16. Nyaman

128 11 0
                                    

"Rey?"

Alana terkejut bukan main mendapati lelaki itu masuk setelah perginya Raja. Dari wajahnya, dapat Alana ketahui kalau Rey mendengar semuanya. Di saat gadis itu mengakhiri hubungannya dengan Raja, pria yang Rey tanyakan semalam.

Rey hanya tersenyum kaku, sambil melangkah ke arahnya. Kemudian ia menoleh ke belakang.

"Itu? Raja-"

"Iya, mantan gue." Alana kemudian menunduk lemah. Membuat Rey merasa bersalah.

Jujur tadi ia tidak sengaja. Rey hendak menjenguknya seperti biasa, tapi ia malah melihat kejadian tadi. Karena penasaran, bukan pergi akhirnya Rey malah diam.

"Maaf, Al. Saya gak bermaksud bikin kamu sedih." ucap Rey.

"Gue udah sedih dari tadi kok, bahkan sebelum lo dateng." kata Alana diselipi sedikit tawa. Rey tahu itu dipaksakan. Tentu membuat dada Alana semakin nyeri.

Rey kemudian duduk di kursi sebelah ranjang gadis itu. Ia melipat tangannya di atas kasur dan menatap Alana iba. Rey tahu bagaimana perasaannya. Walaupun Alana yang memutuskan, tetap tidak mudah bagi perempuan untuk melupakan. Apalagi kalau ditinggal saat sedang sayang - sayangnya.

"Ada yang bisa saya bantu? Biar kamu gak sedih terus. Saya gak mau kamu makin sakit gara - gara mikirin ini. Kepala kamu bisa sakit lagi." ujar Rey.

Alana tersenyum lembut, senyum di atas rasa sakitnya. "Gue lagi pengen sendiri."

"Justru dalam keadaan ini kamu gak boleh sendiri. Bahaya. Apalagi sekarang kondisi kamu lagi kaya gini. Di sini saya bakal nemenin kamu. Kamu gak usah sungkan - sungkan minta tolong sama saya. Kita temen, atau kamu bisa anggap aku apapun. Sahabat misalnya," ucap Rey, serius.

Alana malah menangis. Ucapannya terdengar sama dengan apa yang selalu Raja katakan ketika Alana sedih.

Kamu jangan sungkan - sungkan. Aku ini temen kamu. Atau kita bisa jadi apapun.

Di luar kendalinya, tangan Rey bergerak dan menghapus air mata Alana yang mengalir. Lelaki itu menatapnya dalam. Ada getir dan luka yang tersimpan di sana. Alana tertekan. Gadis itu benar - benar butuh seseorang yang ada di sampingnya, sedangkan sang pacar malah sibuk dengan dirinya sendiri.

Tanpa disangka, Alana langsung memeluk lelaki itu. Membuat Rey terkejut tapi ia pun tak bisa menghindar. Ia membalas pelukan Alana yang semakin erat. Bahkan gadis itu menangis tersedu - sedu sambil mencengkeram punggung jaket Rey.

"Kamu boleh nangis sesuka kamu, sampai kamu tenang. Saya gak akan ngejek kamu," ujar Rey seraya mengelus puncak kepalanya dengan lembut. Rey bahkan meletakkan dagunya di atas kepala gadis itu.

Alana makin tengelam dalam tangisnya sendiri. Kenangan - kenangan indah dengan Raja seketika semuanya muncul dalam kepalanya. Seperti film yang diputar ulang.

Alana ingat saat pertama kali mereka bertemu sampai pada terlibat masalah dengan Raja hingga mereka berteman dan sampai sejauh ini. Semuanya tidak akan pernah ia lupakan. Dan sekarang gadis itu sendiri yang mengakhirinya.

"Gak ada orang yang baik - baik aja saat hubungan berakhir. Kamu gak perlu malu, kamu gak perlu minder. Kamu berhak untuk sedih, berhak untuk menangis, tapi bukan berarti kamu gak bisa bahagia lagi," ucap Rey.

Alana mengangguk seraya terisak. Tapi siapa sangka tangisnya tadi membuat gadis itu lega. Seakan semua beban di pundaknya hilang seiring air mata yang jatuh. Seperti kata Rey. Sekarang, lelaki itu yang berhasil menenangkannya.


•••

"Hello!" sapa Rey saat memasuki rumah Alana yang di dalam sana tidak ada siapa - siapa. Sontak membuat Alana di belakangnya tertawa.

SACRIFICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang