CHAPTER 26
TOUCH OF EVIL⋅⥉⤉⋅
❝Kau melawan 𝖙𝖆𝖐𝖉𝖎𝖗 𝖇𝖆𝖎𝖐 dengan ikut bersamaku kemari.❞
SUARA GESEKAN SEPATUNYA dengan pasir pantai terdengar renyah, dilatarbelakangi suara desiran ombak dan angin yang bertiup. Robyn beberapa kali harus merapatkan jaket kulitnya─suhu udara semakin hari semakin dingin saja, sedangkan hanya jaket itu yang ia punya. Sesekali, pemandangan dari ilalang pantai menyambutnya, dan sesekali pula, Robyn menengadah menatap sinar pucat bulan. Ia tak merasakan rasa takut lagi. Ia mati rasa ketika indranya berusaha mencerna kedamaian.
Rasa dingin yang tak asing kembali menghampirinya. Rasa yang ia rasakan ketika ia membakar bangunan-bangunan terlantar di Dewick, atau ketika ia merokok di bilik toilet sekolah. Sunyi. Senyap dalam kebisingan.
Robyn pada awalnya hanya berniat untuk berjalan-jalan di pinggir pantai, tetapi ia melihat cahaya berwarna dari lampu-lampu neon di kejauhan, juga gedung-gedung yang berjejer seperti bidak catur. Ia tak bisa menyingkirkan rasa rindu akan bar milik Wall di Dewick, dan untuk pertama kalinya dalam malam ini, Robyn memiliki tujuan.
Suasana dive bar yang ia kunjungi bahkan tak jauh berbeda dengan suasana bar milik Wall; lampu neon menyiram seisi bar, memandikan mereka dalam cahaya monokrom. Hanya saja, bar ini jauh lebih kecil dan sepi, seakan ruangannya memerangkap waktu dan emosi. Beberapa orang yang ada terlihat asyik dengan dunia mereka sendiri, mereka bahkan tak menengok ketika ia lewat.
"Wiski, neat."
"Hari yang berat, ay?" si bartender berusaha terdengar ramah, dan Robyn tak bisa menyalahkan pria tua dengan janggut goatee itu. Ini larut malam, benar-benar saat tergelap mendekati fajar dan ia kini duduk di dalam dive bar yang sunyi, seakan terjebak di tempat antah-berantah. Semua orang yang memiliki momen seperti ini pastilah mengalami hari yang berat.
"Hari yang berat," ulang Robyn, ketika tangan si bartender dengan cekatan menuang dan menyajikan minuman.
Rasa wiskinya benar-benar membakar. Kerongkongan Robyn terasa kebas ketika cairan itu melewatinya, kemudian sensasi itu digantikan dengan rasa hangat. Robyn kembali meneguknya, mereguk setiap tetesnya dengan penuh damba. Walau wiski yang ia rasakan terlalu kuat dan benar-benar pahit, Robyn mulai bisa merasakan aroma dari vanili dan karamel. Rasa itu membangkitkan kenangan-kenangannya bersama Wall. menyulut sesuatu di dalam dadanya dengan rasa sesal dan dendam yang tumpang tindih.
Tatapannya tidak sengaja bertemu dengan tatapan Alder.
Robyn tersentak kaget ketika menyadari hal itu. Setelah turun dari kursi bundar tingginya, Robyn berjalan menyeberang ruangan dengan tergesa, jantungnya berdegup keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAOS ━ BOOK 1 | ✓
Misterio / Suspenso𝐑𝐎𝐁𝐘𝐍 𝐇𝐀𝐙𝐄 selalu dikuasai amarah dan adiksi mematikannya sendiri, hingga sebuah peristiwa membangkitkan sisi tergelapnya. Kini, Robyn Haze keluar untuk membalas dendam. * * * [THE CHAOS TRILOGY: BO...