Dria, teman-teman saya bilang saya goblog. Jatuh cinta bikin otak saya mati dan buta kenyataan. Mereka bilang, saya harus meninggalkanmu. Saya harus menanggalkan hati ini.
Sebab katanya, cinta ini cacat. Saya seperti lari dengan kaki luka-luka dan robek--menuju kamu yang tergesa-gesa merantau ke hati entah. Pun saya bekalkan sayang-sayang di kotak makanmu yang kelabu. Ia sudah saya masak dengan hati-hati. Dengan segenap hati. Semoga kamu lapar di jalan. Semoga, ia mampu membuatmu selera dan masuk memenuhi badan.
Biar tak jadi sia-sia. Biar tak terbuang ia ke tong sampah paling murung. Sebab, itu adalah resep ibuku. Darinya aku belajar bagaimana memasak sayang paling lezat. Ibu bilang tak perlu penyedap rasa. Cuma pakai rempah-rempah tabah, tulus serta rela, maka ia bakal matang menjadi masakan maha enak serta maha bapak--memberimu hangat dan aman seperti dipeluk sepasang lengan.
Maka berangkatlah kamu, berjalanlah satu-satu sampai menjauh. Sampai sulit diraih. Nanti, hati-hatilah di jalan. Saya sampai sini saja, bekalnya tolong dijaga. Makanlah kalau kamu mulai lelah. Biar kamu ingat bahwa di sini, ada saya yang tidak pernah lelah. Meski patah. Meski payah.
"Saya cuma memasak. Saya cuma menjaga laparnya. Menjadi butuhnya. Kalau saya pergi, Dria bakal mati kelaparan. Mati dihabisi kekosongan."
Lega, teman saya akhirnya bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Baru Untuk Kekasih Lama
PoésieTidak ada yang selamat setelah "selamat tinggal." Rank 1 #poems 27/7/2019