9.⠀⠀Murder, My Sweet

887 212 16
                                    

CHAPTER 9MURDER, MY SWEET

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 9
MURDER, MY SWEET

⋅⥉⤉⋅

❝Kalau aku kembali ke kehidupanku dan mencoba memperbaikinya, hal yang sama akan tetap terjadi: aku akan menahan 𝖐𝖊𝖒𝖆𝖗𝖆𝖍𝖆𝖓 abadi dalam tulang-tulangku dan 𝖉𝖊𝖓𝖉𝖆𝖒 tanpa akhir di dalam tubuhku.❞






















Robyn menempelkan telinganya di pintu yang tertutup itu, mendengarkan dengan seksama segala hal yang terjadi di balik kayu tipis yang menghalanginya. Koridor luar biasa sunyi. Jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul dua dini hari. Mereka biasanya kembali ke sana pada tengah malam, suara samar Merc dari percakapan telepon mereka satu jam lalu mengisi kepala Robyn. Mereka akan pada puncak kegilaan mereka sekitar pukul dua pagi.

Suara-suara samar terdengar, namun tak lebih dari gumaman-gumaman melantur dari orang yang mabuk. Napas Robyn makin memburu, adrenalin berlarian di dalam tubuhnya. Jantung menghantam dadanya dengan keras, tak pernah segelisah ini sebelumnya─seakan jantungnya sewaktu-waktu bisa lepas dan melompat keluar dari kurungan rusuk. Kedua tangan yang ia gunakan untuk menggenggam revolver membeku dan berkeringat dingin.

Robyn mengulang rincian rencana yang akan ia lakukan: dobrak pintu, tembak semua kecuali Gibson, lumpuhkan Gibson, korek informasi, lalu bunuh dia. Dobrak, bunuh, lumpuhkan, bunuh. Keringat dingin mengaliri tengkuk Robyn ketika ia mengulang kata-kata itu, satu demi satu.

Mungkin ia berhasil membunuh mereka. Mungkin dialah yang akan terbunuh. Apa itu benar-benar masalah? Kematian tak pernah terdengar semenggoda ini, merayu Robyn untuk bermain-main dengannya.

Robyn menarik napas, kemudian menghempaskan tendangannya pada pintu ringkih itu. Pintu terbuka dengan bunyi keretak keras, khas kayu lapuk. Robyn mengatur keseimbangannya, dan menarik pelatuk. Ia mencoba mengingat apa yang selalu ibunya ajarkan: tembak tepat di kepala atau selangkangan, Robyn...

Ia tak punya waktu untuk memikirkan kembali keefektifan kata-kata ibunya. Ini sekarang atau tak selamanya.

"Siapa kau, jalang?!" teriak salah seorang di antara mereka sebelum akhirnya tumbang juga setelah Robyn tembak.

Keberuntungan tengah berpihak padanya. Tepat seperti apa kata Ivy, hanya ada mereka berlima di dalam sini.

Robyn beberapa kali hampir salah membidik karena terkejut, terlebih karena terguncang akibat suara yang dihasilkan ketika pelatuk ditarik dan peluru berdesing meninggalkan revolver. Ia tak punya waktu menyesuaikan diri. Ini sekarang atau tak selamanya, dan ia harus bergegas, kalau tidak orang-orang di bawah akan segera naik untuk mengecek.

Empat orang tumbang, walaupun beberapa masih bergerak-gerak lemah layaknya cacing dibubuhi abu.

"Jalang!" teriak Donald Gibson yang sempoyongan, cairan menetes dari lubang-lubang suntikan di lipatan lengannya. Masih dengan nada teler yang sama, ia berkata, "Apa maumu, keparat?"

CHAOS ━ BOOK 1 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang