25.⠀Somewhere in the Night

511 130 0
                                    

CHAPTER 25SOMEWHERE IN THE NIGHT

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 25
SOMEWHERE IN THE NIGHT

⋅⥉⤉⋅

❝Kalau Alder memiliki pilihan untuk tinggal, dia juga punya pilihan untuk 𝖕𝖊𝖗𝖌𝖎.❞















"INI TERLIHAT FAMILIAR."

"Kau pasti melihatnya di suatu tempat. Mitologi Yunani dan Romawi tampaknya menjadi populer belakangan ini."

Robyn menyeruput kopi hangat yang ada di tangannya, matanya naik-turun memperhatikan patung pualam yang ada di pusat kota itu dengan lebih detail. Patung pualam-atau lebih tepatnya patung-patung pualam, karena keseluruhan patung itu terdiri dari tiga perempuan yang membeku dalam pose setengah menari, setengah berangkulan. Ada beberapa hal yang akan terus abadi, bunyi tulisan yang dipahat di salah satu sisi alas patung. "Setelah kau mengatakannya, aku ingat sesuatu. Tiga Kharites? Three Graces?"

Alder hampir tersedak ketika ia dengan antusiasnya mengangguk. "Ya! Antonio Canova. Aku ingat pernah melihatnya di koran. Kolom seni membahas Antonio Canova dan karya-karyanya Januari lalu." Ada sorot yang meredup di mata Alder ketika ia mengatakan itu, disusul dengan tatapan penuh kerinduan.

Robyn mengangguk, walau rasa heran masih menutupi ekspresinya. "Jadi ini replika dari patung Canova yang terkenal itu?" Mata Robyn menyipit mengamati pakaian yang ketiga perempuan itu kenakan. "Tak sepenuhnya sama seperti yang kulihat di buku pelajaran. Pakaiannya kelewat modern."

"Sang pematung memberi sentuhan kontemporer, tampaknya," Alder menyetujui. Pandangannya ikut menari menelusuri tiap inci patung, dimulai dari perempuan yang berada di tengah dengan gaun panjang melambai, perempuan yang berada di kiri dengan jaket bulu, serta perempuan paling kanan dengan gaun sebatas lutut. Mereka semua terpaku dalam pose anggun dan halus batu marmer yang terawat dengan baik.

Alder mengambil sesuatu dari kantung jaketnya, kemudian berjalan mundur. Robyn memperhatikan dengan kikuk bagaimana Alder memotret patung itu dengan kamera ponselnya, tampak tak bersusah-payah menangkap gambar terbaik.

"Kemarikan," Robyn mengulurkan tangannya yang bebas, memberi gestur pada ponsel di tangan Alder. "Biarkan aku memotretmu."

"Tidak, tidak perlu─"

"Ayolah, kau akan merindukan tempat ini," Robyn tak berpikir panjang ketika mengatakan itu, nyaris refleks. "Tidak setiap hari kau bisa mengagumi replika Canova. Anggap ini bukti kau pernah kemari."

"Oke..." Alder menyerahkan ponselnya pada Robyn. Suaranya merendah ketika ia berbicara lagi. "Sebetulnya, Robyn... aku malu."

Robyn mendengus tertawa, tetapi ia segera menyamarkannya. "Ayolah. Setelah kau, baru aku."

Alder pada akhirnya mengiyakan. Ia tertawa canggung, menutupi kegugupannya; Robyn memotret semuanya tanpa berpikir dua kali.

"Baik, sekarang giliranmu," Alder mengambil ponselnya dari tangan Robyn, lalu mendorong gadis itu mendekati patung pualam. Ia mencoba menghindari tatapan Robyn, tetapi semu merah samar tampak di wajahnya. "Kau sudah berjanji."

CHAOS ━ BOOK 1 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang