Culmination

10.6K 1.4K 124
                                    

Culmination and depression yaitu salah satu jenis lipatan yang memiliki sudut yang runcing pada bagian arah yang berlainan.
.
.

Gayatri memijat pelan pelipisnya. Berulang kali gadis itu menghela nafasnya panjang. Sudah hampir 2 jam lebih ia menunggu kepastian mengenai kondisi sang ayah. Lalu matanya menatap jam yang ada pada gawainya, ternyata sudah memasuki waktu maghrib.

"Kalau mau shalat, kamu shalat dulu nduk. Biar budhe yang di sini." Ucap Budhe Harti yang ikut ke rumah sakit. Setelah tadi ayahnya tiba-tiba kesakitan dan kolaps seketika, ayah langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Semuanya panik karena tiba-tiba ayah yang drop dan merintih kesakitan sambil memegang dada bagian kirinya.

Gayatri mengangguk, lantas gadis itu beranjak dari duduknya. Lesmana tidak bisa menemani karena masih dalam suasana duka. Laki-laki itu terpaksa tetap di rumah karena masih banyak pelayat yang datang. Dari hati terdalam, Lesmana ingin ikut ke sini dan mengetahui kondisi ayah secara langsung tetapi belum bisa. Sungguh saat ini sangat kacau keadaannya. Bertubi-tubi mereka harus menghadapi berbagai macam cobaan yang datang silih berganti.

Gayatri berjalan pelan ke arah masjid rumah sakit. Pakaiannya belum berganti sejak pagi, begitupun ia belum makan sama sekali hari ini. Hanya segelas air putih yang mampu ia telan tadi.

Rasanya Gayatri sangat marah. Tapi ia bisa apa? nyatanya takdir yang sudah bermain peran. Ia lelah? tentu. Bahkan kesabaran yang selama ini ia pupuk tiba-tiba terkikis dengan rasa sesak dan kecewa yang ia pendam berkali-kali. Rasanya sangat melelahkan jika harus bertahan tetapi tak kunjung tertuntaskan.

Gayatri memilih duduk di serambi masjid bagian khusus untuk jamaah perempuan. Gadis itu mengusap wajahnya pelan. Terasa penat hari-harinya.

"Nggak masuk dulu nak?" tanya ibu-ibu berpakaian warna putih dengan kerudung berwarna coklat tua.

Gayatri yang sedang termenung lantas menatap ibu-ibu tersebut, "nanti saja bu." Balas gadis itu pelan.

Ibu-ibu tersebut tersenyum, "semakin cepat kita datang, semakin cepat pula kita meraih itu kemenangan. Tuhan itu tidak tidur, hanya saja kita yang tidak mau bersabar lebih sedikit." Setelah itu ibu-ibu tesebut cepat-cepat pamit karena sudah iqamah.

Gayatri di tempatnya tersentak. Rasanya ini seperti tamparan baginya. Ia ingin menyerah dan menyalahkan takdir yang tertuang. Namun, tiba-tiba ia kembali disadarkan akan pentingnya bersabar lebih lama lagi. Nampaknya Tuhan memang benar-benar sayang padanya. Hanya niatan saja sudah membuat Tuhan murka jika dirinya menyerah begitu saja.

Gayatri mengusap wajahnya untuk kesekian kalinya. Lalu gadis itu beranjak dari duduknya dan segera melakukan shalat magrib. Waktu maghrib yang begitu singkat membuat jamaah membludak  dari pada waktu shalat yang lainnya sehingga membuat Gayatri harus bersabar antre mukena.

Rasanya lega ketika sudah mengadu pada Tuhan. Ibarat kita mengadu pada orang tua yang akhirnya mendapatkan sedikit solusi untuk menyelesaikan masalah.

Setelah selesai melaksanakan kewajiban dan berkeluh kesah kepada Tuhan, Gayatri kembali lagi ke UGD. Ketika sedang mencari sandal yang tercampur diantara sandal jamaah yang lain, tiba-tiba ia ditepuk bahunya pelan oleh seseorang.

"Nak?" Gayatri berbalik dan menemukan ibu-ibu yang berbicara kepadanya tadi sebelum melaksanakan shalat. Ibu-ibu tersebut tersenyum ramah.

"Ini ibu ada dua nasi kotak. Ibu berikan ke kamu. Dimakan ya?" ibu-ibu tersebut menyerahkan kantong plastik berwarna putih itu kepada Gayatri.

DersikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang