CHAPTER 12
NOTORIOUS⋅⥉⤉⋅
❝Terkadang banyak hal membuatku 𝖒𝖆𝖗𝖆𝖍, dan media pelampiasanku hampir tak ada.❞
ROBYN TERBANGUN DENGAN posisi yang sama seperti dia tertidur, seingatnya. Rasa pusing menghantam-hantam kepalanya, terasa bising dan memekakan telinga. Memori yang menggumpal di otaknya perlahan mengusik, membuat Robyn terkesiap.
Ia masih dapat merasakan hangat pada bagian sofa di sampingnya, juga botol wiski yang sisa setengah berdiri dengan kokoh di atas meja, di sekitar tumpahannya yang menggenang. Robyn memijit dahi, mencoba meminimalisir rasa sakit; namun itu tak cukup untuk meminimalisir rasa tidak enak yang menggumpal di perutnya.
Anggapan bahwa dengan mabuk dapat membuat lupa apapun pada esok hari tidak sepenuhnya benar.
Robyn dapat merasakan tepat di belakang kepalanya berbagai kelabatan memori dan serpihan ingatan yang cukup mengganggu, terutama di saat kesadarannya berada di ujung tanduk. Dan sekarang, setelah ia mengingat lagi dengan lebih keras, ia hampir tak bisa mempercayai dirinya sendiri.
Tidak mungkin.
Tidak mungkin ia menangis dan melakukan pengakuan dosa dengan berlinang airmata pada Alder. Tidak mungkin ia mendengarkan cerita Alder, perlahan mendapat sepenggal bagian dari kisah hidup terdalamnya. Tidak mungkin ia menonton film hitam putih bersama pria itu, merasa aman dan nyaman dalam rangkulannya.
Robyn tersentak, tak bisa menahan diri dari rasa malu dan bersalah yang kembali menggerogoti. Apa-apaan ini? Kemarin mereka hanyalah orang asing, yang karena permainan takdir bertemu dan berjalan di jalan yang sama.
Robyn mengutuk dirinya sendiri, juga mengutuk cairan yang ada di atas meja di depannya sekarang. Wiski selalu membuat dirinya merasa nyaman, walaupun hangover tidak semenyenangkan itu; efek yang timbul malam tadi membuat Robyn merasa seakan dikhianati oleh sahabat karibnya sendiri.
Bagaimana bisa?
Pintu terbuka dan Alder masuk, masih dengan pakaian semalam. Ia terkejut ketika melihat Robyn yang balas memandangnya dengan ekspresi horror, kemudian, setelah diam yang lama, ia membuka suara. "Aku meminta aspirin dari resepsionis motel ini, kau mau meminumnya?"
Robyn terkesima. "Ya, terima kasih."
Alder menyerahkan sekaplet obat itu pada Robyn, yang langsung disambut Robyn dan ditelannya dengan bantuan air. Robyn kembali memijit kepalanya, lalu bangkit dan berjalan terhuyung ke kamar mandi.
"Apa kau baik-baik saja?"
Robyn mengangguk, walaupun dunia terasa berputar di setiap langkah kakinya. Bahkan tidur tak bisa membuat dirinya membaik. Robyn merasa amat lelah, seakan dia baru saja berkelahi non-stop dengan seseorang. Dia melanjutkan perjalanannya ke kamar mandi yang sempat tertunda, walau rasa berat terus mengiringi setiap langkahnya. Ia muntah hebat sesaat setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAOS ━ BOOK 1 | ✓
Mystery / Thriller𝐑𝐎𝐁𝐘𝐍 𝐇𝐀𝐙𝐄 selalu dikuasai amarah dan adiksi mematikannya sendiri, hingga sebuah peristiwa membangkitkan sisi tergelapnya. Kini, Robyn Haze keluar untuk membalas dendam. * * * [THE CHAOS TRILOGY: BO...