12. Baru

119 11 0
                                    

Alana beberapa kali berdecak kesal karena panggilan teleponnya tak kunjung ada yang mengangkat. Malah seperti tidak aktif. Sedangkan Alana benar - benar membutuhkan Raja di sini. Ia sedang butuh penyemangat dan Rajalah satu - satunya orang yang bisa membuat ia lebih baik. Tapi lelaki itu malah menghilang tanpa kabar. Alana sudah bilang pada Alex untuk memberi tahu Raja soal kondisinya. Tidak mungkin ia tidak datang waktu pacarnya seperti ini. Raja tidak begitu. Kecuali kalau ia sudah tidak sayang. Terlanjur kesal, Alana membanting ponselnya. Benda itu melayang hampir membentur pintu, kalau saja seseorang tak menangkapnya.

"Hey, HP kok dibanting - banting," ujar lelaki berbalut hoodie abu - abu yang memegangi buket bunga mawar putih itu.

"Rey," beo Alana. Lelaki itu tersenyum dan menghampirinya.

"Kamu seperti gak butuh aja. Ini saya balikin, untung gak sampai ngelukain saya." Rey menyodorkan kembali ponsel Alana. Gadis itu langsung menerimanya tanpa mengatakan apa - apa.

"Terima ini juga. Saya bingung mau bawain kamu apa, tapi saya pikir semua cewek suka bunga." Rey mengulurkan buket bunga indah yang ia pegang.

Mawar merah itu kesukaan Alana. Hiasan indahnya begitu memikat sampai gadis itu tidak bisa menolaknya.

"Makasih," ucap Alana, "Duduk!" ia mempersilakan.

Rey langsung menarik kursi dan duduk di samping ranjangnya. Pria itu terkesan santai, sedangkan Alana tidak tahu harus melakukan apa. Ia tak pandai mencari topik, apalagi sekarang moodnya sedang buruk. Membuat malas banyak bicara.

"Kamu kenapa? Saya perhatikan sepertinya lagi kesel," tanya Rey. Pria itu menaruh tangan di ranjang Alana. Membuat posisi senyaman mungkin untuk obrolan mereka.

"Gak papa," jawab Alana, malas.

Rey tertawa, membuat Alana heran. Tapi gadis itu tidak terlalu ambil peduli.

"Semua cewek gitu ya. Tiap ditanya pasti jawabnya gak papa, tapi giliran dibiarin malah makin ngambek. Padahal kalau ada apa - apa ngomong aja," ujar Rey.

"Emang cewek di Australi gini juga?" tanya Alana, penasaran.

"Sama aja," jawab Rey. Alana tidak membalas lagi.

"Semalem, kamu sama siapa di sini?" tanya Rey.

"Sendiri."

"Temen kamu kemana? Kamu belum kasih tau dia? Aduh, harusnya saya nginep di sini semalem."

"Gue udah bilang kok. Tapi dianya sibuk. Katanya sekarang mau ke sini," jawab Alana.

Bersamaan dengan itu, pintu terbuka dan menampilkan Dista datang sambil membawa parsel buah dan sekantong keresek makanan. Gadis itu sampai kerepotan.

"Itu orangnya," ujar Alana, membuat Dista yang sedang kesusahan menutup pintu menoleh dan menyadari kalau di sana ada seorang lelaki juga.

Dista menyapa dengan senyum ramah dan menghampiri keduanya. Sebelum itu, ia menaruh dulu barang - barang yang ia bawa di atas nakas.

"Kenalin, gue Dista. Temennya Alana." Dista mengulurkan tangannya, disambut ramah oleh senyum Rey yang entah kenapa begitu menggemaskan.

Inget Dista, lo punya Alex! peringat Dista pada dirinya sendiri.

"Saya Rey," ucap lelaki itu, membuat Dista mengernyit kemudian ia tersenyum hambar.

Dista memandang Alana dengan aneh. Sedang gadis yang dipandanginya itu sama sekali tidak mengerti apa yang ingin diungkapkan sahabatnya.

"Lo kenapa sih?" tanya Alana, membuat Rey sadar dan ikut menoleh.

Dering panjang ponsel kemudian membuyarkan hening. Rey yang merasa suara itu berasal darinya bergegas mengorek saku dan mangambil benda pipih itu.

SACRIFICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang