ALWAYS
Klik tanda bintang sebelum baca ya... walau yang vote dikit bakal tetep aku lanjutin tapi sewaktu-waktu aku tarik acak ya beberapa bab seperti biasa.
Happy Reading.
*Sorry for typo.
James bangun dengan tubuh terasa segar pagi ini karena semalam ia merasa nyaman saat dipijat oleh Nadine dan sepertinya ia akan sering minta pijat malam-malam selanjutnya.
Meraba kasur disebelahnya ternyata kosong membuat James setengah berdecak kesal karena ia pikir Nadine masih tidur disampingnya. "Sial... pagi-pagi begini kemana si bodoh itu?" kesal James karena kembali berfikir Nadine sudah bangun lebih dulu dan menghindarinya.
Meregangkan beberapa otot tubuhnya lalu ia menurunkan kaki dan dengan sedikit malas juga mata masih terasa mengantuk, ia berjalan hendak kekamar mandi.
"Apa ini?" Langkah James terhenti seperti terhalang sesuatu. "Dasar bodoh!" ucap James saat melihat ternyata itu adalah tubuh Nadine yang masih tidur meringkuk dilantai.
"Hey bodoh..." James menggunakan kakinya mendorong pelan tubuh Nadine. "Bangun..." hingga akhirnya ia kesal karena Nadine tak juga membuka mata.
"Bodoh bangun!" teriak James akhirnya menendang punggung Nadine yang masih meringkuk.
Nadine kaget dan terduduk dengan kepala pusing karena bangun terburu-buru.
"Heh... sekali bodoh tetap saja bodoh," ejek James tertawa sumbang. "Cepat bangun dan buatkan aku sarapan," perintah James lagi. "Atau kau mau jadi santapan sarapan pagiku dulu? Ah... sepertinya morning sex ide yang bagus," sambung James membuat Nadine cepat berdiri dan berjalan cepat untuk mencari pintu keluar dari kamar tersebut.
Nadine lebih memilih membuat sarapan daripada menjadi santapan pagi suami kejamnya itu.
Keluar dari kamar, Nadine meraih karet gelang didapur dan mengikat asal rambut pendeknya lalu ia mulai mencari bahan masakan yang bisa ia masak dikulkas.
"Non Nadine? Kenapa ada di dapur sepagi ini?" sapa Desi bingung. Jika tak ada James sebenarnya Desi lebih suka memanggil Nadine dengan sebutan nona daripada nyonya.
"Selamat pagi Desi, aku akan membuat sarapan hari ini jadi kau tidak usah di dapur," sapa Nadine dan menjelaskan kenapa ia ada didapur.
"Tapi non, membuat sarapan adalah tugasku," sergah Desi.
"Desi ku mohon, aku tidak mau tuan marah jika keinginannya tidak dilaksanakan," pinta Nadine akhirnya.
Desipun mengalah dan melakukan pekerjaan lainnya karena ia juga tak mau melihat Nadine kembali disiksa oleh James.
James sudah menikmati sarapannya bersama grappa juga Nadine yang terlihat masih sedikit berantakan karena grappa meminta mereka sarapan bersama.
"James, malam ini kau tidak lupa bukan? Kita ada undangan pesta dari perusahaan xxx" ingat grappa pada James yang masih tampak serius membaca majalah bisnis pagi ini.
"Ya grappa, aku ingat," singkat James menjawab tanpa mengalihkan pandangan matanya dari majalah yang ia baca.
"Dan kau juga harus membawa istrimu, sekalian grappa akan mengenalkan ia pada rekan kerja kita yang belum tahu tentang siapa istrimu ini"
James sertamerta meletakkan majalahnya dan memandang grappa seperti tak percaya jika ia diminta membawa Nadine si gadis bodoh dan jelek menurutnya. Mengalihkan pandangannya kearah Nadine yang makan dalam diam, James merutuk. "Membawa si buruk rupa ini? Lebih baik aku membawa Lisa,"
"Grappa, bisakah aku..."
"Tidak. Keputusan grappa tidak bisa ditawar dan kau harus membawa Nadine" potong grappa cepat seperti tahu apa yang akan dikatakan James.
"Sayang, nanti sore akan ada yang meriasmu juga mengantar gaun pesta baru untukmu jadi kau bisa ikut ke pesta dengan suamimu, kau mau bukan?" grappa beralih pada Nadine yang hanya duduk menikmati sarapannya.
James dengan cepat menginjak kaki Nadine dengan kuat agar melihat grappa dan ia berharap Nadine menolak grappa bagaimanapun caranya.
Nadine menahan mulutnya agar tak meringis meski kakinya terasa sangat sakit.
"Kenapa? Apa kau sakit lagi?" tanya grappa melihat wajah Nadine tiba-tiba berubah memerah. "Sayang... bicaralah pada grappa,"
Nadine merasakan perasaan hangat saat ia menerima perhatian grappa meski kakinya masih berdenyut karena James masih menginjaknya kuat. Nadine menggeleng samar tanda bahwa ia baik-baik saja.
"Jadi kau siap ke pesta malam ini?"
"Grappa... Nad..."
"Baiklah, grappa anggap kau setuju sayang," grappa merasa jawaban Nadine terlalu lamban hingga ia memutuskan sendiri. "Bagaimana kalau sekalian kau perawatan tubuh, agar kau bisa lebih rileks? Ya... grappa akan memanggil yang terbaik untukmu,"
Rasanya gigi James tak berhenti mengeram kesal karena ia merasa istrinya memang sangat bodoh dan tak mengerti kode yang ia berikan agar menolak keinginan sang kakek.
Mulut Nadine hampir saja berteriak saat James menggunakan bagian tajam dari sepatu pantofelnya untuk menekan kaki Nadine yang hanya menggunakan sendal jepit.
"Apa kau memang sebodoh itu hah?" teriak James keras tepat diwajah Nadine saat ia berhasil membawa Nadine masuk kedalam kamar meninggalkan grappa yang masih menikmati sarapan.
James memberi alasan bahwa ia butuh istrinya untuk memilihkan dasi yang ingin ia pakai pagi ini hingga akhirnya ia menyeret Nadine memasuki kamar lalu menguncinya. "Aku sudah memberimu kode agar kau menolak tapi kenapa kau hanya diam?" teriak James lagi benar-benar merasa kesal.
Membayangkan ia mengandeng Nadine ke pesta itu saja membuatnya merasa kesal dan pusing.
"Kau tidak sadar? Kau itu jelek dan bodoh? Bagaimana bisa kau berbaur dengan orang-orang dipesta nanti? Dasar bodoh tidak berguna," maki James lagi semakin menjadi. "Kau hanya akan membuatku malu saja, arghh... sial... kenapa kau selalu merusak segalanya..."
Nadine bergidik takut apalagi saat James melempar botol parfum yang ada dimeja rias yang baru saja digunakan lelaki itu.
Botol itu pecah dan James menatap Nadine tajam.
"Dengar..." James mencengkram lengan Nadine dengan kuat membuat Nadine meringis kesakitan. "Kalau kau sampai membuatku malu maka aku akan benar-benar mengurungmu lagi diruang bawah tanah selama seminggu tanpa makan dan minum," ancam James tanpa melepas pegangan tangannya. "Kau mengerti? Jangan sampai membuatku malu,"
Nadine akhirnya mengangguk karena ia menahan rasa sakit serta airmata yang akan tumpah. Tubuhnya sendiri seperti biasa bergetar karena takut.
"Sial... benar-benar sial!" umpat James menghempaskan tubuh Nadine kearah dinding lalu ia berjalan menuju pintu kamar untuk berangkat kekantor.
Brak...
James bahkan membanting sedikit keras pintu kamarnya membuat Nadine kaget.
Nadine menangis tanpa tertahan lagi saat James tak terlihat.
"Ya tuhan... apa salahku... kenapa James begitu kejam padaku?" rintih Nadine disela tangisnya. Ia memegang dadanya yang terasa begitu sesak akan perlakuan James padanya. "Kenapa tuhan? Kenapa? Kenapa aku masih merasa begitu mencintainya... hiks... kenapa?" keras Nadine lagi semakin merasa sakit.
"Kenapa aku tidak bisa membencinya saja kenapa? Hiks... hiks... tolong tuhan jangan buat aku bisa membencinya karena aku benar-benar mencintai suamiku," jerit Nadine lagi meringkuk didinding sambil meremas dadanya yang terasa sesak.
💜💜💜
Dirumah aja dulu ya semua? Kalau gak ada yang benar-benar mendesak karena corona seperti hantu yang ada dimana-mana.
By Chang_e,
Bjm,260320.
KAMU SEDANG MEMBACA
25 Menit
FanfictionYang gak suka adegan kekerasan jangan baca... yang gak kuatpun pas baca awalnya jangan terusin... happy reading. Malas bikin sinopsis jadi kasih clue aja...