Sore hari yang biasanya dihabiskan dengan moment indah oleh Rey kini terasa hampa. Yang biasanya lelaki itu berjalan - jalan menggunakan mobil kebanggaannya, kini benda itu seakan kehilangan guna. Rey hanya diam di kamarnya. Tengkurap sambil memegang rubik yang malah ia mainkan dengan asal.
Lelaki itu menopang dagunya pada bantal. Telinganya tertutup headphone yang mendentumkan lagu dengan volume penuh.
Rey sedang pada masa - masa galau. Selama beberapa hari ini ia tidak keluar rumah. Temannya mengajak berkumpul pun Rey menolak. Bahkan sampai lelaki itu mematikan ponselnya agar tidak ada yang mengganggu.
Bukannya bebas, semakin lama Rey merasa dirinya semakin terpenjara. Sel yang mengurungnya seakan semakin kuat dan pengap.
Inilah jalan yang dipilih Rey. Menyakiti dirinya sendiri. Ia bahkan mengurung dirinya di dalam kehampaan. Sengaja tidak mencari kesibukan. Waktunya hanya ia habiskan untuk melamun. Makan pun jarang, tidur juga kurang. Bahkan Rey tidak tahu apakah dirinya masih hidup atau tidak.
Wajah Rey yang semula teduh dengan mata terpejam mendadak terbuka lebar saat ada yang mengelus dahinya seiring terlepasnya headphone yang ia kenakan. Rey menoleh cepat dan mendapati Maudy duduk di samping tubuhnya yang sedang tengkurap.
"Mama." Lelaki itu terkejut dan langsung bangkit menghadap sang Mama.
"Mama ngapain di sini?" Alih - alih senang ada yang menemani, Rey malah merasa terganggu.
Maudy menghela nafas dan mengelus rambut putranya dengan sayang. "Mama itu bingung sama kamu, Rey. Sebenarnya kamu ini ada apa? Akhir - akhir ini kamu jarang keluar, jarang makan. Melamun terus. Kamu mikirin apa sih?" tanya Maudy yang selama beberapa hari merasakan perubahan putranya. Rey manghabiskan seluruh waktunya di kamar dengan kegiatan - kegiatan tidak jelas yang malah membuat lelaki itu semakin mumet.
Rey ikut mendengus. Kemudian lelaki itu menatap sang Mama. Prihatin karena cemas dengan keadaannya.
"Rey gak papa, Ma. Rey cuma lagi galau aja. Rey lagi move on," jelas Rey.
"Move on? Dari Alana?" Maudy memastikan. Rey menjawab dengan anggukan lesu.
"Ya ampun, sayang. Jadi karena patah hati kamu jadi begini? Sayang, jangan nyiksa diri kamu sendiri dong! Caranya move on itu bukan kaya gini," ucap Maudy, prihatin. Rey menatap ibunya panasaran.
"Terus gimana, Ma?" tanya lelaki itu.
"Sini Mama kasih tau." Maudy mendekatkan posisi putranya.
"Kamu kalau ada masalah, masalah apapun itu kamu harus cerita. Sama siapa aja yang bisa kamu percaya. Kalau dipendem sendirian kaya gini kamu akan tertekan, nak. Setidaknya kalau kamu berbagi, beban kamu sedikit - sedikit akan terasa berkurang sampai nantinya kamu akan lupa." Maudy menasihati.
Rey hanya diam seraya merenungkannya. Memang akhir - akhir ini ia jadi tambah tertekan. Rey mengakui itu.
"Terus sekarang Rey harus gimana, Ma?" tanya lelaki itu seraya menatap Maudy.
"Keluar, sayang! Kamu cari kesenangan bagaimana pun caranya. Jangan biarkan kamu berlarut - larut dalam kesedihan! Alana bukan satu - satunya perempuan di dunia ini. Masih banyak yang lebih baik dari dia. Dan Tuhan akan ngasih yang paling baik sebagai jodoh kamu," ucap Maudy, membuat putranya merenung.
KAMU SEDANG MEMBACA
SACRIFICE
Teen FictionMeskipun tidak lagi berstatus sebagai pacar, Raja rela melakukan apapun untuk Alana termasuk membagi waktunya dengan sekolah yang amat ketat untuk sekedar menemui gadis itu karena saking cintanya. Sedangkan Alana sendiri yang merasa tak diperhatikan...