CHAPTER 32
THE SUN SETS AT DAWN⋅⥉⤉⋅
❝Para 𝖕𝖊𝖓𝖉𝖊𝖓𝖉𝖆𝖒 itu sama. Mereka lebih kuat dari yang orang-orang duga.❞
SUARA TAMPARAN MENGGEMA, disusul isakan memohon yang hampir tak dapat lagi dipahami. Diana mengalihkan pandangannya dari pria tua yang tengah dipukuli di tengah ruangan itu, menyumpah-serapahi kakaknya. Lima orang pria dengan mantel trench berdiri mengelilingi si pria tua yang sedari tadi terikat di kursi, tangan mereka terkepal menanti giliran mereka untuk menghajar.
Diana tahu, dirinya sendiri tak luput dari dosa─tapi ada perbedaan yang sangat kentara kalau hal itu dilakukan pada orang yang pantas menerimanya. Para pemerkosa dan penganiaya pantas mendapat itu.
Tetapi tampaknya, si pria tua tak demikian. Bagaimana kalau dia hanya penjaga motel yang kelewat setia dengan Knowlton? Mungkin ia tak punya pilihan. Sama seperti orang-orang di luar sana.
"Hentikan, tolol." Diana berdiri dari meja kayu yang sedari tadi didudukinya, kemudian berjalan mendekat. Busur yang tersampir memberi beban familiar di bahunya. Ia akui, ia telah terbiasa melihat darah yang bercucuran dan wajah yang tak lagi dapat dikenali─bahkan seringkali, ia menikmati pemandangan itu─tetapi kali ini, rasanya keterlaluan saja kalau mereka memutuskan untuk menghajar si pria tua sampai mampus. Interogasi itu berjalan hanya sebentar; sisanya adalah pemukulan tanpa makna.
Itulah alasan kenapa ia membenci orang-orang sialan ini. Itulah alasan kenapa ia memilih pergi.
Hidung si pria tua terus mengucurkan darah. Tampaknya ia sekarat, walau mata bengkaknya tak memberi Diana kepastian.
"Nona, kami sedang menginterogasi─" Si plontos mencoba mengajaknya bicara.
Diana dengan cepat memotong kata-kata pria itu. "Biarkan aku yang melakukannya, Alan."
"Tapi, nona─"
Diana menghentak kakinya. Kelima pria itu mundur, memberi Diana jalan. Kentara sekali mereka takut; lagipula, siapa yang tak pernah mendengar tentang Diana Raymond? Dunia gelap Almirmo mengutuk namanya. Mereka semua takut.
"Kau anggota baru?" Diana mendongakkan dagunya sekilas pada salah seorang pemuda dengan rambut berjambul yang disisir rapi ke belakang. Ia balas mengangguk dengan agak malu. Pemuda itu mengingatkannya akan seseorang; seseorang yang pernah dicintainya, yang kini sudah tidur nyenyak di dasar laut. Mati dengan konyol. "Siapa namamu?"
"Gr-Grey."
Diana tertawa. Ia tahu nama itu sekonyol nama pria lainnya dalam kelompok prajurit ini, tetapi absurd saja rasanya kalau mereka terlalu berpikir panjang hanya untuk nama jalanan.
"Sudah pernah membunuh orang?" tanya Diana lagi.
Grey menggeleng. Wajahnya bersemu merah tatkala Diana tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAOS ━ BOOK 1 | ✓
Mystery / Thriller𝐑𝐎𝐁𝐘𝐍 𝐇𝐀𝐙𝐄 selalu dikuasai amarah dan adiksi mematikannya sendiri, hingga sebuah peristiwa membangkitkan sisi tergelapnya. Kini, Robyn Haze keluar untuk membalas dendam. * * * [THE CHAOS TRILOGY: BO...