CHAPTER 30
THE MIDNIGHT STORY⋅⥉⤉⋅
❝Kau selalu menjadi yang 𝖙𝖊𝖗𝖐𝖚𝖆𝖙.❞
"ARTHUR TAMPAKNYA TAK akan kemari sampai lusa." Diana mengedikkan bahu, tampak senang akan itu. Ia memainkan karpet yang ada di bawah kakinya, nyala perapian memantul di wajah mereka.
Jam berdentang sebelas kali, mengisyaratkan tengah malam yang tak lama lagi datang. Mansion kosong melompong ketika mereka sampai. Setelah dengan kewaspadaan penuh menatap sekeliling, memastikan tak ada orang yang melihat mereka tiba, mereka akhirnya masuk.
"Di mana dia?" Robyn bertanya. Kengerian dari pembantaian yang baru saja disaksikannya sekilas tadi masih membekas, tetapi nyala api selalu bisa menenangkannya. Mungkin Diana dan Tekyla berpikiran sama, sehingga mereka bergabung bersamanya duduk bersisian di depan perapian.
"Di tempat pertemuan, pastinya. Di suatu tempat di kota ini."
"Di mana Ivy dan yang lain?"
Diana menghela napas. Ia mengerling koridor yang menuju ke kamar-kamar, mencoba meyakinkan dirinya. "Tidur, tampaknya."
Robyn menghela napas lega. Masih segar di dalam pikiran bagaimana tudingan-tudingan Ivy membekas dan merobek dirinya. Robyn tak siap menerima tudingan-tudingan itu lagi, mengingat ia kabur bersama Diana dalam misi menyelamatkan Alder. Rasa dingin kembali hadir ketika nama Alder melintasi pikirannya, membuatnya beringsut lebih dekat pada perapian di depan mereka bertiga.
"Aku akan pergi ke pertemuan," Diana bangkit, walaupun nadanya terdengar enggan. "Mereka pasti akan bergunjing tentang adik sang Pemimpin yang tak hadir. Aku tak akan memberi mereka kepuasan itu."
Ketidaknyamanan menjadi sesuatu yang kentara sesaat setelah suara mobil Diana melaju meninggalkan mansion. Tekyla menggumamkan sesuatu, tetapi Robyn segera memotongnya.
"Aku ingin bicara berdua denganmu."
Tekyla tampak tak senang akan itu. Robyn dapat membaca sinar ketakutan di matanya.
"Kau akan menceritakan segala yang kau tahu tentang Knowlton," Robyn mengutarakan maksudnya, langsung. "Segalanya, tanpa kecuali. Bahkan walaupun itu sesuatu yang sangat intim dan personal bagimu. Aku tak ingin ada kebohongan, Tekyla."
"Aku belum siap," Tekyla menggeleng. Kegetiran membayang di wajahnya.
"Aku juga belum siap, keparat, tapi lihatlah bagaimana keadaan kita sekarang," Robyn mendesis, mengancamnya. "Katakan padaku, Tekyla, apa kau menyukai kata-kata manis yang keluar dari mulutnya? Lebih dari itu, katakan padaku; apa dia membuatmu merasakan sebuah getaran? Sesuatu yang membuatmu bersimpati padanya, tentang masa lalu dan airmata buayanya?" Robyn menyeringai. Ia menekan kata-katanya lebih jauh lagi, mendapatkan kepuasan dengan penghinaan ini. "Apa kau mencintainya? Biar kutebak, pasti ada sesuatu di antara kalian, bukan, mengingat betapa kau memuja dan menaruh kesetiaan padanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAOS ━ BOOK 1 | ✓
Mystery / Thriller𝐑𝐎𝐁𝐘𝐍 𝐇𝐀𝐙𝐄 selalu dikuasai amarah dan adiksi mematikannya sendiri, hingga sebuah peristiwa membangkitkan sisi tergelapnya. Kini, Robyn Haze keluar untuk membalas dendam. * * * [THE CHAOS TRILOGY: BO...