"Dokter Anisa... apa tidak ada jalan lain yang bisa tembus ke pengadilan disini?"
"Aduh.... sayangnya aku sudah lama gak tinggal disini, aku sudah banyak lupa jalan-jalan pintas disini."Sejenak suasana menjadi hening. Keduanya menggigit bibir. Tidak mungkin bagi mereka menempuh jalan itu. Razia besar-besaran yang dilakukan kepolisian kota Changi itu menghambat jalan mereka. Mereka tidak punya banyak waktu untuk menunggu sampai razia itu selesai. Jika mereka terlambat sedetik saja, nasib Libra benar-benar dalam bahaya. Dia akan dipindahkan ke kejaksaan dan akan sulit untuk memproses pengadilannya. Hening. Dokter Anisa berusaha mengingat jalan pintas yang dia tahu.
"Ah ya, aku tahu jalan dimana kita akan tiba tepat waktu ke pengadilan."
Dokter Anisa sedikit berteriak.
"Tapi aku tidak tahu jalan itu masih dipakai atau tidak?"
"Kita coba saja dokter Anisa, kita harus segera tiba disana."
"Cepat putar arahnya dokter Anisa!"Tak sabar ingin segera berjumpa sang belahan jiwanya yang sedang terancam. Alya sedikit menggertak dokter Anisa. Dengan cepat dokter Anisa memutar balik arahnya menuju jalan pintas.
Teringat akan kak Alfin yang pernah mengajaknya menembus jalan pintas yang terletak disebelah barat jalan utama menuju kota, saat dia melakukan penyelidikan kasus pencurian di pabrik tekstil kota Changi. Mobil Inova berwarna donker itu meluncur dengan kecepatan cukup tinggi menembus jalan yang sudah dipadati pohon-pohon rindang di sisi kanan dan kirinya. Menembus semak belukar yang sudah hampir menutup jalan itu. Jalan itu sudah tak terrawat lagi.
"Astaghfirullah...."
Dokter Anisa mendesis. Alya menatapnya lamat-lamat. Dokter Anisa beranjak turun untuk mengecek kondisi mobilnya yang tiba-tiba mogok. Dia menelan ludah, begitu pun Alya. Ranting-ranting pohon berduri yang sudah gugur dari batangnya telah berhasil membuat ban mobil dokter Anisa meledak. Wajah mereka semakin murung. Bingung harus berbuat apa. Sedangkan waktu tak mau sedikit pun berkompromi dengan mereka. Alya melirik jam di tangannya. Waktu mereka tinggal sedikit lagi.
"Dokter... apa masih jauh untuk sampai disana?"
"Sepertinya tidak, sebentar lagi paling cuma sepuluh meter lagi kita sampai di sana, tapi bagaimana caranya, jalan itu sudah seperti hutan rimba, akan banyak mara bahaya yang akan mengancam kita"
"Saya tidak peduli dokter Anisa, saya harus segera tiba di sana, saya rela mengorbankan diri saya sendiri demi suami saya, saya gak mau kehilangan dia dokter Anisa!"
"Iya saya mengerti itu, tapi kamu harus memikirkan kondisi kamu juga"
"Tidak dokter Anisa!"
"Alya... jangan!"Alya tak menggubris sedikit pun kata-kata dokter Anisa. Setelah mengambil tas dan satu bukti terbesarnya, dia berlari menembus pohon-pohon rindang di sana. Dokter Anisa tak mampu melakukan apa-apa selain ikut mengejar Alya. Alya melangkahkan kakinya begitu cepat. Menyibak semak belukar yang menghadang di kanan kiri jalannya. Tak peduli tangannya yang mulai mengeluarkan bercak-bercak darah karena semak yang disibaknya ternyata pohon berduri. Tak peduli kakinya yang sudah bengkak karena tersandung batu-batuan dan kerikil yang berserakan di sepanjang jalan. Dia tetap melangkah, meski sesekali tubuhnya ambruk karena kehabisan tenaga. Memaksakan diri untuk bangkit dan melanjutkan perjalanan Meski dengan langkah yang tertatih-tatih. Tak peduli akan rintik-rintik air hujan yang semakin deras mengguyur tubuh keduanya. Semua rasa sakit, dingin karena terguyur hujan, lelah, sudah bagai tak ada artinya lagi. Semuanya sirna begitu saja.
"Ya Allah... jangan biarkan sakit ini menjadi penghalang hamba untuk segera menyelamatkan suami hamba ya Rob..."
Alya berteriak lantang memecah derasnya air hujan yang semakin menjadi-jadi. Terus berlari dan fokus pada sebuah bangunan besar yang berarsitektur modern yang bertengger di depan matanya.
"Allahu... akbar..... Kuatkan kaki ini ya Allah..."
Alya menyeret kakinya yang juga mulai mengeluarkan bercak-bercak darah. Memaksa tubuhnya yang mulai kehilangan gairah untuk melangkah, tak mempedulikan tubuhnya yang mulai menggigil dan semakin melemah. Wajahnya mulai terlihat sayu. Memasuki area pengadilan tinggi Changi Bay East.
"Who are you?"
Seorang security berkebangsaan Taiwan menghentikan langkah Alya dan dokter Anisa. Dia tak mengizinkan mereka masuk karena kondisi mereka yang sudah basah kuyup. Mereka harus memutar otak mereka untuk dapat memperdaya security itu. Sementara di ruang utama kak Alfin dan om Firman bertarung untuk memperpanjang waktu yang dimiliki mereka hingga Alya dan dokter Anisa datang. Perdebatan sengit antara mereka dengan ketiga hakim pengadilan tak terelakkan lagi.
"Kita sudah kehabisan banyak waktu, ini tidak bisa dibiarkan. Keputusan akhir harus segera di ambil."
Ketua hakim kembali bersuara dengan nada agak meninggi.
"Kalian tidak bisa menyelesaikan masalah ini tanpa melihat semua bukti-bukti yang mereka ajukan, kalian harus bersikap professional dalam hal ini!"
"Di pengadilan manapun, entah itu di Singapore, di Indonesia atau di negara lain pasti ada tata tertib dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Tidak hanya berlaku bagi warga negaranya sendiri, tapi warga negara asing juga harus mendapat peradilan yang seadil-adilnya, tidak boleh ada perbedaan di antara mereka. Apalagi dalam kasus yang belum jelas, Terdakwa belum terbukti bersalah, karena bukti yang dimiliki penuntut di anggap belum Valid dan juga bukti-bukti yang dimiliki saksi-saksi terdakwa lebih kuat. Dalam hukum, kita tidak boleh memandang sebelah mata terhadap siapa pun."
"Saya disini bukan untuk membela terdakwa, tapi jika melihat bukti-bukti yang diajukan mereka saya lebih dominan bahwa terdakwa tidak bersalah."
Wajah Libra benar-benar tertunduk. Entah rasa apa yang sedang memenuhi dadanya, terharu atas persaksian dan pembelaan kak Alfin yang berkebangsaan Singapore, yang belum pernah ia kenal sama sekali, terharu terhadap persaksian om Firman dan kedua tantenya, gelisah karena Alya belum saja tiba atau apalah... semua bercampur menjadi satu. Sebilur air matanya menetes.
"Laa haula wa laa quwwata illaa billah..."
Hatinya benar-benar pasrah.
![](https://img.wattpad.com/cover/217847406-288-k982068.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Surga 2 (Tamat)
Ficción GeneralMasih menceritakan kisah perempuan hebat yang menjadi kebanggaan suaminya. Kisah ini kelanjutan dari bidadari surga satu, tapi, ini versi anaknya Farhan dan Najwa, yaitu Alya.