3.⠀⠀Cry Vengeance

1.8K 353 46
                                    

CHAPTER 3CRY VENGEANCE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 3
CRY VENGEANCE

⋅⥉⤉⋅

❝𝕸𝖆𝖋𝖎𝖆 bertanggung jawab atas kematian ibumu, Robyn.❞

















BERMINGGU-MINGGU MUNGKIN SUDAH berlalu, tetapi Robyn masih mengingat dengan jelas wajah cekung yang berkelabat dan melaju dengan mobil laknat itu. Sebuah rasa tidak nyaman menguasai Robyn setelah kejadian, lalu dilanjutkan dengan rasa takut-dan sekarang, paranoia. Serpihan masa lalu yang selama ini ditekannya ke dasar pikiran perlahan mengambang dan bergerak naik, memberinya teror malam dan kilasan kejadian traumatis.

Polisi tak banyak membantu, tentu saja. Robyn harus menahan keinginan untuk berteriak ke wajah bodoh dan sok tangguh mereka setiap kali mereka bilang kasus ibunya tak mencapai titik terang. Robyn tahu, jauh di dalam diri para penjaga keamanan itu, mereka sudah menormalisasi ini semua dan perlahan-lahan mencari cara agar penyelidikan tak berlanjut. Mungkin mereka takut. Atau mungkin, ada banyak rahasia busuk lainnya yang berusaha mereka sembunyikan.

Segala bentuk kriminalitas sudah hampir mencapai kata normal bagi penduduk kota ini. Bahkan, ketika Robyn memutuskan untuk pergi ke sekolah setelah tiga hari ia habiskan mengurung diri di rumah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tak berujung dari polisi, keadaan di sekolah tak bisa dikatakan banyak membantunya.

Hampir semua orang yang dilewatinya tiba-tiba berbisik atau mengalihkan pandangan ketika ia lewat. Beberapa dengan terang-terangan tertawa, beberapa lagi malah mengatakan segala bentuk hinaan secara verbal. Robyn menolak mengunjungi konselor sekolah. Dia tahu semua rahasianya akan bocor sekejap setelah ia berbalik dan keluar dari ruangan mereka.

Robyn menghela napas ketika ia telah berhasil berada di dalam salah satu bilik toilet. Ini menjijikan sebetulnya-menghirup udara yang tercemar bau samar kloset-tetapi Robyn merasa tempat ini adalah ruang bebasnya, tempat dimana ia tidak perlu memasang wajah palsu tidak pedulinya.

Robyn duduk di penutup kloset, menyulut sebatang rokok, menghisap, membiarkan nikotin bermain-main di paru-parunya. Beban berat sedikit terangkat dari kepalanya, namun tetap saja masih bercokol di sana, menyiksanya. Robyn mendengar orang-orang masuk dan keluar, mendengar gosip-gosip samar, atau bahkan isakan bodoh kecil. Orang-orang datang dan pergi, waktu bergulir. Bel berbunyi.

Tetapi Robyn telah melayang menembus memori.

Robyn berada di rumah.

Kartun favoritnya sedang tayang. Robyn tengah menontonnya, tak sabar menunggu ibunya pulang. Pintu depan terbuka, tawa Mama mendahului sebelum suara seorang pria.

"Ruby, inikah rumahmu?"

Ibunya mengangguk dengan antusias sambil bergelayut manja di lengan pria itu. "Ya, bagaimana? Apa kau tertarik untuk tinggal bersama?"

CHAOS ━ BOOK 1 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang