepandai anda dalam mengendalikan senjata, tapi saya punya keberanian untuk menaklukan semuanya."
"Kamu jangan meremehkan gadis ini anak muda." Bu Maria lantas mengeluarkan suaranya. Menatap Raksa yang masih terdiam di tempatnya.
"Maju atau mundur itu yang tepat untuk di tanyakan saat ini. Saya tahu anda berbeda ritme dengan kami. Jadi tolong buat kerjasamanya."
Nadin tersenyum tipis menatap Bu Maria. Lantas perempuan itu mengeluarkan pistol yang ia bawa juga di saku celananya. "Setidaknya saya tidak payah dalam menembak."
Raksa terbengong dengan dua orang di depannya. Sejak kapan ia tidak bisa berkata-kata? Lantas siapa sebenarnya mereka hingga dengan tenang dan tanpa beban benar-benar yakin seakan hendak menyerahkan nyawa karena keparat yang jumlahnya banyak itu.
Belum sempat berpikir panjang, terdengar suara deru peluru dari senjata yang saling bersahutan. Lantas mereka langsung terlonjak. Nadin memakai kembali ranselnya dan bersiap untuk menghadapinya.
"Jangan konyol kamu!" Gertak Raksa pelan pada Nadin yang begitu siap menghantarkan nyawanya.
Nadin menatap tajam Raksa. "Apa mau anda? Mati konyol dan jadi pengecut?" Nadin tersenyum miring, meremehkan Raksa yang memasang wajah datarnya itu.
"Setidaknya peluru dalam senjata ini berkurang walau nanti mungkin nyawa yang jadi sajennya." Sambung Nadin kemudian. Lantas gadis itu membenarkan bajunya kembali yang sempat tak beraturan itu.
"Keras kepala." Raksa menggeram marah. Lantas laki-laki itu menarik Nadin yang hendak mendekat ke arah keparat yang mulai kesetanan mencari mereka.
"Jangan bodoh! Kalau lo modal berani doang nggak cukup, anjir!"
Nadin menoleh cepat, menyipit menatap Raksa. "Gue sudah tahu apa yang harus gue lakuin. Jadi jangan ngatain gue kalau belum tahu sebenarnya. Minggir, gue nggak mau kerja sama dengan orang pengecut kayak lo." Nadin menyingkirkan tangan Raksa yang berusaha mencegah Nadin. Lalu dengan santainya Nadin keluar dari persembunyiannya.
Raksa memejamkan matanya. Ia tak habis pikir dengan gadis keras kepala itu. Padahal rencananya ia ingin membuat strategi lebih matang lagi. Tetapi justru Nadin dengan pedenya berani menghadapi mereka yang menang jumlah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dersik
General FictionHutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak semudah itu ketika duniamu menolak akan hal mutlak yang kau jalani itu. Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama, tempat, gel...