CHAPTER 14
EDGE OF DOOM⋅⥉⤉⋅
❝Semua orang 𝖐𝖚𝖆𝖙, namun juga rapuh.❞
TROTOAR ITU KERAS, pedih dan jahat. Angin malam juga bukan sekutu; ia lewat dengan tidak sopan, layaknya garam pada luka. Cahaya lampu jalanan dalam gelapnya malam seakan mengubah dunia menjadi neraka, menyorot mereka dalam cahaya merah yang mengancam.
Tunggu.
Robyn membuka matanya, dan rasa sakit yang tak tertahankan langsung menyerangnya seperti tawon pembunuh yang tengah mengamuk. Robyn mencoba menggerakkan tubuhnya, mengerang dalam upaya untuk bisa menemukan kembali indranya.
Ia tengah berbaring di atas trotoar, pipinya menempel ke permukaan trotoar yang dingin, tanpa ampun mengingatkannya akan memar yang belum sama sekali memudar rasa sakitnya. Dari cahaya merah yang dipancarkan lampu-lampu jalan, Robyn yakin sepenuhnya mereka masih berada di Red Alm; terkapar dengan menyedihkan di atas trotoar, bertanya-tanya dengan bingung mengapa kematian tidak berbaik hati singgah pada mereka malam ini. Kematian mungkin lebih mudah, tanpa rasa sakit, tanpa beban; tetapi wajah bajingan itu berkeliaran di pikiran Robyn, membuat Robyn menuntut balas dendam.
Rasa panas menjalari Robyn, menghidupkan api yang sedari tadi belum padam dalam jiwanya. Robyn memaksa dirinya bangkit, berteriak karena rasa sakit yang menjadi-jadi. Ia berhasil berdiri juga pada akhirnya, walau kakinya yang masih lemah seakan mengancam untuk ambruk setiap saat. Ia mengambil revolver dari dekat kakinya, kemudian mengantonginya. Robyn mengedarkan pandangannya dan mendapati Alder, pingsan, tertelungkup tidak jauh darinya.
Robyn merogoh kantung jaket kulitnya, mencari ponsel yang dengan penuh syukur ia tarik dari sana. Matanya dengan sekilas menatap jam yang tertera, kemudian kembali mengembalikannya ke kantung. Pukul 1 lewat 10 dini hari. Namun sesuatu terasa tak beres.
Robyn kembali mengambil ponselnya, kali ini benar-benar mengecek. Ada setidaknya 5 panggilan tak terjawab dari Ivy dan Merc pada pukul 1 dini hari. Robyn merasakan perasaan tak enak di dasar perutnya, juga ketidaksiapan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ingin tahu mereka. Menghela napas, ia menulis catatan dalam kepalanya untuk menelpon mereka kembali nanti.
Rasa asin dengan aroma layaknya karat memenuhi mulutnya ketika ia menjilat bibir, disusul rasa sakit yang tiba-tiba.
Keparat.
Robyn meludahkan darah dari mulutnya ke aspal, mengumpat kepada dirinya sendiri, menyumpah-serapahi luka di bibirnya.
"Woy, kau."
Robyn menendang tangan Alder dengan pelan, dengan segala kelembutan yang bisa ia kerahkan, mencoba membangunkannya. Rasa bersalah yang ia rasakan semakin menjadi-jadi tatkala pandangannya mulai beradaptasi dengan cahaya merah, terpaku pada luka-luka di wajah Alder.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAOS ━ BOOK 1 | ✓
Mystery / Thriller𝐑𝐎𝐁𝐘𝐍 𝐇𝐀𝐙𝐄 selalu dikuasai amarah dan adiksi mematikannya sendiri, hingga sebuah peristiwa membangkitkan sisi tergelapnya. Kini, Robyn Haze keluar untuk membalas dendam. * * * [THE CHAOS TRILOGY: BO...