31. Akhir?

128 7 6
                                    

Malam yang dijanjikan Sagara tiba. Saat ini Raja dan teman - temannya sudah bersiap di depan hotel, hendak meluncur ke tempat Sagara. Mereka mengenakan jaket seragam dengan warna celana dan sepatu senada. Seratus orang itu terlihat seperti penjahat sekarang. Dengan rantai pada celana dan slayer mengikat kepala mereka. Semuanya tampak menyeramkan dan serba gelap.

"Kenapa, Ja?" tanya Justin ketika Raja menahan mereka semua untuk pergi. Lelaki itu teringat ada sesuatu yang harus ia lakukan. Restu.

Mata Raja fokus pada ponselnya, memandangi nama Alana sambil menyiapkan kosa kata yang akan ia utarakan pada gadis itu.

Raja cemas melakukan ini. Dulu ia pernah berjanji agar tidak pernah berkelahi lagi, dan sekarang Raja harus melanggar demi menyelamatkan temannya.

"Lo yakin, Ja? Apa dia gak akan marah?" Alex menanyakan dari samping. Raja hanya mengerjap - ngerjap sambil memandangi fotonya.

"Lo pernah janji loh," kata Sergio.

Raja ingat itu. Ia juga tidak akan pernah lupa prinsip yang selalu ia pegang teguh bahwa Rajawali Satria Langit pantang untuk mengingkari janjinya. Tapi apa dayanya sekarang jika melihat keadaan yang kacau?

"Gue gak ada pilihan lain," ucap Raja, pelan.

"Berarti lo harus siap disemprot ibu negara," ucap Steffan.

"Alana galak juga loh," imbuh Justin. Semakin membuat Raja was - was. Tapi bagaimana pun ia harus melakukannya.

Biar saja Alana marah, Raja nanti bisa membujuknya. Asal lelaki itu sudah berusaha jujur. Dari pada ia menyembunyikan, Raja akan makin tidak tenang.

Raja menekan opsi panggil, mengontrol dirinya setenang mungkin dan mendekatkan benda pipih itu ke telinganya. Menunggu jawaban.

•••

Alana sedang bersama Rey. Mereka makan malam di sebuah caffe bernama Love, diiringi lagu romantis. Seperti biasa, selalu ada kejutan manis dari Rey. Membuat Alana merasa dirinya selalu diistimewakan oleh lelaki itu.

Makin hari, Alana dan Rey makin dekat saja. Mereka jadi sering menghabiskan waktu bersama. Dan karena Rey, Alana jadi lupa permasalahannya dengan Dista. Bukan hanya Dista, Raja pun sering kali terabaikan

"Al, kamu tau gak? Kata Mama saya kamu mirip sama almarhum Oma," kata Rey, di saat mereka sedang bercanda.

"Masa sih?" Alana mengerutkan kening tidak percaya.

"Iya, serius." Rey menyuap makanannya. "Gak cuma Mama, asisten rumah tangga sama supir saya juga bilang begitu. Waktu kamu ke rumah saya, mereka kira kamu Oma. Cuman bedanya lebih kurus aja," kata Rey. Alana terkekeh.

"Kamu bisa aja sih, Rey," balas gadis itu, tersipu.

"Ih, saya serius," ucap Rey gemas.

"Iya iya." Alana hanya menanggapinya pasrah dan kembali mengaduk - aduk makanannya.

"Tapi ngomong - ngomong saya jadi pengen ketemu sama Mama kamu." Rey menimang - nimang.

"Ngapain?" tanya Alana, kelihatan panik.

"Mau bilang makasih, karena udah ngelahirin kamu yang sekarang ada di samping saya. Gak cuma di samping saya, tapi di hati saya juga," ujar Rey seraya menaikturunkan alisnya.

"Gombal kamu." Alana mengumpat lembut.

"Kamu selalu aja gitu. Gak pernah mau dengerin saya. Main nyimpul - nyimpulin aja," keluh Rey, memasang muka sedih yang terlihat menggemaskan di mata Alana.

"Aku serius, Rey." gemas Alana.

"Saya juga seriusss." Rey tak mau kalah. Alana harus mendengarkannya dulu, baru ia bisa menyimpulkan apakah yang dikatakan Rey gombalan belaka atau justru ketulusan.

SACRIFICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang