Pagi tiba. Kicauan burung menyambut dengan semarak. Riang seiring desiran angin yang menerbangkan dedaunan. Tapi nampaknya matahari masih malu untuk muncul dengan sempurna.
Raja berdiam di dekat jendela kamarnya yang terbuka, dengan sebuah pensil di tangannya dan selembar kertas dihimpit siku pada sebuah papan menggambar.
Lelaki itu menarik secercah senyum, seraya tangan yang terus bergerak ke atas dan ke bawah. Sedikit lagi. Hasil karyanya hampir sempurna.
"Akhirnya." Raja seraya memandangi kertas itu. Gambar seorang pria dan wanita yang begitu mirip dengan aslinya. Gambarnya dan Alana.
Sejak kecil, Raja memang suka menggambar. Ia bahkan memiliki ruangan sendiri untuk menyalurkan bakat. Raja juga pernah menjuarai lomba - lomba menggambar pada waktu SD. Namun semuanya buyar sejak ia ikut - ikutan geng motor. Raja tidak pernah menyalurkan bakatnya lagi.
"Widih, kenapa nih pagi - pagi udah senyam-senyum," sapa Veer yang datang dari luar bersama Diego. Lelaki itu menutup pintu kamar Raja rapat - rapat.
"Wihh, apa nih?" Penasaran, Veer merebut apa yang ada di tangan Raja. Lelaki itu berdecak kagum setelah melihat.
"Bakat gue yang terpendam selain berantem," balas Raja disertai senyum tipis.
"Ini sih hasil karya yang sangat luar biasa," ujar Veer seraya membandingkan gambar itu dengan sebuah foto yang ada di sana.
"Mirip banget anjir." Veer berdecak bangga.
"Buat siapa, Ja?" tanya Diego seraya meliriknya. Ia juga suka hasil karya Raja. Tapi tidak banyak bicara seperti Veer.
"Ya buat Alana lah. Itu kan gambarnya Alana. Gimana sih lo," sahut Veer tiba - tiba ngegas.
"Siapa tau aja buat dipajang di sini," balas Diego, malas.
"Bagus bagus. Gue kasih nilai seratus sama dua jempol tangan gue. Kalau perlu, nih jempol kaki juga gue kasih," ujar Veer seraya memeragakannya.
"Gue gak butuh jempol lo," kekeh Raja. "Jempol gue jauh lebih bagus," tambahnya membuat Diego tertawa.
"Bisa aja lu," cibir Veer.
"Ya udah yuk berangkat! Katanya mau jenguk Alana," ajak Veer buru - buru.
"Pergi aja sana. Orang Raja bilangnya siang kok. Tuli apa lo?" ketus Diego.
"Gue udah gak sabar ih," gemas Veer.
"Nanti, Veer! Lagian kan libur. Tenang aja kali," ucap Raja. Veer hanya menghela nafas.
•••
Siang hari yang cerah. Wajah Alana sama sumringahnya dengan matahari di luar sana. Begitu juga dengan Dista yang saat ini sedang membuatkan teh hangat untuk mereka. Gadis itu sedang karena perlahan sahabatnya mulai pulih dan ia sudah ceria seperti biasa.
Gadis itu sedang duduk memangku Laptopnya. Ia sedang membuka foto - foto kenangan dari dulu sampai sekarang. Beberapa kali Alana tertawa hingga Dista juga ikut senang melihatnya.
Alana kemudian melihat - lihat di ponselnya yang sudah dicharger semalaman oleh Dista. Baru saja ia menyalakan benda itu, sebuah foto kunci layar membuatnya terdiam. Fotonya dan Rey. Gadis itu bergeming sampai Dista tersadar dan menemukannya murung lagi.
Rasa sakit itu muncul lagi. Makin banyak kenangan yang teringat, makin nyeri juga rasanya. Sesak, pedih, hampa, semuanya bercampur aduk menguasai jiwa dan pikiran Alana. Gadis itu meringis perih.
Kenapa?
Ia tidak pernah merasa sesakit ini. Kenapa seakan separuh dari hatinya hilang. Bahkan Alana seakan hampir mati jika sudah memikirkan hal itu. Ingatan ini membuat Alana sadar kalau ia telah kehilangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SACRIFICE
Teen FictionMeskipun tidak lagi berstatus sebagai pacar, Raja rela melakukan apapun untuk Alana termasuk membagi waktunya dengan sekolah yang amat ketat untuk sekedar menemui gadis itu karena saking cintanya. Sedangkan Alana sendiri yang merasa tak diperhatikan...