CHAPTER 33
SHORT CUT TO HELL⋅⥉⤉⋅
❝Kau dan aku, kita sama. Kita tak meminta dilahirkan. Kita tak punya 𝖕𝖎𝖑𝖎𝖍𝖆𝖓.❞
MEROKOK. MEMINUM WISKI. Film hitam putih. Kamar motel.
Robyn mendengus dengan muak, kepala beratnya bersandar pada sofa di depan televisi. Ia tak ingat persisnya kapan ia tiba pada motel ini; tak juga ingat kapan persisnya kemarin, hari ini, atau besok. Ia belum mandi sejak satu hari yang lalu─atau dua, ia saja bahkan sudah lupa. Satu-satunya kewarasan yang bisa dilakukannya hanyalah mengulang-ulang rutinitasnya: merokok, meminum wiski, menonton film hitam putih. Nama motel yang ia tempati telah memudar dari ingatannya, lebih karena ia memang tak peduli sejak awal.
Robyn menenggak wiski yang ia beli sebelum menginap kemari, langsung dari botolnya. Dua orang berkejar-kejaran dalam film yang tengah diputar pada televisi tabung di hadapannya, bayangan mereka merayap pada dinding-dinding bangunan. Robyn memejamkan mata, mencoba mengingat nama filmnya─Touch of Evil. Ia tak benar-benar mengikuti alur ceritanya, tetapi rasanya menyenangkan saja melihat sesuatu yang mendistraksinya dari kenyataan.
Ia kembali mengulang rutinitas dalam kepalanya.
Merokok. Meminum wiski. Film hitam putih. Kamar motel.
Sesuatu terasa sangat familiar, tetapi sangat asing di saat yang bersamaan...
Merokok. Meminum wiski. Film hitam putih. Kamar motel. Sendirian.
Ia sendirian. Tak ada pemuda menyebalkan yang selalu ingin tahu itu lagi. Tak ada aroma kolonyenya yang mengetuk kepala. Jaket trucker coklat cedarnya tak lagi melekat di tubuhnya, atau disampirkan di punggung kursi─kini jaket itu terlipat dengan rapi, di dalam mobil Wall yang terparkir di depan kamar motel. Tak ada airmata. Robyn tahu, ia kelewat sering menangis bulan ini, tak seperti dirinya yang biasa. Kabar buruknya, ia tak merasakan apa-apa sedari kemarin, selain mati rasa yang menjalari bagian-bagian dalam tubuhnya.
Suara telepon yang masuk mengagetkannya, sejenak. Ia meraih ponselnya yang menyala, lalu membaca nama penelepon. Ivy. Robyn mengabaikan, tak ingin bicara. Tak ingin dianggap ada. Ia berharap ada lubang menganga di bawahnya sekarang ini, menelannya bulat-bulat. Lenyap tanpa bekas.
Robyn bangkit, terhuyung dan terseok mendekati jendela, botol wiski dengan setia berayun di tangannya. Pandangannya memburam ketika ia memaksakan diri untuk fokus pada keadaan di luar. Tak ada orang. Kegelapan menyelimuti halaman terbuka, kendatipun lampu-lampu dinyalakan. Suara pelan mesin penghangat berdengung di latar belakang. Senyum merekah di bibirnya dan ia tertawa.
Ia sudah menyiapkan semuanya. Tali, bensin, korek api. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia membakar sesuatu. Robyn mengangkat botol itu ke bibirnya, menenggak habis sisa-sisa cairan yang menghanyutkan itu dari sana. Monster di dalam dadanya menggeram memohon. Robyn menghela napas, mencoba menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAOS ━ BOOK 1 | ✓
Mystery / Thriller𝐑𝐎𝐁𝐘𝐍 𝐇𝐀𝐙𝐄 selalu dikuasai amarah dan adiksi mematikannya sendiri, hingga sebuah peristiwa membangkitkan sisi tergelapnya. Kini, Robyn Haze keluar untuk membalas dendam. * * * [THE CHAOS TRILOGY: BO...