13. Bahagia

119 12 3
                                    

"Jadi lo mantan tahanan penjara?" tanya Arsalan ketika ia dan Raja bersisian, setelah lelaki itu menceritakan tentang masa lalunya.

Setelah latihan dan diberi beberapa materi oleh Arsalan, Raja menemaninya patroli keliling lingkungan tenda. Berbekal senter dan jaket yang tidak mereka gunakan. Malah disampirkan di bahu, padahal cuaca sedang dingin.

Raja tersenyum kecil menjawab pertanyaan Arsalan.

"Pantes umur lo cukup tua pas masuk sini. Harusnya lo senior gue," kata Arsalan.

"Emang lo umur berapa?" tanya Raja.

"Dua puluh. Bentar lagi lulus gue mah," jawab Arsalan. "Perjalanan lo masih panjang, Man. Tapi gue gak nyangka aja gitu, anak geng motor pembuat rusuh di sekolah justru masuk sekolah kaya gini. Salut gue sama lo," puji Arsalan. Raja hanya terkekeh.

"Gue persiapin ini udah lama, Lan. Dari pas keluar penjara gue langsung latihan, belajar lebih banyak," balas Raja.

Arsalan dan Raja kini duduk di sebuah batang pohon besar yang tumbang, seraya memandang ke arah tenda yang berjajar di sana.

Malam sudah larut. Mungkin semua orang sudah terlelap sekarang. Tersisa Arsalan dan senior lain yang membantu Patroli.

"Menurut lo, apa persiapan yang paling susah?" tanya Arsalan, penasaran.

"Bahasa Inggris," jawab Raja. "Gue gak terlalu suka. Apalagi guru Inggris gue pas SMA rada - rada gak nyambung," alasannya, membayangkan Bu Iim. Raja ingat betul, wanita itu menyuruhnya menulis empat puluh tujuh lembar yang entah apa. Raja tidak menurutinya.

"Maksud lo gak nyambung apa?" Arsalan mengernyit bingung.

"Gak usah dipikirin! Lo tau lah murid bandel kaya gue suka ngatain Guru," jawab Raja.

"Jangan - jangan Instruktur di sini ada juga yang lo katain? Siapa? Instruktur Arifin pasti. Waktu itu dia ngehukum lo." Arsalan memasang wajah curiga.

Raja bergidik dan membantah, "Enggak lah. Mana berani gue kalau di sini. Sama lo aja gue agak takut. Bukan takut sih, tapi sekarang gue tau siapa yang harus gue hormatin. Biarpun lo emang rada-rada nyebelin," tutur Raja.

Arsalan tersenyum bangga, "Nah gue suka nih Junior yang kaya gini. Ngakuin kesalahan dan berusaha berubah, selain itu lo juga gigih. Gue yakin nanti lo pasti berhasil," ujarnya.

Raja kemudian menunduk, mengingat sesuatu. "Lo tau Bang? Hukuman di penjara ternyata gak  bikin gue jera. Penjara cuma ngurung sifat buruk gue beberapa lama. Semuanya gak hilang, cuman gak keliatan sama orang - orang. Gue tetep gak bisa ngontrol. Hukuman terberat gue itu di sini. Saat orang - orang yang peduli sama gue negur kesalahan gue. Kaya misalnya Diego, Veer, dan sekarang lo. Ketakutan terbesar gue adalah ngecewain mereka." Raja menatap Seniornya itu merasa bersalah.

Banyak orang yang peduli padanya, mencoba memperingatkannya, dan melindunginya. Raja tidak akan membuat semua orang kecewa lagi.

"Gue paham kok. Sebenernya lo gak buruk, Ja. Lo cuma butuh dibaikin, dingertiin. Kalau digalakin gak ada artinya buat lo," kata Arsalan. Kemudian lelaki itu menepuk bahu Raja, membuat Raja siap menyimak. Ia tidak akan pernah menyia - nyiakan nasihat orang lain lagi.

"Inget kata gue, Ja. Kuncinya itu cuma dua. Usaha sama doa. Dan ketika lo sukses nanti, jangan lupain orang - orang yang ngedukung lo dari bawah. Lo bisa rasain betapa berharganya mereka buat lo sekarang. Jangan lupa juga sama orang tua lo. Jangan bikin mereka kecewa."

•••

Rey duduk di ruangan bernuansa kotak - kotak sambil memainkan kunci mobilnya, melempar - lempar dan menangkapnya kembali dengan tangan. Sudah satu jam ia sibuk begitu, sambil melamun. Sementara teman - temannya terabaikan.

SACRIFICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang