"Raja!!" Alana memekik dan raut wajahnya yang manis berubah kaget ketika melihat Raja tiba di depannya dengan lebam pada wajah lelaki itu.
Ada juga luka goresan aspal di pipinya yang masih basah oleh darah. Luka - lukanya kelihatan baru. Ditambah Raja datang dengan keadaan meringis dan jalannya yang pincang membuat Alana yakin kalau lelaki itu habis berkelahi.
"Kamu kenapa?" Alana menghampiri lelaksi itu dan menyuruhnya duduk di sofa dalam Cafe.
Alana mengelus lukanya, pada sudut bibir Raja yang robek. Raut wajahnya yang biasa teduh itu berubah sangat khawatir. Alana sedih melihatnya.
Gadis itu mendongak ketika Raja mencekal lengannya yang berada pada sisi bibirnya. Mereka berpandangan sebentar. Kemudian Raja menggelengkan kepala. Memberi tahu kalau ia tidak kenapa - napa.
"Kamu kenapa bisa kaya gini? Kamu berantem sama siapa?" tanya Alana. Kekhawatiran tidak bisa ia sembunyikan.
"Ada masalah sedikit di jalan, Al. Tapi aku gak papa," ucap Raja lembut, menenangkannya.
"Sedikit apanya? Kamu sampe luka - luka kaya gini masih kamu bilang sedikit?" kata Alana, marah. Gadis itu benar - benar khawatir. Alana tidak suka Raja sok kuat begini. Menyakiti dirinya sama saja menyakiti Alana.
Kalau saja Raja paham, ia tidak melakukan ini dan tidak akan membuat Alana khawatir. Lagi pula ia pernah berjanji tak akan menggunakan kekerasan dalam segala hal. Namun untuk yang ini benar - benar darurat. Raja terpaksa.
"Al, aku-"
"Udah diem! Tunggu di sini! Aku mau ambil obat," ucapnya dengan nada gusar. Alana langsung beranjak ke tempat pelayan. Meminta perban dan obat merah. Kemudian ia kembali dengan membawa kotak bertuliskan P3K.
Hening. Raja tidak berani membuka suara, takut Alana makin marah. Sampai akhirnya gadis itu sendiri yang mulai berucap.
"Aku gak suka kamu sok jago." ucap Alana, memarahi Raja. Sedangkan pandangannya sendiri tak lepas dari luka - luka yang sedang diobatinya.
"Iya." Raja menjawab lembut.
"Kamu udah janji sama aku buat gak pake kekerasan kamu lagi. Kamu tau aku gak suka kamu ngelukain orang," ujar Alana, berharap Raja mengerti.
Raja merunduk. Tidak menyakiti orang, tapi bagaimana kalau orang menyakiti dirinya? Apakah Raja harus tetap diam agar orang itu tidak terluka?
"Kamu denger aku kan?" tanya Alana, merasa tidak digubris.
"Iya. Aku minta maaf," tutur Raja, sungguh - sungguh.
Dalam hati, Raja merutuk. Kalau saja tidak sampai babak belur, ia tidak akan ketahuan berkelahi oleh Alana.
"Hey, Al!" Panggilan itu terdengar dari arah pintu kaca di sana.
Raja beserta Alana menoleh dan menemukan seorang pria melambaikan tangannya di sana.
Raja memicingkan mata. Sosok itu tak asing. Semakin dekat ia semakin yakin kalau itu adalah pria yang ditolongnya.
"Sagara," ucap Alana.
Sagara? Mungkin itu namanya.
"Hai!" sapa lelaki itu yang sepertinya belum sadar akan kehadiran Raja.
"Eh kita ketemu lagi," ucap Sagara saat menoleh kepada Raja. Membuat dahi Alana berkerut bingung.
"Kalian kok-" Alana menunjuk keduanya.
"Tadi dia yang nolongin gue dari rampok, Al," jawab Sagara seraya duduk di dekat Raja.
Alana hanya mengangguk. Kebetulan sekali. Sagara adalah teman kuliahnya dulu, sebelum ia pindah ke Bandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
SACRIFICE
Teen FictionMeskipun tidak lagi berstatus sebagai pacar, Raja rela melakukan apapun untuk Alana termasuk membagi waktunya dengan sekolah yang amat ketat untuk sekedar menemui gadis itu karena saking cintanya. Sedangkan Alana sendiri yang merasa tak diperhatikan...