18. Masa Lalu

117 10 0
                                    

Alana bangun pagi - pagi sekali. Semenjak kakinya sembuh, ia jadi bersemangat untuk membersihkan seisi rumah. Mulai dari nyapu, ngepel, cuci pakaian, cuci piring, dan banyak lagi operasi yang ia lakukan agar rumah kelihatan mengkilap.

Setelah lelah dan istirahat sebentar, baru ia mandi setelah jam menunjukkan pukul enam. Setengah jam lamanya ia mandi dan bersiap - siap, akhirnya Alana keluar, berniat menunggu Rey di luar. Namun ternyata lelaki itu sudah menampakkan dirinya ketika Alana baru saja membuka pintu.

"Rey!" Panggilnya dengan wajah kaget.

"Baru saya mau ngetuk," ujar Rey.

"Ayo!" ajaknya kemudian. Lelaki itu membiarkan Alana berjalan di depannya, sedang Rey sendiri mengikuti dari belakang.

Alana berhenti dan terpaku di tempatnya saat sampai di depan gerbang dan mendapati mobil Lamborghini Veneno warna putih dengan atap terbuka. Tampak begitu mewah dan mahal.

"Rey!" Alana menoleh padanya. Lelaki itu sedang menatapnya sambil mengantongi kedua lengan pada saku celana.

"Kenapa?" tanya Rey, terkesan tidak ada yang aneh.

"Kita naek ini?" tanya Alana, ragu.

"Kenapa? Kamu gak suka?" Lelaki itu membuat Alana gelagapan.

"Ehh, bukan. Maksudnya ini gak kemewahan?" tanya Alana. Rey hanya mengernyitkan dahi. Bingung dengan sikap gadis itu.

Alana merasa tidak enak. Ia terlalu sering merepotkan lelaki ini. Dan sekarang ia harus menumpang di mobil yang seharga rumahnya. Alana jadi malu.

"Kamu kenapa sih? Ayo masuk!" Rey mendahuluinya. Ia membukakan pintu untuknya. Tapi Alana masih tetap diam sambil memandangi mobil itu.

"Hey!" Rey menegurnya. Gadis itu segera menurut sebelum ia benar - benar telat ke Kampus.

Duduk di sini rasanya seperti mimpi. Sangat empuk dan wangi. Alana terdiam beberapa lama bahkan sampai Rey melajukan mobilnya.

"Kamu kuliah jurusan apa?" tanya Rey, mencoba memecah hening agar gadis itu tidak tetap diam.

"Hukum," jawab Alana.

"Wah, serius?"

"Kenapa?"

"Berarti kita satu jurusan dong."

"Kenapa gak bilang dari awal?" omel Alana.

"Saya kira kamu jurusan Kedokteran. Muka kamu muka -muka pinter sih," Rey terkekeh.

"Emang muka - muka gak pinter kaya gimana?" tanya Alana, bercanda.

"Kaya saya," jawab Rey, membuat Alana tertawa.

"Menurut aku enggak," ucapnya.

"Oh ya?"

"Malah aku pikir pasti kamu lebih pinter dari aku."

"Sebenernya emang semua orang di dunia itu gak ada yang bodoh. Bedanya cara kita berusaha aja. Yang rajin, pasti dipermudah," kata Rey, membuat Alana tersenyum menyetujuinya.

Gadis itu beberapa kali mengerjap karena angin kencang menerpa wajah dan menerbangkan rambutnya ke belakang. Alana sedikit terganggu karena itu.

"Kamu gak nyaman ya? Biar saya tutup atapnya," ujar Rey, peka. Kemudian menutup atap mobil itu. Membuat Alana lega.

"Maaf ya, saya gak tau," pinta Rey.

"Gak papa," balas Alana, ramah.

"Kamu suka mobil kaya gini ya?" tanya Alana dengan polosnya.

SACRIFICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang