6. Sabar

434 37 4
                                    

“Mit... gimana, Alya diterima?”

Dara tak sabar ingin segera mendengar keputusan Libra. Alya dan Mita menundukkan wajahnya, aura keteganganpun mulai terlihat dari wajah Dara dan teman-temannya.

“Pasti Libra marahin kamu ya Mit, karena kamu bawa Alya?” Suara Dara mulai parau.

Alya dan Mita semakin merunduk, membuat ketegangan teman-temannya menjadi-jadi.

“Mit....”

Fahri, salah satu temannya mencoba membujuk Mita untuk cerita.

“Ah, sudahlah teman-teman aku yakin Libra pasti gak akan mau kalau kantornya dihuni perempuan, mending kita balik aja ke ruang masing-masing, kalian sendiri kan tahu Libra orangnya seperti apa?”

Celetuk salah satu dari mereka, mereka pun beranjak menuju pintu keluar ruangan Dara.

“Tunggu....!”

Mita menghentikan langkah mereka.

“Alya.... diterima kerja disini...”

Mita menyampaikan kabar gembira itu setelah menguras kemarahan teman-temannya. Sesaat kemudian sorak sorai mereka  meledak, lantunan kalimat tahmid dan tasbih telah menggema memecah keheningan waktu itu. Wajah mereka berseri-seri. Berbagai reaksi yang mereka lakukan ketika mendengar kabar itu.

“Hei.... Hei.... Hei... kalian apa-apaan?”

Spontan mereka terbungkam karena tiba-tiba Libra muncul di depan pintu ruangan.Wajah mereka tertunduk.

“Disini bukan tempat tawuran, jam kerja malah main sorak sorai-an seperti ini, memalukan tahu.” Ucap Libra, dengan nada dingin.
“Balik ke tempat kerja masing-masing, dan kamu Mit, aku sudah bilang antar Alya ke tempat kerjanya bukan ke tempat ini.”
“Iya Libra, aku minta ma'af.”

Libra berlalu meninggalkan mereka. Alya sempat kaget melihat ekspresi dingin Libra. Wajah yang ditemuinya tadi di ruang kerjanya sangat berbeda dengan yang dilihatnya kali ini. Tatapan yang begitu tajam, dengan ucapan seminimal mungkin. Seperti gunung es yang masih jadi-jadinya membeku.

“Alya... kamu harus sabar ngadepin sikap dia, sebenarnya dia itu baik, tapi ya kayak gitulah, di memang cuek banget apalagi sama cewek.” Ucap Firman, teman Fahri yang sama-sama berasal dari Jakarta.
“Insya'allah Firman, ya aku juga butuh dukungan dari kalian.”
“So pasti kalau itu Alya, kita berharap semoga dengan kedatangan kamu ini bisa membawa perubahan, dan membuat Libra kembali menjadi cowok yang terbuka dan gak membenci cewek.” Fahri menyambung perkataan Firman.
“Aaamiin Fahri....” Ucap Alya seraya menengadahkan kedua tangannya.
“Ya sudah kalian balik kerja gi... biar gak dimarahi sama Libra, aku juga mau memulai pekerjaanku.”
“Okay ibu Alya.”

Fahri, Firman, Mita dan Dara mengacungkan kedua jempolnya seraya tersenyum.

###

"Assalamualaikum ayah..."

Teriak Alya begitu tiba di depan pintu rumahnya. Terlihat dari kaca transparan  jendela rumah kecil itu, seorang lelaki berusia sekitar empat puluh-an, berjalan mendekati pintu, dan membukanya untuk sang anak.

Farhan menjawab salam anaknya itu dengan suara lembut.

"Anak ayah, kenapa? Manggil salam kok teriak-teriak?"
"Hehe, maaf ayah... Alya seneng banget hari ini."
"Apa yang buat kamu seneng?"

Farhan membawa anak semata wayangnya memasuki rumah kecilnya. Dia membawa Alya duduk di sofa panjang berwarna cream. Di sana ada dokter Fadli.

"Eh, ada dokter Fadli juga yah?" Tanya Alya.

Dia sudah lupa dengan berita gembira yang ingin segera diberi tahukan kepada ayahnya.

"Iya. Makanya tadi ayah langsung cepat-cepat bukain pintu untuk kamu, malu didengar dokter Fadli. Gadis-gadis, teriak-teriak."

Alya tersenyum malu-malu di depan dokter Fadli.

"Maaf dok."
"Nggak papa."

Dokter Fadli ikut mengukir senyum di bibirnya.

"Jadi, gimana kondisi ayah saya dok?"

Perbincangan serius mengenai kondisi kesehatan Farhan pun dimulai.

"Kondisi ayah kamu sudah sangat baik, Alya. Ayah kamu sudah seratus persen sembuh. Insya'Allah. Semoga tetap begini seterusnya."
"Alhamdulillah..."

Alya mau pun Farhan bertahmid, bersamaan. Merasa bahagia mendengar pernyataan dokter Fadli. Setelah itu, dokter Fadli pamit meninggalkan rumah Alya.

"Ok. Sekarang dokter Fadli sudah pulang. Sekarang kamu cerita sama ayah. Apa yang buat kamu bahagia sekarang?"
"Alya udah dapat pekerjaan ayah. Terus, ayah udah beneran sembuh. Alya bahagia banget."
"Ayah bangga sama kamu nak. Terima kasih. Kamu sudah menepati janji kamu untuk menjadi anak kebanggaan ayah."
"Janji? Kapan Alya janji sama ayah?"
"Nggak usah pura-pura lupa. Ayah dengar kok malam itu ketika kamu berjanji sama ayah."

Jadi? Ayah tahu itu? Ah ayah...

"Terima kasih ya sayang."
"Iya ayah. Tapi,"
"Tapi apa nak?"
"Direkturnya cuek banget."
"Kamu pasti bisa melewati semuanya sayang."
"Kamu harus sabar, nak."
"Iya ayah."

***

Bidadari Surga 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang