"Ke Bandung? Untuk apa?" Instruktur Arifin menggebrak meja, membuat Veer yang ada di hadapannya terperanjat kaget. Sedangkan Raja masih dalam posisi biasa - biasa saja.
Veer sangat deg - degan, padahal ia dari tadi diam. Hanya Raja terus bernegosiasi dengan pria menyeramkan di hadapannya ini. Diego dan Arsalan juga kalem - kalem saja. Hanya Veer yang parno.
"Temen saya butuh bantuan, Pak. Ini bukan hanya menyangkut dia, tapi keluarganya juga dalam bahaya," ucap Raja.
"Jadi kamu mau bahayain diri kamu sendiri hanya gara - gara dia?" Instruktur Arifin menggertak.
Raja yang terganggu akan kata - katanya mengangkat wajah dan tegap menatap pria itu.
"Dia temen saya, Pak," ucapnya sambil menekankan kata 'Dia'.
"Hhh." Instruktur Arifin memijit pelipisnya yang beberapa hari ini terasa pening.
Begitu banyak urusan yang harus ia selesaikan. Dari persiapan acara wisuda Kadet penerbangan di sini, mengurusi murid - murid kelas satu yang masih sering melanggar, hingga murid lelaki yang satu ini sekarang meminta izin agar bisa keluar dengan memakan waktu bukan sebentar.
"Kamu tahu kan apa resikonya kalau kamu melakukan kesalahan lagi? Apa kamu tidak berpikir sampai situ?" Pria itu mengancam Raja.
"Maka dari itu saya datang ke sini, Pak. Kalau saya tidak memikirkannya mungkin dari kemarin saya sudah kabur," sahut Raja, membantahnya. Instruktur Arifin hanya menghela nafas.
"Saya ingin keluar dan kembali ke sini baik - baik. Saya gak mau jadi buronan. Dan saya janji akan menjaga nama baik sekolah ini di luar sana," ucap Raja, selanjutnya.
"Itu ada benarnya, Pak. Dia sudah minta izin kepada Bapak secara langsung dan menyampaikan masalahnya. Menurut saya itu adalah nilai. Kejujuran dan keberanian. Tidak ada salahnya Bapak izinkan. Lagi pula selama beberapa hari ini tidak akan ada pelajaran. Semua Taruna disibukkan kegiatan wisuda senior." Arsalan ikut membujuk.
"Pak, saya keluar untuk nolongin temen saya, bukan untuk berbuat kejahatan." Raja masih bersikeras meyakinkannya. Pria ini memang sedikit keras kepala. Beberapa kali ia membantah ucapan Raja.
"Ya sudah. Tapi kamu tahu kan syaratnya-"
"Harus ada saksi kan, Pak?" Diego menyahutinya kalem.
"Saya akan awasi dia," ucapnya. "Bersama dia." Lelaki itu menunjuk Veer yang kemudian mengangguk yakin.
"Saya jamin mereka tidak akan mengecewakan Bapak dan juga sekolah ini," ucap Arsalan.
Instruktur menimangnya beberapa lama. Memikirkan baik dan buruknya. Di sini ia berlaku sebagai kesiswaan. Sudah seharusnya ia memahami dengan masalah yang dialami muridnya bukan? Ini waktunya Arifin mendengarkan. Jalan pikiran Raja untuk menyelesaikan masalahnya sudah terbuka. Sekarang hasilnya ada di tangan ia sendiri, tapi tetap bergantung pada Arifin.
"Ya sudah. Kamu boleh pergi sama mereka," putus lelaki itu, membuat tarikan di kedua sudut bibir Raja dan teman - temannya. Mereka saling memandang senang.
"Tapi saya sekalian minta tolong juga sama kalian," sela pria berkacamata dan dasi itu. Instruktur mengeluarkan sebuah amplop dari laci mejanya dan diberikan kepada Raja.
"Kamu mau ke Bandung kan? Saya tidak tahu daerah mana yang ingin kamu datangi, yang jelas saya ingin kamu menyampaikan ini ke kepala sekolah penerbangan Bandung. Ini undangan supaya beliau menghadiri acara wisuda. Berhubung pihak di sini ada kendala ke sana jadi kamu yang mengantarkan, sekalian selesaikan urusanmu itu. Mengerti?" tutur Arifin panjang lebar.
Raja menjawab dengan satu anggukan, "Siap, Pak."
•••
Rey dan teman - temannya sedang berada di sebuah Cafe malam ini. Lain dengan biasanya mereka nongrong di Basecamp, kali ini kelimanya menghabiskan waktu untuk mengobrol dan makan malam di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SACRIFICE
Teen FictionMeskipun tidak lagi berstatus sebagai pacar, Raja rela melakukan apapun untuk Alana termasuk membagi waktunya dengan sekolah yang amat ketat untuk sekedar menemui gadis itu karena saking cintanya. Sedangkan Alana sendiri yang merasa tak diperhatikan...