2.⠀⠀Nobody Lives Forever

2.5K 388 111
                                    

CHAPTER 2NOBODY LIVES FOREVER

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 2
NOBODY LIVES FOREVER

⋅⥉⤉⋅

❝Kau memiliki 𝖆𝖕𝖎 dalam jiwamu, dan jangan biarkan itu padam.❞

















MATA HIJAU ROBYN berpindah-pindah dengan cepat dari satu wajah ke wajah lain; dari satu orang ke orang yang lainnya, seperti lampu sorot merkusuar di tengah malam yang berbadai. Rasa sepi membawanya kemari. Suara bising membantunya menenggelamkan keributan di dalam kepalanya. Walaupun ibunya sudah melarang, Robyn bersikeras. Ia tak bisa membiarkan ibunya berjalan pulang seorang diri pada pukul dua dini hari.

Tempat ini berbau wiski, keringat, dan dosa. Penerangan lampu neon di dindingnya memandikan semua orang dengan cahaya merah, menyorot wajah-wajah mabuk mereka sepeti mobil polisi menyorot gang yang gelap. Robyn kembali melirik ke kanan dan kiri, tidak berani menghentikan pandangannya lebih dari lima detik, takut kalau saja dia disangka sedang memata-matai orang.

Pria tua di meja besar itu hanya memilih yang terbaik, dapat dilihat dari cincin-cincin emas besar dan rambut klimis yang tersisir rapi. Setiap kali datang, ia akan memesan Tequila Sunrise dengan ceri. Kombinasi yang bodoh. Gadis-gadis bergelayut manja padanya, ada yang lebih tua setahun dari Robyn, ada juga yang seumuran ibunya.

Robyn tak melihat ibunya di meja si pria tua. Ibunya pasti di atas, sedang 'bekerja'. Robyn mengerling pada tangga yang menuju lantai di atasnya. Tangga itu bahkan lebih gelap dari bar remang-remang ini, menciptakan ilusi seakan itu adalah tangga tanpa ujung. Ada banyak kamar tidur pada penginapan di atas yang bisa kau sewa untuk dirimu sendiri, atau bersama seorang PSK dari lantai bawah.

Wanita muda di sudut sepertinya telah mabuk sejak sejam yang lalu. Ia tertidur tertelungkup di atas meja kecil itu, sendirian. Robyn ingin mendatanginya, takut kalau dia mengalami perlakuan tidak menyenangkan; tetapi dia yakin, Wall si bartender tidak akan membiarkan itu, tidak di barnya.

"Kemari lagi, gadis kecil?" suara malas milik Wall, pria berambut cepak yang sedari tadi sibuk dengan pelanggannya itu mengejutkan Robyn dari lamunan. Wall bukanlah nama yang sebenarnya, tetapi orang-orang biasa memanggilnya begitu karena tubuhnya yang tinggi besar. Sejauh yang Robyn lihat darinya, Wall bukanlah orang jahat. Pertemanan mereka terjalin sejak ia kecil. Kapan tepatnya, Robyn lupa.

"Rutinitas harian," Robyn tersenyum getir, sambil memperhatikan tangan Wall yang sibuk mengelap gelas-gelas kecil. Pandangan gadis itu teralih pada botol-botol kaca berwarna-warni di belakang Wall, dan entah kenapa, matanya tiba-tiba dipenuhi oleh api lapar yang samar. "Hey, Wall, sepertinya... aku perlu wiski."

Ini bukan hal baru bagi Robyn. Inilah dunianya, dan bukan salahnya kalau pada akhirnya ia berakhir di sini.

"Tidak, tidak," Wall menggeleng tegas, dan kali ini ia menghentikan pekerjaannya. "Berbahaya bagimu mabuk di tengah malam seperti ini, terutama untuk gadis kecil sepertimu. Lagipula, ibumu melarang."

CHAOS ━ BOOK 1 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang