VILLA - 2

1.7K 157 0
                                    

Pagi pagi sekali sebuah masakan harum menusuk indra penciuman Angga, Edmund dan Alvino.

Mereka bangun, lalu saling tatap.

"Kalian juga mencium aroma masakan?" Tanya Edmund. Alvino dan Angga mengangguk bersamaan.

Mereka membelalakkan matanya. Dengan cepat mereka keluar dari kamar.

Brakk

Bahkan Alvino sempat menubruk pintu kamar.

"Buka bego! Lo gabisa nembus! Emang lo casper yang bisa nembus sana sini?" Ketus Edmund. Alvino menatap Edmund datar.

Angga terbahak-bahak. Kemudian ia menbukakan pintunya. Dan berjalan menuju dapur.

Disisi lain

Bagas mencium aroma masakan. Ia membuka matanya, menatap disampingnya. Ternyata istrinya masih tertidur disebelahnya.

Bagas bangun. Membelalakkan matanya. "Siapa yang masak?" Pekiknya. Tanpa pikir panjang. Bagas mengguncang tubuh Shinta, hingga Shinta terbangun dari tidurnya.

"Kenapa Pah?" Ujar Shinta. Sembari mengucek matanya, khas orang bangun tidur.

"Mah? Siapa yang masak? Apa Villa ini ada maling?" Ujar Bagas panik.

Shinta mencubit perut Bagas.

"AW! Kejam!" Rintihnya.

"Mana ada maling, yang masak dulu?!" Ketus Shinta.

"Yakali! Siapa tau malingnya kasian? Karena tau istrinya nggak bisa masak?" Telak Bagas membela diri.

Shinta menatap Bagas datar. Ia memilih untuk beranjak dari kasurnya. Dan berjalan menuju dapur.

Mereka melihat sebuah makanan, yang sudah tertata rapi diatas meja makan.

"Whoah?! Siapa yang masak? Hum, baunya enak!" Ujar Alvino.

"Iya! Mama aja nggak bakal bisa masak seharum ini" sahut Shinta.

Andini keluar dari dapur. Sambil membawa panci kecil yang berisikan sup ayam. Ditaruhnya diatas meja. Seketika para penghuni Villa menatap Andini takjub.

"Lo yang masak?" Tanya Angga.

Andini mengangguk.

"Semua?" Sahut Edmund.

Andini kembali mengangguk. "Gue bangun kepagian. Dari pada nggak ada kerjaan. Gue memilih untuk memasakkan kalian" ujar Andini.

Bagas tersenyum, kemudian memilih duduk dikursi.

"Nggak salah Angga pilih pacar. Mama bisa merasakan makanan rumah" puji Shinta.

Seketika pipi Andini memerah. Angga tersenyum dengan reaksi Andini.

"Udahlah Mah! Mama berhenti menggodanya!" Sahut Angga.

"Yayaya. Tau yang baru pacaran" timpal Edmund.

"Udah. Sekarang kita makan aja. Dini? Ayok makan bareng kita?" Tawar Bagas.

Andini menggelengkan kepalanya. Menolak tawaran Bagas.

"Kenapa?" Tanya Bagas bingung.

"Andini sudah makan Om. Sekarang Andini mau mandi aja" ujar Andini.

"Oh? Mau mandi? Ngga kamu pinjamin dia baju gih. Oh iya? Mama, kamu kan punya celana yang kecil?" Ujar Bagas.

Angga mengangguk, ia berdiri menghampiri Andini.

"Ayo gue anter" ujar Angga.

"Angga. Kamu ambilin celana yang ada di gantungan lemari Mama. Disitu ada celana warna hitam, ntar kamu kasihkan ke Andini. Mungkin pas sama dia, lagian udah nggak muat" sahut Shinta.

Angga mengangguk. Menarik tangan Andini menuju kamarnya. Kemudian berjalan menuju kamar Shinta.

"Kamu pakai kamar mandi ini aja" ujar Angga.

Andini mengangguk. Ia hendak memasuki kamar mandi. Tetapi tangannya dicekal oleh Angga.

"Apa? Lo nggak makan?" Tanya Andini.

"Gue tungguin lo. Setelah itu, lo turun dan temenin gue makan"

Kening Andini mengkerut. "Kenapa harus ditemenin? Kan bisa makan sendiri?"

Angga menggeleng. "Nggak mau. Katanya, kalau makan sama pacar tuh beda rasanya. Makanya gue mau nyoba"

"Hah? Serah deh. Gue mau mandi aja"

Andini memasuki kamar mandi. Angga masih setia menunggu dialuar kamar mandi. Sekali kali ia bermain ponselnya Shinta, dan merebahkan tubuhnya diatas kasur.

Ceklek

Andini keluar dari kamar mandi.

Tbc.

PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang