Baterai Ponselku Tinggal Dua Puluh

5.7K 346 19
                                    

Baterai ponselku tinggal dua puluh waktu nada sambung panggilanmu nyaring mengganggu. Kutekan tombol hijau, barangkali setelah itu, kita lantas mampu kembali berjalan. Bergandengan tangan dengan senyum paling melegakan. Ditemani seplastik es teh yang kita bagi berdua sambil menyusuri jalanan kampung pukul lima sore yang mulai oren. Seperti sebelum saling melepaskan.

"Halo?" Semoga gugupku tidak mampu kau dengar di bumi sebelah sana. Karena rinduku selalu tumbuh untuk suara yang sama.

"Apa kabar? "

Jujur aku benci dua kata yang kau lempar. Terdengar seperti sindiran betapa aku tak mampu menghadapi kehilangan.

"Kabarku baik--" asal kau balik.

Mati-matian aku menggagalkan tangisku. Setelah sekian lama, sekian pesan tak diberi balasan, suaramu akhirnya bisa sedikit meredakan huru-hara kangenku yang meledak seenaknya.

Kau memintaku mengantar undangan kelulusanmu pada ibu. Karena kau masih di Jogja. Masih mencoba lari dari jatuh cintaku yang kadung luar biasa.

"Aku--" suaramu mendadak lirih, setelah helaan napas panjang, kau melanjutkan "kangen."

Seketika, aku merasa penuh. Dadaku riang bukan main. Sakit-sakitku terasa sembuh. Seluruh badanku terasa ringan, kalau saja kau tidak mengatakan hal-hal hebat lainnya, seperti;
"Di sini, ada manusia yang bisa kuajak jatuh cinta."

Tapi aku mencintaimu, "..."

"Dia mengajakku berkenalan."

Tapi aku mencintaimu, "..."

"Dengar tidak?"

"Iya."--dan aku sedang berdoa agar lekas tuli.

"Kalau ngantuk, bilang yaa. Biar nanti kututup."

Kau, kenapa selalu jadi kelemahan terbesarku? Aku ingin marah, Dria. Lebih dari itu, rasanya menyakitkan betapa cemburuku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pura-pura tak apa.

"Tidak, teruskan saja."

Kangenku belum tuntas. Semengerikan apapun kata-kata yang bakal kudengar, aku ingin mempertahankan sambungan telepon ini selama yang kubisa. Karena aku tahu cuma ada malam ini. Tidak ada besok. Tidak ada lain kali untukku yang tidak pernah berarti.

Suaramu terdengar sangat ceria, menceritakan mengenai orang-orang yang mungkin bakal kau jadikan tempat jatuh cinta. Dan sepanjang satu jam lebih, satu-satunya hal yang kusadari adalah tidak ada namaku yang masuk dalam ceritamu.

"Tutup ya?" Kau sudah selesai. Tapi aku belum. Tidak pernah. Dan tak akan pernah selesai.

"Aku takut, kalau aku tutup sekarang, besok kau bakal kembali menjadi asing. Menganggapku tidak pernah ada. Menganggap perasaanku cuma lelucon yang bisa kau ajak bercanda seenaknya."

Dan matilah ponselku. Matilah hatiku dihunus kecewa berkali-kali.

Buku Baru Untuk Kekasih LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang