6.⠀⠀Born to Kill

1.1K 247 32
                                    

CHAPTER 6BORN TO KILL

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 6
BORN TO KILL

⋅⥉⤉⋅

❝Demi kota yang terbentuk dari tanah khusus neraka dan air selokan ini, 𝖘𝖊𝖒𝖔𝖌𝖆 𝖇𝖊𝖗𝖍𝖆𝖘𝖎𝖑!❞























PINTU ITU TERBUKA dan wajah mengantuk Wall menyambutnya setelah ketukan-ketukan tak sabar yang ia buat. Robyn menghela napas ketika melihat pria itu, lalu tanpa membuang waktu, ia berbicara, "Wall, aku perlu bantuanmu."

Robyn menyadari amarahnya. Kemarahan yang memang sudah tergenang cukup lama di dalam tubuhnya itu kian lama makin bertambah, dengan satu alasan demi alasan yang masuk akal. Dan kini, setelah ia membaca surat ibunya, mau tak mau Robyn harus menuntaskan segalanya. Ia harus menuntaskan urusannya di kota laknat ini terlebih dahulu.

"Jadi kau ingin mengunjungi ayahmu, hah?"

Robyn mengerutkan keningnya, kebingungan darimana tepatnya Wall langsung melompat pada pertanyaan gila itu. "Sebetulnya, tidak. Darimana kau mendapat konklusi itu?"

Pikiran akan ayah membuat Robyn makin diliputi rasa geram.

Lucu bagaimana Robyn tumbuh sendiri, menempa diri dalam huru-hara kota laknat ini. Bahkan sifat lembut ibunya tidak bisa menembus tengkorak kepala Robyn; dan untuk itu, Robyn merasa teramat bersalah. Ibunya pernah berkata kalau Robyn sangatlah mirip dengan ayahnya─yang berarti ibunya harus membesarkan bentuk lain dari orang yang telah menghancurkan hatinya hingga berkeping-keping selama delapan belas tahun ini.

Ada kekuatan yang besar dalam kelembutan, sama seperti ada kekuatan yang besar dari kerasnya hati dan jiwa yang terbakar. Ibunya selalu mengajari Robyn itu, namun kelembutan bukanlah jiwa Robyn. Gadis itu tumbuh menjadi badai yang kasar dan mengamuk.

"Kalau begitu, kenapa kau kemari?" Wall menguap. "Tidak biasanya kau datang sepagi ini."

"Aku ingin kau membantuku, Wall," Robyn memotong kata-kata pria itu dalam sekali tarikan napas. "Aku telah membaca surat ibuku, dan dia bilang aku harus meminta bantuanmu. Kau tahu apa yang harus kau lakukan."

Eskpresi wall tak dapat terbaca. Raut wajahnya seakan terjebak antara terkejut dan tak percaya, antara kasihan dan rasa bersalah. "Jadi kau sudah membacanya, ya?"

"Ya, begitulah," Robyn bergerak dengan tak nyaman di sofa yang ia duduki, sebisa mungkin menghindari tatapan mengasihani yang tiba-tiba dilemparkan Wall kepadanya. "Aku tak punya tujuan lain, dan kupikir..." Robyn menghembuskan napasnya dengan berat, "kupikir aku bisa mengubah hidupku dengan hal ini."

"Dan apa tepatnya yang harus kubantu?" Wall menyipitkan matanya, tatapannya berubah menjadi curiga. "Aku bisa membantumu dengan uang, nak, tetapi aku tak terlalu yakin itu persisnya yang kau butuhkan."

CHAOS ━ BOOK 1 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang